Mohon tunggu...
Dwiki Setiyawan
Dwiki Setiyawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

#Blogger #Solo #Jakarta | Penyuka #Traveling #Sastra & #Politik Indonesia| Penggiat #MediaSosial; #EventOrganizer; #SEO; http://dwikisetiyawan.wordpress.com https://www.facebook.com/dwiki.setiyawan http://twitter.com/dwikis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerataan Sumber Daya Politik Kunci Demokrasi Bermutu

9 Desember 2011   07:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:38 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesianis terkemuka R. William Liddle, dalam ceramah bertajuk Marx atau Machiavelli: Menuju Demokrasi Bermutu di Indonesia dan Amerika di kampus Universitas Paramadina, Kamis malam (8/12) mengemukakan bahwa pemerataan sumber daya politik merupakan kunci demokrasi bermutu. Selain itu, pemerataan sejati memerlukan tindakan politik yang dilakukan oleh orang-orang yang mengidamkan demokrasi bermutu.

“Tantangan terbesar terhadap demokrasi bermutu pada masyarakat modern terdiri atas pembagian sumber daya politik yang tidak merata. Setidaknnya kalau demokrasi dimaknai sebagai kesetaraan politik antara semua warganegara. Sayangnya, cita-cita itu sulit diwujudkan di ekonomi-ekonomi kapitalis pasar, baik yang maju seperti Amerika maupun yang sedang berkembang seperti di Indonesia,” papar Bill Liddle pada orasi ilmiah dalam rangka Nurcholish Madjid Memorial Lecture V. Kemudian ia tandaskan bahwa masalahnya, secara ironis, kapitalisme pasar sekaligus merupakan dasar ekonomi mutlak buat negara demokratis modern sambil menggerogoti terus dasar politik negara tersebut.

Selanjutnya ia uraikan mengenai serangan terhadap kapitalisme sejak pertengahan abd ke-19 oleh teoritisi sosial Karl Marx yang mengutamakan perbenturan kelas selaku kekuatan dinamis dalam sejarah. Sayangnya, lanjut Liddle, Marx dan pengikutnya sampai abad ke-21 tidak banyak membantu untuk memahami apa yang harus diperbuat untuk memperbaiki demokrasi. Selain yakin berlebihan terhadap peran perbenturan kelas, sambungnya, mereka menyepelekan mandirinya lembaga-lembaga demokrasi yang dijuluki demokrasi borjuis, demokrasi yang hanya melayani kepentingan kelas kapitalis.

“Niccolo Machiavelli, filsuf politik Italia abad ke-16, lebih tepat selaku pemandu global abad ke-21 ketimbang Marx. Pendekatan Machiavelli terfokus pada peran individu sebagai aktor mandiri yang memiliki, menciptakan, dan memanfaatkan sumber daya politik,” ujar Liddle yang juga Guru Besar Emiritus Ilmu Politik pada The Ohio State University, Columbus, Amerika Serikat.

Menurut Liddle, Machiavelli menawarkan kerangka berharga, terdiri atas konsep-konsep virtu dan fortuna, yang bisa dimanfaatkan untuk menciptakan teori tindakan baru pada zaman ini. Lantas Liddle menerangkan tentang apa yang disebut virtu dan fortuna tersebut. “Virtu, ketrampilan atau kejantanan, berarti luas semua sumber daya yang berguna bagi aktor politik untuk mencapai tujuannya. Fortuna berarti kans atau keberuntungan, tetapi dalam pengertian kondisi-kondisi alamiah dan sosial serta kejadian-kejadian yang dihadapi sang aktor, tanpa implikasi kaharusan atau nasib. Kita juga diingatkan Machiavelli bahwa ada tensi, mungkin tak terhindarkan sepanjang masa, antara moralitas pribadi dan moralitas politik.”

Pada bagian lain, Liddle mengutip penerapan teori tindakan Machiavelli oleh sejumlah ilmuwan politik di Amerika. Di antaranya ilmuwan Richard Neustadt dalam bukunya Presidential Power and the Modern Presidents: The Politic of Leadeship from Roosevelt to Reagan, mengenai sumber daya politik seorang presiden yang mau berprestasi, yakni the power to persuade, kekuatan untuk meyakinkan orang lain tentang kebijakan-kebijakannya.

“Neudstadt menawarkan lima ukuran keberhasilan presidensial: keterlibatan pribadi secara penuh; pernyataan posisi yang tidak samar-samar; pesan yang disiarkan seluas-luasnya; persiapan pelaksanaan yang matang; serta pengakuan keabsahan presiden oleh kelompok-kelompok masyarakat yang terlibat atau berkepentingan,” kata Liddle.

Pemerintahan SBY saat ini, kelakar Liddle yang diiringi tepuk tangan hadirin yang hadir, masih jauh dari ukuran keberhasilan presidensial seperti yang ditawarkan Neudstadt di atas.

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun