Mohon tunggu...
Dwi Aroem Hadiatie
Dwi Aroem Hadiatie Mohon Tunggu... -

I am just a woman.. Strong one, I hope.. So, please help me God! Bismillah...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Drama Politik Kenaikan Harga LPG 12kg

7 Januari 2014   15:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal tahun 2014 ini, tepatnya 1 Januari 2014, kita dikejutkan dengan berita tentang kenaikan harga LPG 12kg yang diumumkan oleh Pertamina. Kenaikan harga LPG 12 kg tersebut dari semula berharga Rp.5850/kg menjadi Rp.9809/kg, sehingga harga pokok dari Pertamina naik dari Rp.70.200/tabung menjadi Rp.117.708. Naik sebesar Rp. 47.508 atau 67,7%. Kenaikan ini adalah akibat dari pengalihan beban distribusi kepada konsumen. Yang lebih menyakitkan lagi adalah, di saat kenaikan harga yang sangat tinggi terhadap LPG 12kg, produk LPG 3kg bersubsidi, program konversi Pemerintah justru sangat langka di pasaran. Entah tertimbun atau memang habis karena over demanded akibat kenaikan harga LPG 12kg yang tinggi itu. Ini yang sepertinya tidak terantisipasi dengan baik oleh Pertamina sebagai badan usaha pelaksana, sebagai akibat dari kebijakan mereka sendiri.

