Mohon tunggu...
Dwi Haryanti
Dwi Haryanti Mohon Tunggu... Relawan - Bukan Pewayang

Tulislah apa yang bisa kau tulis, Kerjakan apa yang bisa kau kerjakan, yang penting mah seneng.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ubah Mode Fast Fashion Menjadi Eco-Fashion

8 Januari 2021   05:36 Diperbarui: 8 Januari 2021   05:55 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan World Clean up Day di Kabupaten Pandeglang

Berbicara mengenai fashion, pastinya ga akan ada ujungnya. Karena, secara sadar kepesatan fashion kini bisa saja disetarakan dengan teknologi zaman. Fashion bukan lagi alat ukur sosial, sebab semua mode gaya bisa dirasakan bahkan bagi kalangan strata bawah.

Tapi, Sebelumnya pada tau ga sih, kalau fashion yang suka kita pakai ada kaitan eratnya dengan lingkungan.

Dilasir dari BBC News Indonesia, Fashion adalah industri penghasil polusi kedua terbesar di dunia yang juga menghasilkan limbah dalam jumlah masif.

Fashion yang dimaksud sebagai salah satu sumber pencemaran ialah fast fashion, atau yang dapat kita ketahui sebagai produk fashion yang cenderung pada kuantitas. 

Dalam situs Investopedia, fast fashion didefinisikan sebagai fenomena dalam industri fashion, dimana proses produksi dipercepat untuk menghadirkan tren berbusana yang terjangkau di pasar. Siklus fashion diputar lebih cepat oleh banyak pelaku industri busana, dengan memberikan inovasi-inovasi kepada designer, sehingga hasrat berbelanja para penggila fashion disetir, demi meraup keuntungan sebanyak mungkin.

Tak aneh karena hal tersebut, menyebabkan isu-isu sosial lingkungan kini sering kali dilupakan pada kebanyakan perindustrian, industri pengolah tekstil salah satunya.

Riset dari Ellen MacArthur Foundation yang berjudul A New Textiles Economy : Redesigning fashion's future,  menunjukkan bahwa setiap tahun industri tekstil menghasilkan 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca. Jumlah ini lebih besar dibanding gabungan semua penerbangan dan pelayaran internasional.

Proses pengolahan tekstil sebagian besar juga masih bergantung pada sumber daya tidak terbarukan (non- renewable resources). Menurut penelitian, sekitar 60% pakaian di seluruh dunia masih menggunakan serat sintetis, bahan yang sulit terurai dalam proses produksinya. Produksi dari kain sintetis yang digunakan juga melepaskan gas dinitrogen oksida yang 310 kali lipat lebih kuat dibandingkan karbondioksida, serta bahan baku alamnya-pun juga menggunakan minyak.

Kemudian, dampak negatif bagi lingkungan dalam industri pengolahan pakaian, ialah pada pupuk kimia yang digunakan sebagai upaya penyuburan tanaman kapas, yang sangat bergantung pada penggunaan pestisida. Sehingga, dapat meracuni air tanah dan menyebabkan polusi pada perairan.

Tak hanya polusi, proses pengolahan tekstil (termasuk penanaman kapas) dikabarkan menghabiskan sekitar 93 miliar meter kubik air setiap tahunnya. Efeknya, timbul kesulitan air bersih di beberapa wilayah.

Terlepas dari dampak negatif limbah tekstil yang berpengaruh sangat buruk bagi lingkungan, per-industri-an fast fashion-pun dikabarkan tidak memperhatikan kesejahteraan pekerjanya. Mengingat tingginya permintaan membuat retail fashion yang terus berkembang pesat, sehingga pada akhirnya industri tekstil melakukan perluasan ke negara-negara berkembang untuk mencari tenaga kerja berbayaran rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun