[caption id="attachment_4880" align="alignleft" width="324" caption="Courtesy The Associated Press"][/caption]
Beberapa hari lalu, tidak terasa genap 50 Tahun Debat Televisi Bersejarah antara John F Kennedy dan Richard M Nixon. Dalam kaitan debat bersejarah di televisi tersebut, Bruce Morton dari desk politik CNN, dalam sebuah tulisannya pada 26 September 2005, mengungkapkan bahwa perdebatan televisi pertama kandidat presiden pada Senin 26 September 1960 antara Senator Partai Demokrat John F. Kennedy dan Wakil Presiden Richard M. Nixon dari Partai Republik, tidak hanya mempunyai dampak besar pada pemilihan presiden (pilpres) 1960. Menurutnya debat bersejarah itu telah mengubah lanskap politik Amerika Serikat selanjutnya ke arah yang lebih baik. Momentum tersebut juga telah membuka era baru perdebatan televisi.
Debat kali pertama Kennedy dan Nixon dari empat putaran yang telah disepakati keduanya itu berlangsung di studio televisi CBS Chicago 26 September 1960. Dilanjutkan putaran kedua pada 7 Oktober di Washington. Kemudian putaran ketiga debat jarak jauh, Kennedy di New York sedangkan Nixon di Los Angeles pada 13 Oktober. Dan ditutup debat putaran keempat yang berlangsung di New York pada 21 Oktober. Disiarkan secara langsung pada para pemirsa televisi Amerika Serikat, perdebatan dua capres itu diudarakan langsung pula oleh stasiun-stasiun radio.
Jauh hari sebelum debat dimulai, hasil jajak pendapat menempatkan Nixon sebagai kandidat presiden yang diunggulkan dan akan memenangkan pilpres pada November 1960. Oleh karenanya, publik Amerika Serikat saat itu merasa heran mengapa Nixon sebagai Wakil Presiden mau menerima tantangan Kennedy untuk mengadakan perdebatan di depan televisi, padahal ia tak akan mendapatkan keuntungan sedikitpun sedangkan Kennedy akan menarik keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menanggung resiko yang tak berarti.
Negosiasi untuk mengadakan debat itu sendiri berlangsung cukup alot. Kubu Nixon semula mengajukan hanya satu putaran, dan berharap akan meng-knock out (KO) Kennedy. Sedangkan Kubu Kennedy menginginkan lima putaran. Akhirnya disepakati kedua kubu tersebut, debat berlangsung empat putaran. Pada tampilan pertama keduanya di hari Senin bersejarah itu, bukannya Nixon yang meng-knock out (KO) Kennedy seperti yang diharapkan, namun justru sebaliknya Nixon-lah yang KO lebih dahulu.
Pada tahun 1960 di Amerika Serikat terdapat 40 juta pesawat televisi. Siarannya belum berwarna, dan masih televisi hitam putih. Pesawat ini mempunyai kemampuan untuk membentuk pendapat umum yang jauh lebih besar ketimbang gereja, sekolah, media massa cetak ataupun buku-buku. Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah dua orang calon presiden akan berdebat di depan kamera televisi. Diperkirakan 80 juta pemirsa menyaksikan acara perdebatan pada 26 September itu melalui layar televisi, sedangkan beberapa juta lainnya mendengar dari siaran radio.
The Great Debate
Publikasi media massa yang gencar beberapa hari sebelumnya untuk momen “the great debate” 26 September yang dimoderatori Howard K. Smith dari jaringan CBS News tersebut, tak pelak menyebabkan publik Amerika Serikat penasaran dan berduyun-duyun terpaku di depan layar televisi untuk menyaksikan debat pertama calon pemimpinnya itu.
John F. Kennedy mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk terjun ke kancah perdebatan. Kennedy tampil tenang, santai dan luwes serta meyakinkan. Ia juga cekatan dan tangkas menjawab pertanyaan-pertanyaan dan ulasan-ulasan yang datang dari moderator maupun dari Wakil Presiden Richard M. Nixon sendiri, sembari tak lupa untuk melihat ke arah kamera -- ke arah penonton – bukannya melihat kepada lawan debat.
Tetapi sebaliknya Nixon tampak tegang, seolah-olah ketakutan, kurang lancar dan selalu keringatan dalam mengemukakan pendapat-pendapatnya atau jawaban-jawabannya yang kurang meyakinkan dan tidak menunjukkan pandangannya ke arah penonton televisi. Lebih daripada itu, raut muka Nixon kelihatan pucat.
Raut muka Nixon yang pucat pasi itu disebabkan ia tidak mau memakai bedak (make up) sebelum tampil, sebaliknya Kennedy memakainya. Di bawah sorotan lampu-lampu terang benderang dalam studio CBS, keputusan Nixon tidak mau mukanya disapu bedak itu tak ayal berakibat fatal. Dalam siaran langsung televisi saat itu yang masih teknologinya hitam putih, dihadapan pemirsa televisi terlihat Nixon tampak pucat pasi bagaikan lilin yang meleleh.
