Dalam sebuah hidup tentu selalu ada suka maupun duka. Jikalau semua cerita hidup memiliki kisah yang selalu indah, bukankah hati tidak akan pernah bisa untuk lebih kenal dengan dua kata keramat " Sabar dan Ikhlas".Â
Sabar untuk hati yang sudah tidak meratap dan mulut yang sudah tertutup untuk mengeluh. Dan tentang Ikhlas yang sering diagung agungkan sebagai memurnikan niat mencari Ridha Tuhan Yang Maha Esa.
"Ndis, Beneran kamu mau jadi istri kedua si Dika, yang bener aja sih!" Julie sungguh tidak habis pikir dengan apa yang ada diotak sahabatnya ini yang rela akan menjadi istri kedua dari Dika, orang yang pernah menyakiti sahabatnya ini.
"Sebenarnya aku kurang yakin sih, tapi aku akan melakukannya" Gendhis menunduk mengaduk ngaduk minuman dihadapannya memainkan sedotan untuk meredakan gelisah yang selalu menghantuinya.
"Eh kamu, Harusnya kamu tidak pernah kembali dengan pria yang pernah selingkuh. Apalagi yang diharapkan dari lelaki seperti itu? Suatu saat kamu pasti akan bertemu dengan lelaki yang lebih baik! Kenapa sih membuang waktumu sama si Dika sialan itu?" Julie mendesah berat dan kembali melanjutkan bicara "Ah, setelah kupikir kamu akan selalu kembali ke tempat semula. Tempat si dia yang memberimu luka dan air mata! Dasar Bego!" Â Sebagai seorang sahabat, Julie sungguh tidak ingin melihat sahabatnya ini sengsara dan terluka. Sudah cukup ia melihat raut kesedihan Gendhis beberapa tahun terakhir. Ia paham betul bagaimana Gendhis sangat mencintai Dika.
"Tahu gak? Aku menangis hingga hampir gila waktu  Dika meninggalkanku. Tapi, lidahku kelu untuk memohon mengatakan jangan pernah meninggalkan aku. Jiwaku rasanya runtuh dan seperti musnah" Gendhis tersenyum getir "Rasanya benar kata orang bahwa jatuh cinta hanya sekali, selebihnya hanya melanjutkan hidup" Gendhis menatap Julie sendu dengan matanya yang sudah berkaca -- kaca.
"Bodoh sekali kamu, Dika itu memang gak pernah paham seberapa beruntungnya dulu saat memilikimu. Kamu itu wanita yang cantik, Mandiri, berpendidikan tinggi, Atitudemu juga sangat baik, pengertian dan setia. Si bego Dika cuma melihat setitik kekuranganmu yang terlalu mandiri trus mengira hadirnya tidak berguna. Dika tidak pernah mencoba melihat seberapa kamu berusaha untuk bergantung dengan Dika meskipun jiwamu adalah jiwa yang mendiri. Hanya karena kamu tidak bisa merayu dan memanja!" Julie mengingatkan kembali betapa kejam dan bodohnya Dika  "Sayang sekali! Kamu tidak akan bertemu dengan orang yang tepat jika kamu tidak pernah berani melepaskan orang yang salah" Julie sangat berharap Gendhis bisa mengubah keputusannya. Sebelum semuanya menjadi sangat terlambat.Â
"Aku tak pernah mengerti benarkah ini cinta atau hanya kebodohanku semata. Aku tetap mencintai seseorang yang kutahu bahwa dia tidak pernah bisa dimiliki dan seseorang yang sangat tidak layak kuberikan jiwaku yang nyatanya hanya  seorang pecundang dan penghianat. Tapi, tetap dia yang selalu ada di jiwa ini" Demi Tuhan Gendhis juga ingin membuang semua tentang Dika dalam hidupnya. Ia ingin bahagia, sungguh! Tapi tidak pernah bisa! Semua tidak sama lagi saat Dika datang dalam hidupnya dan meninggalkannya. Hadirnya bak kembang api yang sangat indah namun hanya bisa dinikmati sekejap saja.
