....Beberapa tahun lalu, Indonesia dihebohkan dengan kabar "pergerakan perubahan sistem pemerintahan", yang mulanya dipimpin oleh bakal calon (presiden) dengan sistem demokrasi, akan diganti menjadi sistem khilafah, yang mana segala aturannya berdasar dari hukum Syariah.
Dilansir dari laman KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menilai, ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terbukti ingin mendirikan negara khilafah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bukti ini dijadikan salah satu pertimbangan hakim untuk menolak gugatan yang diajukan HTI terkait pembubaran ormas.
Menurut Hakim, hal itu terlihat dari bukti-bukti yang ditampilkan saat persidangan berlangsung.
Salah satu bukti yang dipertimbangkan majelis hakim ialah buku 'Struktur Negara Khilafah' yang diterbitkan HTI pada tahun 2005.
Menimbang bahwa buku 'Struktur Negara Khilafah' yang diterbitkan HTI 2005, penggugat memandang demokrasi adalah sistem kufur karena menjadikan kewenangan ada di tangan manusia bukan pada Allah. Dengan demikian, penggugat tidak menghendaki adanya pemilu," ucapnya. (7/5/2018).
Hal tersebut sedikit banyaknya cukup mencuri perhatian publik. Pro dan kontra pastinya dijumpai dalam berbagai konflik, Begitupun isu yang tak kalah menggemparkan ini.
Menurut kompasioner sendiri gimana nih? Setuju atau Tidak Indonesia menjadi Negeri Khilafah?
Sekarang ini, Penulis tidak akan fokus terhadap bahasan isu "Gerakan pergantian sistem" yang terjadi 3 tahun lalu.
Tapi ingin sedikitnya menjabarkan kembali atau menguak kembali tragedi yang lebih dulu terjadi. Musabab kenapa tidak sejak dulu saja sistem Islamisme ini ditegakkan di Nasion Indonesia.
Sebagian dari kita pasti kenal Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, anak asuh dari HOS Tjorkroaminoto (Salah satu Pemimpin dari ormas tertua di Indonesia yaitu Serikat Islam), Kawan karib dari Soekarno, dan Semaun, pemuda yang namanya masih didengungkan sampai saat ini karna kisah hidupnya yang tersorot media. Sehingga masih jadi bahasan hangat hingga sekarang.
Menurut kabarnya, ketiga pemuda yang fenomenal ini, walaupun terlahir dari asuhan Raja Jawa Tanpa Mahkota. Pola berfikir, cara pandang, dan tangkapan dari ajaran yang dituahkan memiliki metodenya tersendiri. Semua memang sama-sama memiliki niat persatuan, mensejahterakan yang membutuhkan, namun, yang sudah sejahtera ini baiknya diapakan?.
Soekarno sendiri  memiliki intuisi yang berdasarkan nasionalis, ia sadar bahwa nasion Indonesia lahir bukan hanya dari satu warna.
Begitupun Semaun, penuh sadar akan perbedaan tersebut, dan baginya ketidak samarataan itulah asal muasal ketimpangan yang terjadi dan akan terjadi kelak.
Dan bagaimana dengan Kartosuwirjo?