Mohon tunggu...
Dwi Klik Santosa
Dwi Klik Santosa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis Dongeng Nusantara dan Menulis Apa Saja demi Memanja Kecintaan kepada Hidup yang Damai dan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemerdekaan Bangsa Kita Dikotori Koruptor

15 Agustus 2023   09:18 Diperbarui: 15 Agustus 2023   10:56 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terkutuklah para koruptor! Pantas kita menghukumnya. Tidak saja harus dicela dan dihinakan. Karena sudah berkali-kali diingatkan dan diberi deskripsi betapa bejat dan jahatnya perilaku korupsi itu untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan Indonesia.Tapi tetap terjadi dan tumbuh bak jamur.

Koruptor jelas lebih buruk dari sekadar bajingan tolol. Ia adalah sedungu-dungunya makhluk yang diciptakan Tuhan. Sama sekali tidak mengindahkan adanya kemerdekaan yang harus diyukuri. Apalagi mereka, para koruptor itu notabene adalah para pejabat. Orang yang sangat berkuasa dan punya kesempatan penuh, bisa mengamalkan wewenangnya itu untuk menambah daya dan manfaat guna memberi makna pada kemerdekaan.

Kita pantas menyimak kata-kata Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau yang lebih akrab dipanggil Ahok, bahwa cara beramal yang paling efektif itu dengan menjadi pejabat.

Kenapa begitu? Bisa kita bayangkan jika ada seseorang yang sangat peduli kepada kemanusiaan. Ia punya 100 juta dan menyumbangkan uangnya itu untuk kemanusiaan. Berapa manusia yang dapat ia cover dari sekadar ingin membantu mengentaskan penderitaan si miskin?

Tetapi kita dapat bayangkan. Seandainya ada seorang pejabat yang punya kuasa penuh, semisal gubernur atau presiden yang hatinya penuh welas asih dan tidak tahan setiap melihat penderitaan dan kemiskinan warganya. Dalam keprihatinan yang mendalam, akan menetes luh dan airmatanya mengkristal menjadi semangat tempur perjuangan ingin mengentaskan kemiskinan itu. Yang pertama, sudah jelas ia tidak akan melakukan korupsi.

Yang berikutnya, ia akan membuat program-program bernas untuk mengefektifkan gerakan memanusiakan kawan-kawan kita yang miskin itu dengan peningkatan pendidikan dan bantuan-bantuan yang dibutuhkan agar semuanya saja punya semangat hidup yang lebih membara untuk mengenyahkan miskin pada kehidupan mereka.

Dalam keprihatinan seorang pejabat yang berkuasa dan punya wewenang penuh, tidak mustahil rasanya, jika kemiskinan itu akan ditebas tuntas. Karena kemiskinan adalah hal dasar dalam peradaban yang seringkali menghambat adanya kegembiraan. Bahkan dalam kemiskinan menjadikan rentan dan bisa memantik adanya revolusi sosial. Pejabat yang hebat adalah pemimpin yang mau terus berjibaku dan pemberani dalam memperjuangkan kemiskinan rakyatnya.

Tentu, akan menjadikan amal bagi si pejabat. Jika tulus ikhlas dan ada keprihatinan yang menggelitik semangatnya untuk berani menempuh apapun risiko untuk memperjuangkan rakyatnya.

Menjadi hal yang sebaliknya. Terkutuklah bagi pejabat koruptor! Laknat belaka. Kita pantas mengutuk korupsi proyek BTS Kominfo yang gila-gilaan itu. Hingga menembus angka fantastis 8 T. Dana untuk memintarkan rakyat di wilayah Indonesia Timur dalam program internetisasi gratis untuk warga di wilayah 3 T, tertinggal, terluar dan terpencil itu justru amblas, masuk ke kantong-kantong pribadi para pejabat. Kalau bukan jahanam apa namanya!

Kita juga pantas mempertanyakan dana-dana negara lainnya yang tidak amanah, sampai ke kemaslahatan dan kebaikan menunjang kehidupan rakyat Indonesia. Termasuk pembelian pesawat perang yang ganjil itu, yang lagi-lagi harus mengorek uang negara hingga 8 T. Apa manfaat dan faedah dari pembelian pesawat-pesawat bekas itu? Apa lebih menjadi maknanya? Tentu kita boleh mempertanyakannya.

Masih banyak lagi contoh kasus dalam pemerintahan kita yang menghambur-hamburkan uang untuk pembangunan yang layak dipertanyakan dan diperkarakan. Kita sebagai WNI pantas rasa-rasanya mengumpatinya. Memang busuk dan laknat belaka. Sampai kapan perilaku  korup itu akan berhenti?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun