Di tengah perkembangan industri kuliner, sebuah usaha bolen pisang yang berbasis di Kota Tulungagung berhasil menarik perhatian masyarakat. Usaha ini memanfaatkan bahan baku pisang dari pemasok lokal, yaitu petani setempat, yang tidak hanya menjamin kesegaran produk, tetapi juga mendukung perekonomian komunitas.
Meskipun usaha ini bersifat individual, pemiliknya membuka peluang kolaborasi dengan komunitas atau kelompok usaha kecil lainnya. Saat ini, usaha ini berlokasi di lapak yang terletak di Jalan Ahmad Yani Barat, Alun-Alun TT ke Barat, hingga perempatan 55. Dengan adanya usaha ini, tercipta lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, meskipun saat ini hanya memiliki dua karyawan tetap, satu di lapak dan satu di rumah. Untuk memenuhi pesanan dalam jumlah besar, pemilik tidak ragu untuk mengajak bantuan orang lain dalam proses pengemasan.
Usaha bolen pisang ini menerima pesanan dalam jumlah banyak, dengan ketentuan pengambilan di lapak. Untuk pesanan lebih dari 100 box, pengiriman dapat dilakukan dengan biaya ongkir, seperti yang terjadi baru-baru ini saat mengirim ke Campurdarat dengan ongkir sebesar Rp50.000. Namun, tantangan yang dihadapi adalah kenaikan harga bahan baku yang dapat mempengaruhi biaya produksi.
Awal mula bisnis ini dimulai dari percobaan membuat bolen pisang sendiri dan memberikan kepada orang tua. Setelah mendapatkan respon positif, pemilik berani menitipkan produknya di tempat jualan jajanan di Karangrejo dan Jalan 5 Bulanan, sebelum akhirnya membuka lapak di kota. Meskipun belum mendapatkan dukungan dari pemerintah atau pihak lain, usaha ini telah memiliki sertifikasi halal.
Dalam menentukan harga jual, pemilik berusaha agar tetap terjangkau bagi masyarakat, dengan harga box berisi 4 seharga Rp10.000, isi 6 Rp15.000, isi 8 Rp20.000, dan isi 10 Rp25.000. Terdapat lima varian rasa yang ditawarkan, yaitu nanas, keju, coklat, dan tape coklat. Modal awal yang dikeluarkan berkisar antara Rp50.000 hingga Rp100.000, dengan media pemasaran melalui Instagram, Facebook, TikTok, dan layanan pengiriman Grab Sindo.
Strategi pemasaran yang paling efektif adalah melalui media sosial dan kolaborasi dengan influencer kuliner. Meskipun menghadapi kendala cuaca dan kenaikan harga bahan baku, usaha ini tetap diminati, terutama untuk acara-acara seperti shalawatan, hajatan, dan nikahan. Pemesanan minimal 100 biji harus dilakukan H-3, sedangkan untuk 200 biji H-5 hingga H-6, dan pemesanan 50 biji dapat dilakukan H-1.
Setelah tiga tahun beroperasi, usaha ini berencana untuk memperluas cabang dan meningkatkan dampak pemberdayaan masyarakat. Teknologi produksi yang digunakan sudah modern, dengan mesin mixer untuk adonan. Untuk promosi, pemilik memanfaatkan akun TikTok dan bekerja sama dengan food blogger lokal.
Dalam menghadapi tantangan, pemilik menerapkan sistem pembayaran DP 50% untuk pesanan besar, sebagai pelajaran dari pengalaman sebelumnya. Rencana ke depan adalah mengembangkan variasi produk dengan bahan baku selain pisang, meskipun tetap menggunakan tepung. Dengan omset bulanan yang berkisar antara Rp3.000.000 hingga Rp5.500.000, usaha ini menunjukkan potensi yang menjanjikan di tengah persaingan industri kuliner.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H