Mohon tunggu...
Dwi Rahayu
Dwi Rahayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan dalam Bingkai Kapitalis vs Islam

22 Maret 2018   09:11 Diperbarui: 22 Maret 2018   09:55 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah gak berpikir 'kenapa bintang iklan kebanyakan perempuan?' kalo kita amati iklan-iklan di TV, hampir mayoritas melibatkan perempuan. Mulai dari iklan makanan ringan, sabun mandi (ini mah sudah pasti), shampoo, obat, minuman, perlengkapan rumah tangga, barang-barang elektronik, mobil, motor, handphone, hingga jet pum, semuanya melibatkan makhluk bernama perempuan.

Entah produk yang diiklankan tersebut ada kaitannya dengan perempuan ataupun tidak, perempuan selalu menjadi 'icon' dalam mempromosikan produknya agar cepat laku. Tidak hanya iklan, bahkan dalam balab motor atau mobil ada yang disebut dengan istilah 'umbrella', yaitu seorang perempuan yang bertugas membawa payung untung menaungi pembalab tersebut. Pun demikian halnya denganolah raga mewah bernama golf.

Kenapa Harus Perempuan

Perempuan adalah sosok yang menarik dan selalu ada daya pikat yang melekat pada diri seorang perempuan. Hal inilah yang dilirik oleh perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan daya jual produk yang diiklankan. Biasanya untuk menjadi bintang iklan, tidak semudah yang dibayangkan. Karena ada syarat-syarat khusus untuk bisa lolos menjadi bintang iklan. Mayoritas syarat tersebut adalah dilihat dari sisi fisik yang menarik.

Hal ini tidak terlepas dari paham kapitalis yang menjadikan materi sebagai tolok ukur kehidupan. Jika dengan menggunakan perempuan, produknya bisa terjuaal lebih banyak maka ini akan dilakukan. Tidak peduli jika mereka harus mengeksploitasi tubuh perempuan asal dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Kapitlis juga memandang bahwa perempuan tidak lebih dari sekedar alat untuk memuaskan nafsu keserakahan mereka dalam segala bidang. Terlebih bidang ekonomi.

Dengan dalih memberikan lapangan pekerjaan pada perempuan, maka kapitalis ini justru menjerumuskan perempuan pada jurang kemaksiatan. Mengumbar aurat dengan menggunakan pakaian seksi, berlenggak lenggok dan beraksi se-seksi mungkin di depan kamera yang notabene akan dilihat oleh banyak pasang mata.

Uang sebagai jaminan atas apa yang dilakukannya, tanpa memandang apakah perbuatan tersebut dosa atau tidak. asal dapat uang, segala kebutuhan tercukupi, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Bahkan dia rela menggadaikan imannya demi uang.

Kapitalis telah berhasil mendidik kaum perempuan menjadi hamba uang. Kapitalis telah sukses mendidik perempuan menjadi liberal, permisif dan hedonis. Sehingga kaum perempuan ini rela meninggalkan anak-anaknya berjam-jam bahkan berhari-hari demi mendapatkan 'posisi terhormat' ala kapitalis.

Menjadi wanita karir seolah menjadi tuntutan utama bagi perempuan, meski sebenarnya para suami sudah mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya. Namun gaya hidup materialistis menjadikannya tetap mengambil peran diluar dengan mengabaikan tugas utamanya sebagai istri dan Ibu bagi anak-anaknya.

Pandangan Islam Terhadap Perempuan

Cara Islam memperlakukan perempuan berbeda dengan cara kapitalis yang memandang perempuan sebagai alat penghasil uang. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang wajib dilindungi dan dimuliakan. Islam melindungi kaum perempuan dari kehancuran dan pedihnya siksa api neraka. Yaitu dengan cara mengembalikan peran perempuan kepada fitrahnya. Dimana fitrah perempuan adalah sebagai ummun wa rabbatul bait, Ibu dan pengatur rumah tangga.

Mengembalikan peran perempuan dalam mendidik anak-anaknya agar dapat mencetak generasi yang cerdas dan sholeh. Gelar sarjana atau Pendidikan tinggi yang diraih perempuan bukan untuk mendapatkan pekerjaan, melainkan untuk modal mendidik anak-anaknya agar menjadi genersi yang unggul sebagaimana Ibunda para Ulama terdahulu.

Terkait dengan nafkah, perempuan sudah ditanggung oleh suaminya. Jika tidak ada karena sudah meninggal, maka menjadi tanggungan Ayahnya, jika tidak ada menjadi tanggungan saudara laki-lakinya, dan jika tidak ada menjadi tanggungan anak laki-lakinya yang sudah baligh. Dan jika tidak ada lagi, maka negara yang wajib menanggungnya.

Meski demikian, Islam sama sekali tidak melarang perempuan bekerja. Hukumnya tetap mubah. Hanya saja kemubahan ini tetap harus memperhatikan tugas dan tanggung jawab utamanya sebagai Istri dan Ibu. Jika suami mengijinkan istri bekerja dengan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai Ibu sekaligus pengemban dakwah, maka istri boleh mengambil peran itu. Dengan catatan tidak melanggar hokum syara'.

Tetap menutup aurat dengan sempurna, meminimalisir interaksi dengan lawan jenis, dan tidak mengambil waktu malam hari atau melebihi waktunya di rumah.Tetap saja kewajiban sebagai al-ummu wa rabbatul bait tidak boleh terabaikan.

Bukti bahwa Islam memuliakan perempuan adalah, ketika zaman Rasul ada seorang perempuan yang dilecehkan oleh Yahudi dengan cara menyingkap jilbabnya sehingga terlihat aurat dari perempuan tersebut. Kemudian perempuan tersebut berteriak dan di dengar oleh seorang mulim yang lewat. Akhirnya terjadilah perkelahian yang menyebabkan terbunuhnya Yahudi tersebut. Hal itu terdengar oleh Rasulullah dan Rasulullah mengusir seluruh kelompok Yahudi yang ada di wilayah Daulah.  

Ada sebuah hadist yang yang bisa menguatkan untuk tidak mengambil pekerjaan sebagai bintang iklan, terutama dalam system kapitalis. Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda,

"Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: pertama suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk emukul manusia dan kedua para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Padahal bau surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian." (HR. Muslim no 2128)

So, campakkan kapitalisme dan kembali kepada Islam. Niscaya akan selamat di dunia dan akherat. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun