Syahdan, setelah berjibaku beberapa tahun menuntut ilmu di Negeri Harry Potter alias Inggris, Inge Dudul kembali ke Indonesia. Ia kini menyandang gelar Master Bidang Penginderaan Jarak Jauh, dengan spesialisasi sub bidang Penginderaan Lintas Planet. Namun sungguh sayang, lembaga yang mengirim Inge Dudul studi ke luar negeri itu tidak dapat memberikan "job" yang pas dan tepat untuk keahlian yang dimilikinya itu. Kata sang direktur lembaga tersebut, "Negeri ini belum membutuhkan tenaga ahli soal-soal lintas planet. Jangankan lintas planet, menghubungkan lintas pulau di Indonesia saja masih merupakan kendala besar!"
Terpaksalah, wajah berseri Inge saat pertama kali menginjakkan kaki di bumi pertiwi berubah pucat pasi. Terasa getir. Sesak di dada. Lantaran ilmu yang telah susah payah diperolehnya serasa tak dihargai. Lebih-lebih Inge merasa dicampakkan, pangkal soalnya hanya tersisa formasi jabatan sebagai staf pengadaan di bagian admiministrasi. Terpaksa pula Inge Dudul menerima tawaran dimaksud. Sejak itu, mulailah Inge berkutat soal-soal pengadaan barang kebutuhan administrasi lembaga.
Suatu hari, untuk pertama kali Inge Dudul berbelanja kebutuhan alat tulis kantor (ATK) ke sebuah pusat stationery. Lembaganya memerlukan dua set mesin penghancur kertas dan satu set mesin penghitung uang. Di samping itu, sebagai penggemar minuman kopi tatkala kuliah di Inggris, ia tak lupa menyisipkan kopi dalam daftar belanjaannya. Lantaran merasa hanya sedikit yang dibeli, Inge tidak mencatat kebutuhan kantor yang akan dibelinya.
Merasa asing dengan pusat stationery yang didatangi, Inge Dudul terlebih dahulu berkeliling dari satu toko ke toko lainnya. Mencoba beradaptasi. Ia lantas ingat dengan kopi yang harus dibelinya. Kemudian langkah kaki Inge mengantarnya ke sebuah toko yang memasang plakat nama besar.
"Sebungkus kopi arabica, bang. Berapa harganya?"
"Maaf, mbak. Toko ini tidak menjual kopi. Ini toko layanan foto copy," kata pramuniaga itu datar.
"Oh My God! Kalau begitu saya juga minta maaf", ujar Inge Dudul dengan muka kemerahan.
Tersipu malu, akhirnya Inge mengesampingkan keperluan pribadii dan fokus dengan barang keperluan kantor yang akan dibelinya. Berputar-putar sejenak, ia menetapkan hati ke sebuah toko stationery yang cukup besar dan lumayan lengkap. Sekonyong-konyong, di depan etalase toko Inge Dudul 'clingak-clinguk" manakala seorang pelayan tampan menanyakan maksud dan keperluannya. Ia kebingungan menyebutkan alat kantor yang akan dibelinya (salah sendiri mengapa tidak dicatat). Sejurus kemudian, dengan mantap dan lantang ia sebutkan alat kantor itu.
"Saya akan beli satu set mesin penghitung kertas dan dua set mesin penghancur uang!"
Sedikit kaget mendengarnya, si pelayan lantas tertawa terbahak-bahak. Inge mencoba mencari tahu alasan apa tiba-tiba si pelayan berbuat demikian. Ia khawatir kejadian di toko layanan foto copy terulang kembali. Sebelum jawaban atas pertanyaan itu terkuak, Inge Dudul mendapat keterangan memuaskan dari si pelayan toko.
"Oh, barangkali yang mbak maksud mesin penghitung uang dan mesin penghancur kertas."
"Yayaya. Maksud saya itu mas."
Setelah transaksi selesai, Inge bergegas meninggalkan toko tersebut. Tak menoleh ke belakang sekejap pun. Namun, sayup-sayup ia dengar sang pelayan tadi berkata kepada seorang temannya, "Sayang sekali, perempuan itu cantik. Nampak berpendidikan. Namun demikian, tenyata orang yang baru saja meninggalkan toko ini dudul!"
Sumber Ilustrasi Gambar: http://kertaskobong.tripod.com
Ide cerita di atas orisinil dari penulis sendiri, dan hanya dimuat di Kompasiana.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H