"Apakah kamu pernah membencinya?" Julie begitu penasaran dengan ini.Â
"aku ingin sekali membencinya. Namun, nyatanya tidak pernah bisa. Sekalipun terluka, sekalipun merana. Karena dia seorang yang membuatku jatuh cinta sedalam ini adalah Dika. Seberapa keras dia melukaiku aku tertap ingin dia disisiku. Memang, Lelah bertahan dengan semua ini. Tapi, tidak melihatnya lagi membuat diriku semakin terluka"
"Kukira lagu Lyodra hanya bualan ternyata kenyataan" Julie mencoba melucu untuk mencoba mencairkan suasana.
"Dia masih sebagai pemenang dan segalanya bagiku. Dia adalah orang yang selalu ingin kulihat hadirnya disekitarku. Aku selalu ingin melupakannya untuk membuang rasa sakit ini. Tapi aku selalu mengingat dia mewarnai ku dalam hidupku yang sempat kelam. Karena hadirnya adalah doa yang pernah aku langitkan" Gendhis kembali menarik nafas berat mengingat betapa sungguh ia sangat bodoh.
"Maaf mu terlampau lebih luas dari amarah dan luka yang ada dihatimu. Bodoh sekali! Dia sudah meninggalkanmu, tapi kamu tidak mampu untuk membencinya. Lebih sadis lagi setiap kali kamu merindukannya kamu tidak bisa berbuat apa -- apa" Sahabatnya ini membuat Julie harus menekan emosinya berkali -- kali. Ingin sekali rasanya ia mengumpat dan memukul kepala sahabatnya ini saking kesalnya. Kenapa sahabatnya harus jatuh cinta dengan orang yang salah dan menjadi sangat bodoh?
"Dia meninggalkanku begitu lama. Tapi rasanya cintaku semakin banyak saja. Bukankah aku sangat bodoh? Dengannya aku jatuh sejatuh -- jatuhnya. Dia hanya melakukan hal sederhana tapi tetap menjadi kisah yang tidak pernah bisa aku lupakan. Aku harus bagaimana? Aku tidak bisa mengatakan bahwa hanya aku yang mencintainya. Karena nyatanya ada wanita lain disisinya yang juga memandangnya sama seperti aku memandangnya. Dan wanita itu adalah pemenangnya! Adi memandangnya dengan penuh cinta yang tidak pernah Adi berikan untukku. Aku cinta sendiri!" Â Gendhis sebetulnya sadar betul apa yang dia alami. Tapi tetap nekat terjun dalam medan pertempuran yang mungkin ia tidak akan pernah menangkan. Benarkah ini cinta? Atau, sebuah obsesi?
"Rasanya aku angkat tangan saja kamu sudah tidak tertolong! Harapanku sebagai seorang sahabat semoga keputusanmu ini tepat dan membuatmu bahagia" Julie menepuk -- nepuk pundak Gendhis menguatkan.Â
"Dika tidak pernah mengetahui sehancur apa diriku saat itu, hidupku merasa sangat rendah ketika aku sudah menyayanginya habis -- habisan lalu ditinggalkan" Kisahnya memang sangat pahit!
Semua kebenaran kisah pahit di dunia ini haruslah melewati tiga langkah utama, Pertama ditertawakan, kedua ditentang dengan kasar dan yang ketiga diterima tanpa pembuktian dan alasan. Tapi, sekalipun pahit bukankah kita harus menerima segalanya dengan sabar dan ikhlas?
Ikhlas? Satu kata yang diucapkan menjadi sangat mudah tapi hati butuh tenaga dan waktu yang tidak pernah mudah untuk menghadapinya. Terkadang mulut mengagungkan dengan lantang kata Ikhlas namun hati teriris tak tertolong dengan sebuah kebenaran untuk menerima garis takdir yang datang menghampiri
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI