Tiga tahun lalu saya menyampaikan gagasan pengembangan wisata kota di Kota Madiun berbasis jalur pedestrian atau trotoar. Gagasan tersebut saya tuangkan dalam tulisan Kompasiana berjudul "Pengembangan Wisata Kota di Madiun Berbasis Jalur Pedestrian" (berikut linknya).
Dalam artikel tersebut saya konsepkan revitalisasi trotoar di beberapa jalan Kota Madiun. Revitalisasi yang saya sampaikan mencakup pelebaran trotoar menjadi 6 meter, pembangunan 'square' atau 'plaza' / tempat terbuka / taman yang menarik untuk tempat bersantai, dan penempatan beberapa kios kecil di titik-titik strategis.
Ruas jalan yang saya pikir cocok direvitalisasi adalah ruas Jl. Pahlawan dari depan Gereja Katolik Santa Maria sampai perempatan Tugu (Tugu), ruas Jl Panglima Sudirman dari Tugu sampai pertigaan di sebelah timur Pasar besar, ruas Jl. Cokroaminoto dari Tugu sampai perempatan di sebelah selatan Kelenteng, dan ruas Jl. Kolonel Mahardi dari Taman Bantaran Kali Madiun, melewati sisi selatan Alun-Alun, sampai Tugu.
Di akhir artikel, saya tuliskan harapan sekaligus tantangan, "Akankah ada walikota Madiun yang berani mengembangkan wisata kota berbasis jalur pedestrian ini?" Ternyata ada yang berani. Beliau adalah Bapak Maidi, yang sekarang menjabat sebagai walikota Madiun. Salut buat Bapak Maidi, yang berani tampil beda, merevolusi Kota Madiun menjadi jauh lebih indah dan nyaman. Beliau merombak, mempercantik trotoar di Jl. Pahlawan dari depan Bank Mandiri sampai pertigaan di selatan Balai Kota, menjadi mirip trotoar Malioboro.
Sekarang warga Madiun Raya (Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo) tidak perlu jauh-jauh ke Jogja untuk merasakan asyik dan nyamannya berjalan-jalan di Malioboro. Mereka cukup datang ke Madiun untuk merasakan Malioboro.
Bapak Maidi menyampaikan bahwa revitalisasi trotoar juga akan dilakukan di ruas Jl. Pahlawan dari depan Stasiun Madiun sampai depan Bank Mandiri, menyambung dengan trotoar yang telah direvitalisasi, dan berlanjut sampai ke perempatan Tugu. Bila rencana ini terwujud, pengunjung yang turun dari kereta di Stasiun Madiun bisa berjalan-jalan menikmati indahnya trotoar dan Kota Madiun dan berwisata belanja, karena di sepanjang Jl. Pahlawan berderet gedung-gedung indah berarsitektur kolonial dan mal-mal besar.
Revitalisasi yang telah dilakukan pada trotoar Jl. Pahlawan di wilayah Balai Kota dan rencana revitalisasi trotoar lanjutan pada seluruh ruas Jl. Pahlawan mulai dari depan Stasiun Madiun sampai Tugu adalah langkah brilian, yang berdampak sangat positif bagi pariwisata dan perekonomian Kota Madiun.
Saya pikir pe-malioboro-an trotoar di Kota Madiun bisa menjadi makin luar biasa dampaknya apabila diteruskan sampai ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi pariwisata dan ekonomi yang besar. Saya pikir revitalisasi trotoar bisa diteruskan ke Jl. Diponegoro (melalui Jl. Dr. Sutomo), Jl. Panglima Sudirman, Jl. Cokroaminoto, dan Jl. Kolonel Mahardi.
Mengapa Jl. Diponegoro? Karena Jl. Diponegoro adalah pusat kulinernya Madiun. Hidangan tradisional sampai modern, jajanan tradisional sampai milenial, semuanya ada di sini. Trotoar sisi timur di Jl. Dr. Sutomo dari depan Stasiun Madiun sampai perempatan Jl. Dr. Sutomo -- Jl. R.A. Kartini -- Jl. Diponegoro dan trotoar sisi selatan di Jl. Diponegoro bisa di-malioboro-kan karena sebagian besar warung dan restoran berderet di selatan jalan, apalagi di tengah-tengahnya ada kompleks bungker peninggalan Belanda.