Kebijakan ini sangat memberatkan warga, khususnya masyarakat kelas menengah dan bawah yang disinyalir sebagai pengguna terbesar LPG 12 kg. Kenaikan itu juga akan menambah lebarnya kesenjangan pendapatan antara si kaya dan si miskin. Belum lagi sekarang ini, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kenaikan harga LPG 12 kg tersebut sudah bergerak liar. Bahkan harganya lebih tinggi dari yang ditetapkan Pertamina. Bukan hanya Rp 117.708 ribu per tabung, tetapi bahkan sudah ada yang dijual pada kisaran Rp 140 ribu per tabung. Ya, walaupun memang terkait dengan biaya distribusi yang berbeda-beda untuk pengiriman ke setiap wilayah di Indonesia, namun hal ini haruslah menjadi pertimbangan dan perhitungan sendiri. Apalagi, semakin jauh sebuah wilayah dari pusat Negara, yaitu Jakarta, tidaklah semakin sejahtera masyarakatnya, namun justru sebaliknya. Sehingga hal ini semakin memberatkan rakyat di daerah-daerah yang jauh dari Pusat Ekonomi negeri ini. Dengan pertimbangan dan kondisi tersebut, tidak terlihat pelaksanaan dari janji pengawasan dan penindakan yang disampaikan Pertamina dan Pemerintah. Kemudain, kenaikan harga ini juga sangat berpotensi menimbulkan gejolak ekonomi karena akan memicu kenaikan harga dan juga rendahnya daya beli. Di saat yang sama, mengutip Bang Harry azhar Azis, kita menghadapi ancaman inflasi 2014 yang diperkirakan mencapai 8,4% juga sudah di depan mata. Alasan Pertamina menaikkan sepihak harga LPG 12kg ini adalah karena LPG 12kg adalah bisnis non subsidi (Public Service Obligation/PSO), di mana pertamina merasa berhak untuk mengalihkan beban biaya distribusi kepada konsumen dengan menaikkan harga secara sepihak. Namun yang seolah dilupakan adalah bahwa berdasarkan putusan MK, harga BBM tidak lagi menjadi kewenangan pelaku usaha termasuk Pertamina. Pola dan penetapan harga LPG, sebagaimana bahan bakar minyak dan gas lainnya, tunduk pada UU No 22 tahun 2001, tentang minyak dan gas bumi (UU Migas) sebagaimana diubah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang menyatakan tidak mengikat pasal 28 UU Migas ini. Pasal 28 UU Migas yang dianulir oleh putusan MK itu semula menentukan bahwa: “(2) harga BBM/gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar “. Lalu MK dalam putusannya menyatakan tidak mengikat pasal ini dan menetapkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak seperti BBM dan gas bumi. Putusan itu tidak bisa memiliki penafsiran lain kecuali bahwa Pertamina harus melibatkan Pemerintah dan mendapatkan persetujuan untuk penetapan harga dan tidak bisa hanya berdalih mengikuti harga pasar dan mengkambinghitamkan kerugian usaha yang harus ditutupi. Jadi bisa dikatakan bahwa tindakan Pertamina yang telah menaikkan harga LPG 12kg ini merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan, dan karena dilakukan oleh pelaku usaha yg memiliki kekuatan pasar penjualan LPG di atas 50%. Dengan besaran harga yang diduga diskrikiminatif termasuk dugaan penahanan suplai LPG 3kg sehingga mengkondisikan konsumen hanya bisa membeli LPG 12 kg, maka perilaku ini berpotensi melanggar pasal 17 tentang praktek monopoli oleh perusahaan yg berposisi monopoli dan pasal 19 jo pasal 25 UU No 5 tahun 1999 tentang penyalahgunaan posisi dominan. Yang lebih menarik untuk diamati adalah situasi politik akibat tindakan Pertamina ini. Seperti misalnya alasan Pemerintah saat pengumuman kenaikan harga tersebut baru saja dilakukan Pertamina seperti yang diungkapkan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahwa pemerintah tidak bisa mengintervensi Pertamina karena gas yang dinaikkan harga tersebut tidak bersubsidi. Pernyataan ini “asal nyablak” karena seolah-olah Menko Perekonomian tidak mengetahui aturan terbaru terkait dengan kebijakan penjualan migas yang diputuskan oleh MK. Lalu status Pertamina sebagai BUMN, di mana 100% sahamnya dimiliki pemerintah. Hal ini sebetulnya memberikan kewenangan penuh pada pemerintah untuk mengatur dan melakukan intervensi langsung jika memang berniat sejak semula untuk merevisi kebijakan tersebut. Kemudian bagaimana DPP Partai Demokrat juga mengeluarkan rilis resmi mendesak Pertamina agar merevisi kenaikan harga tersebut. Media rilis yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono, mengatakan bahwa kebijakan menaikkan harga LPG 12kg ini adalah kebijakan korporat Pertamina dan dia juga yakin bahwa rencana kenaikan harga elpiji ini tidak dilaporkan kepada Presiden. Mungkin benar bahwa ini adalah kebijakan korporat dan tidak dilaporkan kepada presiden. Namun, jika saja dia paham akan perkembangan aturan yang mengatur tentang penetapan harga produk migas, mereka tidak perlu melakukan hal yang seolah-olah menunjukkan ketidaktahuannya tentang itu. DPP Partai Demokrat tinggal berkonsultasi saja dengan Presiden RI, yang juga merupakan Ketua Umum Partainya dan Menteri ESDM, Jero Wacik, yang juga salah satu petinggi partai untuk segera mengambil kebijakan untuk mengintervensi kebijakan Pertamina tersebut. Namun memang, hal-hal seperti ini lebih penting untuk diekploitisir untuk pencitraan, seolah-olah Partai Demokrat menjadi pahlawan dengan mengeluarkan penolakan tersebut. Ya, 2014 memang tahun politik. Dan setiap pelaku dunia politik sah-sah saja memanfaatkan momen untuk mendapatkan simpati dari rakyat yang notabene adalah calon pemilih pada setiap kontestasi politik. Namun begitu, agak kurang elegan jika untuk melakukan hal tersebut, mereka mempertontonkan ketidaktahuan mereka tentang hal yang sedang mereka perhatikan dengan serius, menolak dan protes keras. Dan jika ditelaah lebih lanjut, sebagai partai yang berkuasa saat ini, seharusnya mereka bisa melakukan politik pencitraan yang lebih elegan, yaitu dengan melakukan kerja-kerja konkrit dan mendukung setiap kebijakan Pemerintah yang berkuasa agar benar-benar dapat dirasakan oleh rakyat. Bukan melakukan manuver yang justru mempertontonkan ketidakmengertian terhadap persoalan kepada publik. Dan ini sebetulnya mempermalukan diri sendiri. Jadi, manuver-manuver politik yang dilakukan di tahun politik ini seharusnya bisa benar-benar dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku politik untuk berbuat yang lebih bermanfaat dan benar-benar bisa dirasakan oleh rakyat untuk menarik simpati mereka menjadi pemilih. Bukan justru membuat manuver-manuver politik yang merugikan rakyat hanya demi pencitraan dan kepentingan politik semata dan terus menganggap bahwa rakyat Indonesia senantiasa diliputi oleh kebodohan. Mereka yang melakukan itu salah. Bahwa Rakyat Indonesia sudah semakin cerdas dan rasional dalam memberikan pilihan dan keputusan dukungan politik mereka. Ini harus dijaga dan dipertahankan dengan memberikan dan menawarkan gagasan-gagasan cerdas, memberikan solusi dan kegiatan-kegiatan konkrit berkesinambungan bagi rakyat. Yang dibutuhkan rakyat adalah solusi, bukan pembodohan baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun