Mohon tunggu...
Dwiko Tegar Ardiansah
Dwiko Tegar Ardiansah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seminaris di Seminari Mertoyudan

Insan reflektif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dari Pasar Tradisional ke Pasar Daring

13 Agustus 2022   14:10 Diperbarui: 13 Agustus 2022   14:56 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Merebaknya Covid-19 di dunia membuat banyak orang harus melakukan aktivitasnya di rumah. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) resmi mengumumkan  wabah Covid-19 sebagai pandemi global. Inilah awal langkah baru bagi penduduk dunia. Covid-19 punya keterkaitan erat dengan pelbagai aktivitas penduduk dunia sehingga beragam aktivitas baik dari segi ekonomi mengalami banyak perubahan. 

Bagaimana dengan aktivitas ekonomi yang berubah tersebut? Realitanya, banyak pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mengalami penurunan omzet. Survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan tujuh dari setiap sepuluh pelaku UMKM membutuhkan  bantuan modal usaha. Menurunnya omzet dagang para pelaku UMKM inilah dampak dari efek kebijakan yang dibuat untuk meminimalisasi penyebaran virus Covid-19. 

Tidak dapat ditolak lagi, sebelum pandemi Covid-19 ini melanda seluruh dunia, pasar tradisional atau pasar konvensional merupakan tempat yang krusial bagi kegiatan ekonomi masyarakat. Dalam ilmu Geografi tentang pewilayahan juga memberikan sebuah pemahaman mengenai pusat dan kutub pertumbuhan. Apabila suatu daerah sudah terbangun sebuah pusat kegiatan ekonomi seperti pasar atau Market Place lainnya, memungkinkan bakal terciptanya pusat pertumbuhan di sekitarnya. Tandanya bakal tercipta sumber-sumber kehidupan di sekitarnya. Dengan demikian, pembangunan, keberadaan dan pelestarian pasar tradisional merupakan langkah yang baik untuk kelangsungan kehidupan ekonomi masyarakat.

Pada masa pandemi, para pelaku ekonomi di pasar tradisional hanya bisa berusaha agar tetap lestari. Pasar tradisional bukan lagi menjadi terobosan untuk kegiatan ekonomi masyarakat. Banyak pelaku UMKM atau pelaku ekonomi yang harus dengan berat hati untuk gulung tikar. Survei pada bulan Agustus 2021 yang dilakukan oleh Komunitas UMKM Naik Kelas menyatakan, terdapat 19% UMKM yang sudah bangkrut atau 11 juta UMKM sudah gulung tikar dan masih ada 21,4% UMKM yang berpotensi bangkrut. UMKM yang gulung tikar inilah adalah sebuah tanda awal kemerosotan fungsi dari pasar tradisional itu sendiri. Tentu inilah dampak dari kebijakan yang dibuat dalam masa-masa pandemi ini. 

Apa yang akan terjadi apabila pasar tradisional tutup? apakah kemiskinan akan terus meningkat? Kemiskinan tidak akan bisa lepas dari persoalan negara. BPS mencatat sebesar 26,16 juta orang yang masih menderita kemiskinan. Dari angka tersebut, bangsa ini masih memiliki pekerjaan untuk mengatasi kemiskinan. Belum saja tuntas, justru ditambah dengan adanya pandemi ini dan dengan segala dampak atau efek dari kebijakan yang dibuat. Gerakan 5M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas) yang dicanangkan dan sudah menjadi doktrinasi pemerintah kepada masyarakat inilah yang membuat banyak efek yang dirasakan banyak masyarakat termasuk para pelaku ekonomi. Gerakan 5M yang terakhir (mengurangi mobilitas) inilah yang menjadi inti persoalan. Pasar tradisional menjadi tidak efisien lagi dalam kegiatan jual beli bagi masyarakat lagi. Aktivitas masyarakat jadi terbatas dalam segi pemenuhan kebutuhan atau jual beli barang atau jasa.

