Mohon tunggu...
Dwiki Setiyawan
Dwiki Setiyawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

#Blogger #Solo #Jakarta | Penyuka #Traveling #Sastra & #Politik Indonesia| Penggiat #MediaSosial; #EventOrganizer; #SEO; http://dwikisetiyawan.wordpress.com https://www.facebook.com/dwiki.setiyawan http://twitter.com/dwikis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rumahku Berhantu

4 Desember 2009   17:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:04 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
//www.rockpublishing.com)

[caption id="attachment_3267" align="alignleft" width="238" caption="Rumah Berhantu (http://www.rockpublishing.com)"][/caption]

CERITA rumah berhantu berikut ini sebuah peristiwa sungguh-sungguh terjadi yang pernah saya alami tatkala mengontrak sebuah rumah di daerah Susukan Ciracas Jakarta Timur delapan tahun silam. Mengingat-ingat peristiwa lampau, kadang tanpa terasa bulu roma saya berdiri sendiri.

Pada 2001 hingga 2004, saya mengontrak sebuah rumah faviliun di belakang Balai Latihan Kerja Antar Negara Susukan Ciracas. Tepatnya di Jalan Haji Jusin, depan Graha Cijantung. Luas bangunan 70 m². Dua lantai. Lantai bawah terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Sedang lantai atas, dua kamar tidur, beranda dan tempat jemuran di luarnya. Pemilik bangunan faviliun tersebut, anak pertama dari pemilik rumah induk. Dengan demikian urusan administrasi kontrak mengontrak langsung dengan si pemilik faviliun.

Awal-awal menempati rumah itu, tidak ada persoalan berarti. Istri dan dua anak yang masih kecil, masing-masing usia 3 dan 1 tahun, menikmati saja suasana baru itu. Persoalan baru muncul beberapa minggu kemudian, saat saya malam-malam nonton televisi di lantai bawah acap mendengar suara orang naik atau turun tangga kayu dan membuka pintu yang persis berada di atas tangga... kreeeek... kreeeek... kreeeek. Saat saya cek ke atas, tidak ada apa-apa. Istri dan anak tidur pulas di kamar atas.

Suara-suara seperti orang naik turun tangga itu bukan hanya satu dua kali saya dengar. Saat saya tanyakan pada istri di suatu malam, apakah ia mendengar suara-suara aneh yang saya alami itu, ia menjawab juga mendengarnya. Namun, kami berdua sepakat untuk merahasiakan soal tersebut kepada tetangga dan jangan sampai anak yang masih kecil mendengar dan merasa takut dengannya.

Pernah suatu malam, saya dan istri mendengar "kegaduhan" seperti anak-anak sedang bermain di lantai atas. Kami cek berdua ke atas, "kegaduhan" itu hilang, dan anak kami masih tertidur pulas.

Perlu juga diketahui dari dua kamar tidur di lantai atas, hanya satu kamar yang besar yang kami pakai. Kamar satunya yang lebih kecil hanya digunakan sebagai tempat shalat.

Lantaran penasaran atas suara-suara aneh itu, saya akhirnya bertanya pada ketua rukun tetangga setempat yang sudah lama tinggal di daerah itu dan asli orang situ. Darinya saya mendapat penjelasan, bahwa rumah faviliun itu memang ada "hantunya". Dia juga menceritakan bahwa selama ini orang yang mengontrak di rumah itu jarang yang betah. Dikemukakan pula, "hantu" rumah itu sebenarnya tidak mengganggu asalkan pengontraknya taat beribadah. Saya lega mendengar penuturannya.

Selang beberapa saat, saya juga menanyakan langsung pada pemilik rumah induk yang jarang berada ditempat, perihal peristiwa-peristiwa aneh yang saya alami saat tinggal di favilun. Jawaban si ibu pemilik rumah induk itu, justru membuat saya terperanjat. Katanya "hantu" yang tinggal di faviliun itu seorang perempuan tua berambut panjang putih. Namun buru-buru ia mengatakan bahwa "hantu" perempuan tua itu tidak mengganggu. Tak urung, saya juga merasa takut dengan penuturan yang blak-blakan tersebut.

Benar saja kata si ibu pemilik rumah induk itu. Suatu hari seorang tetangga yang kenal dekat dengan saya, menanyakan tentang siapa perempuan tua beberapa malam sebelumnya yang ia lihat sedang duduk-duduk di balai bambu depan faviliun rumah? Untuk tidak menimbulkan rasa takut, saya menjawabnya itu nenek saya dari kampung!

Ada dua peristiwa lain berkaitan dengan "penghuni" rumah faviliun itu yang sampai hari ini membuat saya tidak habis pikir. Pertama, suatu siang anak kedua saya, Kevin Rizki Mohammad, tiba-tiba berada di atas genteng rumah induk yang memang berdempetan dengan ruang jemuran faviliun yang saya tinggali. Bagaimana dia bisa naik ke atas genteng? Padahal jarak genteng terbawah dengan dasar jemuran cukup tinggi. Lagi pula di sekeliling pagar jemuran banyak pot-pot tanaman lidah buaya, yang anehnya tidak ada satupun pot lidah buaya yang rusak? Pikir saya, jangan-jangan si "penghuni" faviliun sedang mengajak anak saya bermain. Menanyakan pada anak juga tidak mungkin, sebabnya dia juga belum bisa menjelaskan.

Kedua, pasca merayakan ulang tahun ke-5 anak pertama pada 2003, seorang keponakan saya usia 4 tahun yang sangat badung, main petak umpet dengan teriak-teriak di lantai atas. Berlari-lari naik turun tangga, dan menutup pintu di kamar atas dengan suara keras. Entah bagaimana kejadiannya, sekonyong-konyong ia terjatuh dari beranda lantai atas. Menembus flapon plastik di atas beranda lantai satu. Akhirnya si keponakan itu tangan kanannya sampai digift segala. Beberapa waktu kemudian, dengan didampingi ibunya saya tanyakan mengapa ia bisa jatuh? Ia mengatakan ada orang tua yang mendorongnya. Saya dengan adik kandung (si ibu keponakan) hanya saling berpandang-pandangan dan terlongo-longo.

Selama hampir tiga tahun tinggal di favilun tersebut, saya dan istri belum pernah melihat seperti apa "wujud" dari penghuni lain rumah itu. Istri yang saat itu acapkali saya tinggal ke luar kota untungnya bukan tipe istri penakut. Hanya ia bercerita saat saya tinggal dinas ke luar kota, tidurnya bersama anak-anak di lantai satu dengan menghidupkan televisi sehari semalam.

Namun ada hikmahnya pula saya mengontrak faviliun rumah itu. Setelah satu tahun kontrak berakhir, dengan alasan rumah itu agak angker saya mengajukan tawaran memperpanjang kontrak dua tahun ke depannya di bawah harga pasaran. Si pemilik bangunan rumah yang juga anak sulung penghuni rumah induk akhirnya menyetujui. Akhirnya saya membayar tunai Rp 3,8 juta untuk masa kontrak dua tahun (1 Agustus 2002 hingga 31 Juli 2004). Dengan tipe yang nyaris sama, estimasi saya harga kontraknya mencapai Rp 5 juta. Alhamdulillah.

Berkat hantu...

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun