Orang bilang mimpi itu hanyalah bunga tidur dan juga beranggapan tidak ada makna yang kita dapat dari sebuah mimpi. Awalnya Arumi percaya dengan semua itu. Tapi, Akhir -- Akhir ini rasanya sedikit aneh mengenai mimpi. Mimpi itu terus berulang dan semakin jelas saja kilasan-kilasannya.Â
Bermimpi bertemu orang yang sama berkali - kali bisa mewakili perasaan kita pada orang tersebut, baik itu kasih sayang, kekaguman atau bahkan emosi negatif seperti marah atau cemburu. Mimpi dapat mencerminkan perasaan kita pada orang tersebut.
Arumi tidak mengenal wanita itu, tapi wajahnya tampak familiar. Ia tersenyum menatap kepada Dika yang sedang bermain dengan dua orang anak laki -- laki kembar yang berlari  kesana kemari. Mimpi itu sangat menghantui dan tampak sekali seolah-olah itu nyata.Â
Bagaimana mungkin  Arumi bisa bermimpi suaminya bersama dengan wanita lain dengan dua anak kecil lucu bersama mereka? Harusnya Arumi kan yang berada disana? Bukan wanita itu! Tuhan, melihat ini sungguh sangat menyakitkan. Tak cukupkah engkau memberi Arumi kecacatan dengan tidak bisa memiliki keturunan? Dunia nyata sudah cukup menguras tenaga dan air mata. Lalu, sekarang di alam bawah sadarpun aku masih penuh dengan ujian? Seberapa hebat hadiah yang akan engkau siapkan untuk Arumi di masa depan?
Dada Arumi terasa begitu  sesak tiap mengingat mimpi itu. Terlalu menganggu! Lingkaran hitam bawah matanya bahkan sudah tampak sekali sangat mengerikan. Tubuhnya berangsur -- angsur menjadi kurus.Â
Bagaimana tidak kurus, setiap kali selalu terbayang kilasan mimpi itu! Tidurpun Arumi semakin ketakutan. Setiap kali memejamkan mata, Mimpi Wanita itu datang kembali mengancurkan istirahatnya.Â
Sangat terganggu hingga terbersit sebuah pemikiran, bahwa mungkin saja  wanita itu akan mengambil peranan penting dalam perjalanan hidupnya? Tampak menyakitkan sekaligus membuat penasaran.Â
Ini baru dua bulan Tuhan mengujinya dengan sangat kejam dengan kecelakaan yang membuatnya kehilangan segalanya bagi perempuan. Pagi yang cerah hari itu, menjadi sangat kelam dan menorehkan catatan penting dalam garis kehidupan Arumi.
Seperti biasanya, Arumi berangkat dengan motor beat kesayangannya untuk mengajar di salah satu sekolah SMP di kotanya yang hanya berjarak sepuluh menit dari rumah. Hari -- harinya yang biasa sebagai seorang guru Bahasa Indonesia.
Kejadian itu begitu cepat, Arumi tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Yang Arumi ingat, ia sudah berada dirumah sakit dengan infus yang menancap ditangannya. Matanya sangat berat, tidak mampu membuka. Samar ia mendengar Dokter berbicara dengan Dika, Suaminya
"Pak Dika, Sebelumnya saya minta maaf, Sebagai Dokter saya ingin menyampaikan kabar buruk tentang istri anda" Dokter itu mengatakannya dengan suara yang sarat akan keprihatinan.Â
Hati Arumi sangat gelisah mendengarnya. Ada apa sebenarnya dengan dirinya? Tubuhnya tak mampu membuka mata dan tak mampu juga bergerak. Tapi ia masih sadar untuk mendengar suara. Apakah mungkin Arumi lumpuh?Â
"Kabar buruk apa itu Dokter? Istri saya tidak apa -- apa kan dok?" suara serak Dika yang terdengar sangat menyedihkan.Â
"Kami harus segera mengoperasi istri anda, karena ada pendarahan cukup hebat di perut istri anda. Kabar buruknya, kami akan mengangkat rahim istri anda. Rahimnya rusak karena benturan yang cukup keras." Dokter itu menjelaskan perlahan dan hati --hati.Â
Runtuh sudah dunia Arumi dalam sekejap. Belum matipun ia  akan hidup dalam neraka! Wanita tanpa Rahim bisa dibayangkan bagaimana rasanya?
Membayangkannya saja Arumi tak mampu. Untuk apa tetap hidup jika Tuhan telah mengambil salah satu alasannya untuk hidup di dunia ini? Arumi sudah cukup sakit tiap mendengar selentingan orang yang selalu bertanya kapan dirinya hamil. Mereka baru saja menikah setahun! tapi mulut orang -- orang sudah gatal bertanya tentang kehadiran anak diantara kami. Bukan mereka ingin menundanya, setiap kali bersujud Arumi selalu berdoa agar diberi kesempatan untuk melahirkan seorang anak. Tapi, ternyata Tuhan masih mengujinya dengan tidak mengabulkan permintaannya. Lalu, sekarang bahkan Tuhan sedang mencabut impiannya dengan sangat kejam dan mengerikan. Wanita tanpa Rahim?Tak berguna!
"Lakukan apapun untuk menyelamatkan istri saya Dokter" Dika mengatakannya dengan terisak. Tidak peduli orang akan melihatnya seperti apa. Ia memang laki -- laki, tapi untuk kali ini biarkanlah sejenak ia menjadi lemah. Ini terlalu berat, sungguh!
Baru kali ini Arumi mendengar suaminya menangis. Ia tak pernah sekalipun  menunjukkan kesedihanya padanya. Sepanjang Arumi mengenalnya, Ia hanya melihat tingkah konyolnya dan senyuman yang menghiasi wajahnya. Selalu ceria dan tampak bahagia, itulah yang membuat Arumi jatuh cinta kepadanya. Dan sekarang Arumi mendengar isak tangisnya. Sudah tahu kan betapa terlukanya hatinya? Separuh jiwanya sedang menitihkan air mata untuk dirinya. Sakit!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H