Digitalisasi Market Place

Pesatnya kemajuan teknologi sekarang ini memang tidak bisa diragukan lagi. Proses digitalisasi pada seluruh lapisan masyarakat sudah merebak jauh sampai pada akarnya yaitu anak-anak. Mudahnya gawai untuk dimiliki secara pribadi, membuat semua orang memiliki gawainya masing-masing. Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi inilah yang menjadi adiksi bagi sebagian atau bahkan semua elemen masyarakat. Kominfo menyatakan bahwa  Indonesia adalah "raksasa teknologi digital di Asia". Sebanyak lebih dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan target pasar bagi para pelaku usaha di dunia digital.

Saat ini, kemudahan teknologi yang ditawarkan merupakan terobosan jitu untuk kembali memulihkan kegiatan ekonomi masyarakat. Para investor digital juga mempermudah para pelaku ekonomi melalui platform jual beli seperti SHOPEE, TOKOPEDIA, dsb. Dengan keterbatasan yang terjadi saat ini, platform-platform tersebut dapat menunjang keberlangsungan hidup orang banyak. Media sosial bukan sebagai media komunikasi lag. Sekarang, media sosial dapat menjadi ladang bisnis bagi UMKM. UMKM dapat berkembang dengan berpindah dari hal yang konvensional ke hal yang lebih modern. 

Paradigma berpikir masyarakat lah yang sekarang harus diubah. Kata sosial dalam media sosial membuat kebanyakan orang mengalami reduksifasi atau pendangkalan dalam berpikir. Sosial tak semata-mata hanya sebagai komunikasi, relasi, dsb. Sosial dalam arti yang lebih luas menyangkut keberlangsungan hidup manusia. Keberlangsungan hidup manusia itulah yang hendak ditawarkan para pencipta platform-platform digital seperti aplikasi e-dagang, dll. lebih singkatnya, media sosial dapat menjadi ladang bisnis juga. 

Moderenisasi yang terjadi bukanlah sesuatu yang harus ditolak, melainkan sesuatu yang harus dimanfaatkan dan diefektifkan. Digitalisasi dikalangan masyarakat merupakan langkah manifestasi ide-ide para pencipta wadah digital itu sendiri. Memang, banyak dampak negatif yang ditimbulkan apabila modernitas terjadi tanpa kendali. Tetapi, menolak modernitas berarti menolak kehidupan yang lebih baik.

Tantangan Pasar Daring

Melihat banyak problematika akibat pandemi Covid-19 ini, tentu memerlukan banyak perhatian yang serius dari semua elemen masyarakat guna merumuskan pelbagai alternatif cara penyelesaiannya. Hal ini penting guna mengembangkan dan memelihara keberlangsungan hidup semua masyarakat di bangsa ini.

Pasar daring seperti SHOPEE, TOKOPEDIA, dsb memang membawa kemudahan bagi banyak masyarakat dalam aspek kegiatan ekonomi masyarakat. Tetapi yang menjadi tantangannya adalah sekarang ini masyarakat hidup dalam lintas generasi. Proses digitalisasi pasar tentu akan menjadi sukar bagi kalangan masyarakat yang lahir pada rentang tahun 1960-1970-an. Generasi ini merupakan generasi yang jauh akan hal yang berbau teknologi. Kehidupan lintas generasi inilah yang menjadi tantangan besar untuk proses peralihan dari pasar tradisional ke pasar daring.

Walau tantangan terbesarnya adalah kehidupan yang Multiple Generation, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus berusaha mengadakan pelbagai macam cara untuk proses peralihan ini. Tentu butuh sinergitas dari seluruh lapisan masyarakat. Tetapi, harapannya proses peralihan ini bukan menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi persoalan di masa pandemi ini, melainkan menjadi salah satu cara untuk menjawab persoalan turunnya efektivitas pasar tradisional. Bagaimanapun juga pasar tradisional tetap lestari. Ker ena pasar tradisiona llah pelbagai macam aktivitas di luar aktivitas ekonomi pasti terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun