Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR-RI di Komisi IV mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk yang akan dilakukan pada bulan April 2010. Kenaikan HET pupuk akan menyebabkan beban petani semakin berat lantaran biaya produksi jauh lebih tinggi ketimbang hasil panen yang bisa dinikmati.
Demikian pernyataan Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar Firman Subagyo dalam konferansi pers yang digelar di Gedung Nusantara I Kompleks DPR-RI Kamis siang (18/3/2010).
Lebih lanjut dikatakan, FPG DPR menyadari bahwa pemangkasan subsidi pupuk dari Rp 18,4 trilyun pada 2009 menjadi Rp 11,3 trilyun tahun 2010 ini akan mempengaruhi volume pupuk di tingkat petani yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi padi nasional dalam rangka mempertahankan swasembada beras.
"Dalam perhitungan kami, jika kenaikan HET pupuk naik hingga 50 % akan berdampak pada kenaikan harga pokok produksi (HPP) gabah hingga 15 % sehingga daya beli petani makin berkurang. Pada akhirnya akan berpengaruh kepada produksi beras nasional. Apalagi akibat dampak badai El-Nino diperkirakan target produksi beras pada tahun ini diperkirakan turun 3 %-3,5 % menjadi 62,5 juta ton gabah kering," papar Firman.
Guna menjamin ketersediaan pupuk di tingkat petani, FPG mengharapkan pemerintah agar bersungguh-sungguh membenahi sistem distribusi pupuk ketimbang menaikkan HET. Di samping itu, FPG meminta pemerintah untuk segera mengoptimalkan penggunaan pupuk organik sebagai antisipasi dari pengurangan subsidi pupuk yang telah ditetapkan.
"Dengan dalih kelangkaan pupuk, kami justru khawatir subsidi pupuk yang tersedia digunakan untuk import pupuk dari luar negeri. Padahal akar masalahnya pada distribusi dan pula ketersediaan gas sebagai bahan bakar pabrik pupuk," tegas Firman.
Rencana Investasi Asing di Sektor Pertanian dan Peternakan
Dalam konferansi pers yang dihadiri pula oleh anggota FPG Komisi IV DPR lainnya, masing-masing: Siswono Yudhohusodo, Anton Sihombing, Robert J Kardinal dan Gusti Iskandar Sukma Alamsyah tersebut, Firman Subagyo juga menyoroti soal gagasan pemerintah dalam menarik investasi asing pada sektor pertanian dan peternakan. Menurut pendapat FPG, pemerintah hendaknya berpikir ulang dalam memposisikan investor asing pada percaturan industri pertanian Indonesia. Pangkal soalnya sektor pertanian merupakan sektor yang sangat fundamental dan menyangkut hajat hidup bangsa Indonesia.
Menurut Firman Subayo, "Pemerintah harus mengutamakan pelaku usaha swasta nasional dan petani tradisional. Jangan sampai investasi yang masuk justru mematikan usaha pertanian lokal."
Ia juga mengharap kebijakan investasi pertanian tidak mengulang kesalahan pada kebijakan sektor pertambangan di mana saat ini lebih banyak dikuasai oleh pihak asing.
Terkait dengan program swasembada daging, FPG mendesak pemerintah untuk mendorong peningkatan populasi sapi potong yang ditargetkan meningkat dari 12 juta ekor pada tahun 2009 menjadi 14,6 juta ekor pada tahun 2014. Ditengarai selama ini pemerintah belum intensif mendorong potensi bibit sapi lokal untuk program swasembada daging.
Sebagaimana diketahui selama periode 2005-2009, Indonesia masih mengimpor 40 % total kebutuhan daging sapi yang pada 2009 saja mencapai 322,1 ribu ton. Meskipun populasi sapi potong dari tahun 2005 hingga 2009 meningkat sebanyak 4,4 % per tahun, populasi sapi potong belum mampu memenuhi kebutuhan nasional akan daging sapi.
*****
[Dwiki Setiyawan | Jakarta]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H