Menggambarkan perihal momen itu, dalam buku The Kennedys Dynasty and Disarter 1848-1884 yang diterbitkan McGraw-Hill, John H. Davis menandaskan bahwa apa yang disuguhkan media televisi pada debat pertama itu ialah memberikan kesempatan kepada publik Amerika Serikat untuk membuat penilaian tentang dua kepribadian. Oleh karena para pemirsa sudah terbiasa menonton para aktor dan aktris Hollywood yang penuh daya tarik, maka sesungguhnya Kennedy bukanlah tandingan Nixon. Kennedy penuh daya tarik, muda, penuh gaya dan karisma, sedangkan Nixon tampak tegang dan kaku ibarat sebatang kayu.
Setelah debat berakhir semua penguji pendapat umum sampai pada kesimpulan yang sama yaitu John F. Kennedy “menang”. Dan seakan-akan sebagai suatu pengesahan akan kemenangan itu lebih banyak orang hadir pada setiap pemunculan Kennedy dalam kampanye yang diselenggarakan sesudah debat televisi pertama itu berlangsung. Sebaliknya pendengar radio Amerika Serikat yang jumlahnya relatif sedikit, memberikan angka “kemenangan” pada Richard M. Nixon.
Dari empat putaran debat dimaksud, debat pertama dengan mengangkat masalah-masalah kebijakan dalam negeri itu Kennedy menang. Selebihnya Nixon mengungguli. Sayangnya debat pertama dengan pemirsa sangat besar itu terpatri mendalam dibenak pemirsa ketimbang sesudahnya.
Akhirnya pada pemilihan presiden 8 November 1960, John F. Kennedy keluar sebagai pemenang dengan selisih suara tipis pada popular vote. Ia meraih 34.220.984 popular vote (49,7 %), sedangkan rivalnya Nixon memperoleh 34.108.157 popular vote (49,6 %). Sementara pada tingkat electoral vote, Kennedy jauh meninggalkan Nixon dengan perolehan 303 suara sedangkan lawannya hanya mendapat 219 suara.
Dampak Besar
Para pemerhati politik saat itu berpendapat bahwa dampak besar siaran televisi itu telah membawa keuntungan politik yang sangat besar bagi Kennedy. Seolah-olah suatu mukjizat dalam dunia politik -- terpilihnya seorang Katolik sebagai Presiden Amerika Serikat ke-35 untuk pertama kalinya di tengah mayoritas Protestan-- tampaknya bukan barang yang mustahil lagi. Bila seorang Katolik keturunan Irlandia dapat terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat bukan saja keluarga Kennedy yang mendapat kemenangan, tetapi sukses itu akan menghilangkan awan gelap prasangka dan mendung kelabu diskriminasi terhadap semua orang Amerika yang bukan keturunan kulit putih Protestan Anglo Saxon.
Memperhatikan dampak televisi dalam kampanye pemilihan presiden, beberapa pengamat media massa berpendapat bahwa andaikata pada zaman George Washington sudah ada televisi mungkin ia tidak akan terpilih sebagai presiden karena mukanya datar tanpa ungkapan apapun juga sedangkan tingkah-lakunya kaku. Pengamat lain berpendapat bahwa Franklin Delano Roosevelt yang lumpuh setengah badannya dan terpaksa memakai kursi dorong kemungkinan besar juga tak akan terpilih.
Rekor Terpecahkan
Berselang hampir 50 tahun kemudian, rekor Kennedy dipecahkan. Seorang muda berkulit hitam keturunan Afro-Amerika, orator seperti halnya Kennedy, dan seorang senator serta dari Partai Demokrat sama halnya dengan Kennedy sukses mengukir kemenangan dalam pilpres Amerika Serikat pada pemilihan presiden November 2008. Dia tak lain adalah Barack H. Obama. Presiden Amerika Serikat ke-44 untuk masa bakti 2008-2012.
Mengikuti jejak seniornya John F. Kennedy pula, Obama paham betul teknologi informasi dapat mendongkrak popularitas dan elaktibilitas seseorang di kancah politik. Ia mendayagunakan saluran-saluran media massa dan informasi yang tersedia untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya dan meyakinkan publik. Mengawinkan media televisi dan media internet, debat Barack H. Obama dan John McCain seakan mengulangi kembali sejarah perdebatan Kennedy dan Nixon. Skor akhir dimenangkan Obama, dan ia melenggang mulus menuju Gedung Putih.
*****
Posting di atas terbit beberapa saat sebelumnya di Dwiki Setiyawan's Blog.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H