Mohon tunggu...
Dwi Elyono
Dwi Elyono Mohon Tunggu... Freelancer - Penerjemah

Suka menjaga Lawu Email: dwi.elyono@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ganjar, Prabowo, Khofifah - Alas Ketonggo, Mojopahit, Mataram

20 April 2023   23:49 Diperbarui: 21 April 2023   00:54 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nyapo Jakarta dipindah. Wis apik-apik kok dipindah. Lha terus bangunan pemerintah yang gede-gede itu buat apa?"

"Dari dulu selalu begitu, Mbah, polanya. Ken Arok setelah menghancurkan Kediri, memindahkan ibukota ke Singosari. Jauh sebelum itu, Mpu Sindok memindahkan ibukota Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kemudian Mojopahit pindah ibukota dari Tarik ke Trowulan. Raden Patah menghancurkan Mojopahit, kemudian mendirikan kerajaan baru di Demak, jauh ke arah lor kulon dari Trowulan. Itulah sebabnya masih ada orang-orang dari Trowulan hingga Mediunan yang melarang anak-anak perempuannya menikah dengan anak laki-laki yang berasal dari lor kulon."

"Jangan asal ngomong. Jare Mbahmu?"

"Sultan Agung itu, kurang apa indahnya Kotagede, kok mendirikan ibukota baru di Kerta? Rupanya dia itu raja anti warisan - tidak mau begitu saja mewarisi kota yang dibangun dengan susah payah oleh ayahnya. Kemandirian dan kekerasan hati Sultan Agung semakin mencuat saat menyerang Belanda keparat di Batavia itu."

"Jadi Batavia itu, dulu diserang Sultan Agung, sekarang ditinggalkan Jokowi."

"Iya itulah, Sultan Agung sama Jokowi memang gatuk. Sama-sama gak suka dengan milik atau tinggalan penjajah. Setelah Sultan Agung wafat, yang nerusin Amangkurat. Dia itu juga mindah ibukota. Ke Pleret! Ndilala si Amangkurat ini kurang sip perilakunya hingga banyak yang nentang, terutama Pangeran Trunojoyo yang didukung Ki Ageng Kajoran. Hancur lebur itu Pleret diserbu pasukan Trunojoyo dan Ki Ageng Kajoran.

"Luar biasa Trunojoyo sama Ki Ageng Kajoran. Sangat luar biasa. Aku hormat, salut sama kedua pahlawan ini."

"Lha kemudian, penerusnya Amangkurat mindah ibukota ke Kartosuro! Kemudian, Kartosuro hancur lebur juga. Terus pindah lagi. Ke Solo!"

"Lho tempatnya Mas Gibran itu."

"Yo, nggene Mas Gibran. Nek nggenmu neng Alas Ketonggo kene, Mbah. Lha kalau dulu penguasa Mataram Kotagede, Sultan Agung, menggempur Batavia untuk merebutnya dari Belanda jiangkrik keparat itu, sekarang mantan penguasa Mataram Solo, Jokowi, berjuang memindahkan ibukota Nuswantoro dari Batavia atau Jakarta, yang bekas ibukota penjajah Belanda geblek itu, ke Nusantara di Kalimantan."

"Sultan Agung itu dari Mataram Kotagede. Jokowi itu dari Mataram Solo."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun