Mohon tunggu...
Dwiki Setiyawan
Dwiki Setiyawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

#Blogger #Solo #Jakarta | Penyuka #Traveling #Sastra & #Politik Indonesia| Penggiat #MediaSosial; #EventOrganizer; #SEO; http://dwikisetiyawan.wordpress.com https://www.facebook.com/dwiki.setiyawan http://twitter.com/dwikis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pengalaman Menjadi Tamu Tak Diundang di Pesta Perkawinan

14 November 2009   19:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:20 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
//www.balaikartini.com)

[caption id="attachment_3055" align="alignleft" width="300" caption="Gedung Monumen Pers Solo (http://tentangsolo.wordpress.com)"][/caption]

APA yang saya ceritakan berikut merupakan pengalaman 'cukup berkesan', walaupun sebenarnya bisa dikatakan 'cukup memalukan'. Oya, seruput dulu teh hangat atau kopi panas yang ada di atas meja, tatkala tengah menjelajahi blantika maya. Khusus postingan ini, simak perlahan-lahan sebuah pengalaman sungguh-sungguh terjadi yang pernah saya alami di awal-awal tahun 1990-an ini.

Sebagai mahasiswa perantau yang terdampar di kota Solo, untuk mensiasati agar bisa bertahan hidup saya terpaksa mengatur anggaran keuangan yang besarannya tak seberapa. Malahan saya juga terpaksa 'indekost' di sebuah kantor cabang organisasi ekstra universiter yang terletak di Jalan Yosodipuro Solo. Jaraknya 250 meter arah barat dari Gedung Monumen Pers atau Hotel Sahid Raya, 500 meter ke timur dari Lapangan Kota Barat, 300 meter ke utara dari Taman Sriwedari dan 2 kilometer ke selatan dari Terminal Bus Tirtonadi.

Di sepanjang Jalan Yosodipuro Solo itu, saat itu --dan hingga saat ini-- berdiri beberapa gedung pertemuan yang sering digunakan sebagai tempat berlangsung resepsi pernikahan. Antara lain, Gedung Sriwijaya dan Gedung Mekar.  Kesemuanya berdiri di sebelah barat Gedung Monumen Pers Solo.

Sebagai mahasiswa 'miskin' yang tiap hari makannya hanya itu-itu saja, sempat terlintas di pikiran mengapa saya tidak hadir saja di resepsi perkawinan seorang 'teman misterius', yang istilahnya melangkah sejengkal saja sudah tersedia menu-menu enak dan bergizi. Sebagai tamu tak diundang.

Saya sudah pada kesimpulan di pikiran saat itu bahwa tidak mungkin kalau kita hadir di pesta perkawinan orang akan ditanya oleh panitia atau penerima tamu: "Apa hubungan kehadirannya dengan kedua mempelai atau orang tuanya?"

Modal utama hingga saya berani hadir sebagai tamu tak diundang itu adalah keberanian dan kenekatan. Sedang modal pendamping lain, yakni tampil meyakinkan dan tidak 'ngisin-isini' (ndeso dan memalukan). Sementara, modal asesoris yang wajib, yakni mengenakan kemeja batik!

Diantara dua gedung pertemuan dimana saya sebutkan di atas, hanya Gedung Sriwijaya yang berani saya datangi. Soalnya, gedung satunya yang didepan tempat 'indekost' itu, pengelolanya, Pak Rahmad, kenal betul dengan saya. Sementara Gedung Sriwijaya, agak jauh dan saya memang sengaja tak mau mengenal pengelolanya! Ya itu tadi, agar tidak terdeteksi dan menimbulkan kecurigaan. Dan hanya pesta yang diadakan malam hari yang berani saya hadiri.

Pengalaman pertama hadir resepsi penikahan sebagai 'tamu tak diundang' masih agak canggung dan kurang percaya diri, setelahnya lancar-lancar saja. Dengan berkemeja batik, seperti lazimnya kita diterima para penerima tamu, sebelum mengisi buku tamu. Bersalam-salaman sejenak dengan sedikit menebar senyum dilanjutkan mengisi buku tamu. Saya tulis di buku daftar hadir, dikolom nama: Iwan, dan dikolom alamat: Klaten.

Disamping buku tamu, ada kotak dana. Tamu-tamu di depan saya hampir semuanya mengisi kotak dana itu dengan amplop berisi uang. Saya sendiri? Lha wong datang mau numpang makan malam, masak ngisi kotak dana! Berpikir kilat, dan saya menemukan jawabannya. Kepada nona-nona cantik yang berdiri di samping kotak dana dan buku daftar hadir, saya katakan,"Mohon maaf mbak. Sumbangan sudah saya berikan saat acara akad nikah mempelai!" Lantas oleh panitia diberi sebuah cinderamata.

Setelah melewati 'rintangan' panitia di meja daftar hadir dan kotak dana, jalan terbentang sudah terpampang di depan pelupuk mata. Mau salaman ngucapkan selamat kepada mempelai boleh, dan mau langsung santap hidangan yang tersedia pun boleh. Biasanya untuk 'menghormati' tuan rumah, saya bersalam-salaman dulu baru dilanjutkan santap malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun