[caption id="attachment_3447" align="alignleft" width="300" caption="I Miss You (www.flickr.com)"][/caption]
PADA mulanya berawal dari cinta. Waktu terlalu lambat bagi mereka yang menunggu. Terlalu cepat bagi mereka yang takut. Terlalu panjang bagi mereka yang berduka. Terlalu pendek bagi mereka yang bersukacita, tetapi bagi mereka yang saling mencintai, waktu adalah keabadian.
Demikianlah ungkapan tepat tatkala saya musti memberi tahu anda, hasil dari mencerna novel Utsukushisa To Kanashimi To karya Yasunari Kawabata. Novel dari pengarang perempuan Jepang Pemenang Hadiah Nobel Sastra 1968 tersebut, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Keindahan dan Kesedihan.
Namun jangan salah sangka, saya tidak akan menimbang novel ciamik yang menceritakan dua sisi cinta itu: keindahan dan kesedihan. Di lain kesempatan saja saya perlukan waktu khusus menimbang novel dimaksud. Kini, marilah kita mulai bermain-main imajinasi tentang cinta....
Dikarenakan cinta indah yang bersemi dan bersemayam di dada, bumi tempat kita berpijak dan alam semesta tempat kita bagai noktah itu menjadi indah pula. Cinta bisa membuat seseorang jadi penyayang, jadi penyair dadakan, murah hati, tersenyum simpul atau tertawa riang, rindu menggebu-gebu, dan kadang menjadikan kita cemburu sayang.
Dengannya pula, cinta bagi sepasang anak manusia yang tengah dimabuk kepayang menimbulkan hasrat serasa ingin berdua selamanya. Satu untuk semua dan semua untuk satu. Dunia yang begitu luas, bagaikan dalam genggaman sepuluh jari jemari tangan di pangkuan.
Namun ternyata, dikarenakan cinta pula, semua yang indah di langit pikiran dan dataran hati itu menyimpan konsekuensi turunan. Yang sanggup membuka luka dan menampakkan sedih di langit pikiran dan dataran hati yang sama. Cinta bahkan mampu menebarkan virus ganas benci dan racun dendam kesumat nan membara. Tatkala darinya seseorang dikecewakan: pupus dan patah di tengah jalan, atau tak berbalas bagaikan menepuk air di pendulangan, memercik ke muka sendiri. Kemudian cinta melahirkan benci, dan menuntut untuk pembalasan.
Cinta yang pada awalnya indah menyebabkan kesedihan. Duka lara yang susah dicarikan penawar obatnya. Kala cinta pergi menjauh dan meninggalkanmu, dibelakangnya tersimpan sekeping hati dari irisan luka dan kesunyian menyayat. Ia bagaikan rembulan yang memiliki dua sisi: terang dan gelap.
Namun demikian, cinta adalah sebuah simbol dari keabadian. Ia menghapuskan semua perasaan waktu, menghancurkan semua memori dari awal dan semua ketakutan yang telah lama berakhir.
Demikianlah cinta. Tatkala engkau memulainya dari suatu titik untuk pijakan berawalnya, ingatlah selalu bahwa ia juga memiliki titik perhentian untuk berakhir. Hanya orang yang bisa mengendalikan titik pijakan berawal dan berakhirnya saja yang akan menemukan arti akan hakikat cinta.
*****