Di sebelah selatan kompleks bungker, ada Taman Trembesi, sebuah hutan kota yang sangat teduh dan eksotis. Perlu dibuatkan jalan tembus buat pejalan kaki dari Jl. Diponegoro ke Taman Trembesi, melintasi kompleks bunker. Dengan penataan ini, di wilayah Jl. Diponegoro bisa terwujud perpaduan menarik antara wisata kuliner, wisata sejarah, dan wisata alam.
Mengapa Jl. Panglima Sudirman? Karena Jl. Panglima Sudirman merupakan salah satu pusat wisata belanja di Madiun. Di wilayah ini ada Pasar Besar Madiun dan deretan toko yang menyediakan berbagai kebutuhan. Trotoar sisi selatan di Jl. Panglima Sudirman dari Tugu sampai pertigaan sebelah timur Pasar Besar bisa direvitalisasi, karena Pasar Besar Madiun, yang menjadi landmark utama, terletak di selatan jalan.
Mengapa Jl. Cokroaminoto? Karena di jalan ini ada sebuah kelenteng besar yang berarsitektur menarik. Juga berderet warung-warung makan, yang salah satunya adalah Depot Nasi Pecel 99 yang sangat terkenal, yang sering dikunjungi para pejabat, termasuk beberapa menteri. Bahkan Presiden SBY pernah dua kali berkunjung ke warung Sego Pecel Madiun yang legendaris tersebut. Sebagian wilayah Jl. Cokroaminoto adalah bagian dari Pecinan (Kota Tionghoa) di Madiun.
Di ujung selatan Jl. Cokroaminoto ada Pasar Sleko, salah satu pasar terkenal di Madiun. Trotoar sisi timur di Jl. Cokroaminoto bisa direvitalisasi mengingat Kelenteng dan warung-warung kuliner ada di timur jalan. Dengan me-malioboro-kan Jl. Cokroaminoto, kita bisa menonjolkan wisata religi, budaya, kuliner, dan belanja di wilayah ini.
Mengapa Jl. Kolonel Mahardi? Karena di wilayah inilah Alun-Alun Madiun berada. Di sini juga ada kratonnya Madiun, yaitu Pendopo Kabupaten Madiun. Ibaratnya Stasiun Madiun itu Stasiun Tugu Jogja dan Jl. Pahlawan Madiun itu Jl. Malioboro Jogja, maka Pendopo Madiun itu Kraton Jogja. Di ujung barat Jl. Kolonel Mahardi ada Taman Bantaran Kali Madiun. Di utara taman ini ada sirkuit balap motor. Seperti di semua alun-alun di Indonesia, di sisi barat Alun-Alun Madiun berdiri Masjid Jami Madiun, yang walaupun sudah direnovasi menjadi masjid modern, bagian kunonya, yang ada di sisi barat, tetap dilestarikan. Dalam bagian kuno ini, kita bisa menyaksikan kontsruksi tiang dan polangan kayu jatinya yang indah malang melintang.
Di sepanjang Jl. Kol. Mahardi kita juga bisa berbelanja di toko-tokonya yang berjajar dari Taman Bantaran Kali sampai perempatan Tugu. Trotoar sisi utara di Jl. Kolonel Mahardi bisa direvitalisasi, karena Alun-Alun Madiun, Masjid Jami, dan objek-objek menarik lainnya berada di utara jalan. Pe-malioboro-an Jl. Kolonel Mahardi memperkuat wisata budaya, religi, dan belanja yang ada di wilayah tersebut.
Di setiap wilayah yang direvitalisasi, perlu dibangun sebuah 'square' atau 'plaza' / taman / tempat terbuka yang menjadi pusat keindahan wilayah dan tempat pengunjung bersantai dan menikmati keindahan kota.
