Saya sedikit tergagap.
"Oh... Kamu masih seperti yang dulu saya kenal. Cantik, penuh vitalitas dan menggairahkan mata lelaki yang melihatnya."
[caption id="attachment_3089" align="alignleft" width="300" caption="Balsem (http://community.kompas.com)"]
Sengaja kata "smart" tidak saya ungkapkan, karena memang saya tidak suka pujian yang membabi buta. Ungkapan pujian tersebut, saya rasa bukan dibuat-buat. Perempuan juga tidak suka oleh pujian yang berlebihan. Untungnya ia sudah cukup puas dengan lontaran dimaksud.
"Masak. Mas Dwiki bisa saja?"
"Ada yang berubah dengan saya mas?"
Dia menunggu-nunggu ungkapan yang akan saya kemukakan. Harap-harap cemas. Entah dari mana, muncul ilham untuk mengomentari penampilannya yang bak model sabuk kecantikan terkenal yang acap diiklankan televisi.
"Ooo ada. Harum aroma tubuhmu oleh wangi parfum yang kau pakai hari ini dan hari-hari lalu. Hanya saja, jika kita bertemu lagi pada 20 tahun mendatang, bukan lagi wangi parfum yang aku rasakan, tapi bau balsem menyengat sebelum kita bersalaman."
Izzah cukup terperanjat oleh ungkapan tersebut. Dia mikir sejenak (mungkin membayangkan dirinya pula neneknya persis seperti ungkapan spontan tersebut)... muda wangi parfum, tua bau balsem.
"Asem mas Dwiki!"
***