Dalam tulisannya dia sedikit menyinggung tentang asal-muasal Suku Betawi suku yang kita tahu saat ini mendiami kota Jakarta dan sekitarnya dia mengatakan bahwa Betawi itu ada sejak pertengahan abad ke-19 masehi.Â
Betawi berasal dari peleburan berbagai macam suku yang bercampur-baur di wilayah Batavia mereka semua menjadi satu dan menjadi suku Betawi lalu dia juga mengatakan bahwa suku-suku yang bercampur itu berasal dari golongan budak yang dibawa dari berbagai daerah dengan dominan budak dari daerah Bali secara tidak langsung lenscrafters mengatakan bahwa asal muasal suku Betawi adalah budak yang dikirim dari Bali.
Budak-budak ialah individu yang diperjualbelikan seperti barang untuk menjadi pelayan bagi orang yang membelinya saat ini perbudakan sudah dilarang di seluruh dunia karena tidak sesuai dengan hak asasi manusia tentunya tidak sembarang bicara dia menggunakan data-data yang dipakai untuk menunjang pendapatnya itu di antara lain adalah Dek restore yaitu catatan harian tahun 1673 yang dibuat Belanda yang berdiam di dalam kota benteng Batavia, kedua catatan Thomas Stamford Raffles dalam History Of Java pada tahun 1815.
Ketiga catatan penduduk pada ensiklopedia di tahun 1893, dan keempat sensus penduduk yang dibuat pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930. Namun pendapat terkait asal muasal Betawi banyak dikritik oleh sejarawan lokal salah satunya yang paling kuat mengkritik mendapatkan cashless adalah Ridwan Saidi yang akrab dipanggil dengan Babe yang satu ini yang sering muncul di acara-acara top song televisi yang berambut gondrong dan rada putih itu Ridwan Saidi menyanggah pendapat translates yang mengatakan suku Betawi baru ada sejak abad 19 pertengahan.
Ia juga menolak tegas pendapat yang bilang kalau orang Betawi berasal dari sekelompok budak yang datang dari Bali.
Ridwansyah juga membangun argumennya menurutnya suku Betawi sudah ada sejak zaman batu akhir sekitar 3500 sampai 3000 tahun sebelum masehi yang disebut sebagai proto Betawi senada dengan Ridwan Saidi pun mengatakan hal yang serupa ia mengatakan suku Betawi sudah mendiami kota yang saat ini disebut sebagai Jakarta sekitar 3500 sampai 3000 tahun sebelum masehi.
Hal ini dibuktikan dengan temu tepak pecahan gerabah berupa alat dapur atau makan alat berburu seperti kapak persegi beliung dan Serpihan batu, perhiasan seperti mute dan gelang batu, serta alat bercocok tanam yang dibuat dari batu di sekitar wilayah Batavia atau Jakarta dan lagi dalam sebuah kesempatan Ridwan Saidi juga mengatakan jika suku Betawi itu masih memiliki nasab kepada istri ketiga Nabi Ibrahim yang bernama Siti.
Menurut sebagian ulama dan sejarawan Siti ini adalah nenek moyang Bangsa Melayu Bangsa Melayu yang menempati wilayah Sumatera. Kemudian menyebar saat Kerajaan Samudra Pasai berdiri bahkan sebelum itu pun sudah ada beberapa masyarakat melayu yang mendiami pulau Jawa tepatnya saat kerajaan Sriwijaya menguasai wilayah yang disebut sebagai Nusa Jawa.
Wilayah itu mulai jadi daratan Sunda hingga wilayah yang disebut sebagai kelapa atau Sunda Kelapa di wilayah itu ada dua bahasa yang digunakan sebagai lingua franca atau bahasa sehari-hari pertama adalah bahasa Kawi dan yang kedua adalah bahasa Melayu golongan yang menggunakan bahasa Melayu inilah yang disebut-sebut sebagai cikal-bakal suku Betawi hanya saja sebutan Betawi pada saat itu belum ada dan belum melekat pada masyarakat yang mendiami Pelabuhan Sunda Kelapa itu.
penyebutan Betawi baru muncul pada periode kekuasaan Kolonial bercokol di Jakarta dibawah Panji kolonial Jakarta berganti nama menjadi Batavia masyarakat atau orang Sunda yang wilayahnya dekat dengan Batavia menyebut orang Batavia dan Betawi. Hal ini dapat dimengerti karena lidah orang Sunda sulit untuk mengatakan Batavia dari penyebutan itulah lambat laun dikenal istilah Betawi untuk menyebut penduduk Batavia secara tertulis. Sebutan orang Betawi pertama kali terdapat dalam dokumen tahun 1644 berubah testamen info janda tuan tanah bengong kapitel Tionghoa pertama di Batavia.
Betawi juga mungkin bisa dikatakan satu-satunya suku di Indonesia yang tidak memiliki kepala suku, sultan, tetua adat, atau Raja. Kenapa bisa demikian, karena saat itu wilayah Betawi tidak memiliki nilai politis wilayah itu hanya menjadi zona ekonomi mengutip yang dikatakan Ridwan Saidi dalam salah satu pendapatnya ia mengatakan Betawi tidak ada Sultan adanya Syahbandar.