Di wilayah Malioboro Jogja, salah satu plazanya adalah Plaza Titik Nol di depan Benteng Vredeburg. Satu plaza telah dibangun oleh pemerintah Kota Madiun, yaitu plaza di depan Balai Kota di Jl. Pahlawan. Sebuah plaza lagi akan dibangun oleh pemerintah Kota Madiun di samping Mal Matahari, juga di Jl. Pahlawan. Idealnya, sesuai dengan yang saya konsepkan di atas, plaza-plaza lainnya perlu dibangun persis di depan Stasiun Madiun (untuk wilayah Stasiun Madiun), di depan kompleks bungker Belanda (untuk wilayah Jl. Diponegoro), di pertigaan depan Pasar Sepor dan Polresta Madiun (untuk wilayah Jl Pahlawan utara), dan di perempatan Tugu.
Di wilayah Jl. Kolonel Mahardi, karena sudah ada dua plaza besar, yaitu Alun-Alun Madiun dan Taman Bantaran Kali Madiun, tentu saja tidak perlu dibangun plaza lagi di situ. Cukup Alun-Alun dan Taman Bantaran Kali itu saja yang ditata-ulang dan dipercantik.
Lebar trotoar di Jl. Malioboro Jogja adalah 6 meter. Lebar trotoar yang telah direvitalisasi di wilayah Balai Kota Madiun adalah 4,5 meter. Alangkah lebih bagusnya apabila, untuk revitalisasi lanjutan, lebar trotoarnya bisa disamakan dengan lebar trotoar Malioboro, yaitu 6 meter. Wisata jalan kaki yang berkualitas membutuhkan kenyamanan prima. Trotoar yang benar-benar lebar adalah salah satu kunci bagi kenyamanan berjalan kaki.
Kios-kios kecil untuk menjual makanan dan minuman ringan dan souvenir bisa ditempatkan di beberapa titik strategis. Bentuk, jumlah, dan lokasi kios harus dirancang sedemikian rupa sehingga keberadaannya bisa memenuhi kebutuhan pengunjung sekaligus mempercantik trotoar yang direvitalisasi. Kios-kios yang ada di sekeliling Alun-Alun Madiun sekarang terkesan tidak terkonsep dengan baik. Kios-kios yang terlihat berjubel tersebut justru mengurangi keindahan Alun-Alun -- justru membuat Alun-Alun menjadi seperti pasar, bukan taman utama kota.
Tempat parkir utama bisa dibangun di sekitar Taman Bantaran Kali Madiun dan Sirkuit Balap. Pengunjung setelah memarkirkan kendaraannya di sini, bisa berjalan kaki dari ujung barat Jl. Kolonel Mahardi atau langsung menelusuri perkampungan kuno di sekitar Pendopo Kabupaten Madiun, tembus ke Alun-Alun Madiun. (Di perkampungan kuno tersebut, kita bisa menikmati Dawet Suronatan yang terkenal itu, Tahu Telur Panggung Pojok Alun-Alun, dan Gado-Gado Gang Masjid.) Jadi pengunjung yang naik kereta, bisa memulai wisata jalan kaki dari ujung utara, dari Stasiun Madiun. Pengunjung yang naik kendaraan, bisa mulai menelusuri kota dari ujung selatan-barat, dari tempat parkir utama di wilayah Bantaran Kali.
Seandainya Bapak Maidi meneruskan revitalisasi trotoar dari wilayah Jl. Pahlawan sampai ke pusat kuliner Jl. Diponegoro, wilayah belanja Jl. Panglima Sudirman Pasar Besar, wilayah Pecinan Jl. Cokroaminoto, dan wilayah Alun-Alun Jl. Kolonel Mahardi, Kota Madiun akan menjadi surga baru bagi pejalan kaki, melengkapi surga-surga pejalan kaki yang telah ada, seperti kawasan Malioboro di Jogja dan Tunjungan di Surabaya.
Selamat bekerja, Pak Maidi. Salam dari seorang warga Ngawi yang menyukai arsitektur dan tata kota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H