Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudut Pandang "Oposisi" Indonesia

30 Juli 2024   15:03 Diperbarui: 30 Juli 2024   15:03 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dinamika politik tanah air, benarkah Indonesia menganut demokrasi sejati? menurut pendapat oposisi, pemerintah sekarang termasuk pemerintahan yang tidak menghargai demokrasi, mewariskan politik dinasti, tidak menghargai aspirasi masyarakat terutama masyarakat yang sering melakukan demonstrasi.

Sudut pandang oposisi dipengaruhi oleh banyak hal, terutama oleh hasil pemilu, perubahan perkawanan di lingkup organisasi politik. Pemahaman tentang pengkianat dalam dunia politik yang berbeda. Apa yang mendasari penulis membahas tentang sudut pandang antara penguasa dan oposisi. Sebab banyak simpang siur pendapat tentang  oposisi, pro pemerintah atau penguasa, wakil rakyat dan rakyat jelata.

Pengertian Oposisi dan perannya dalam Masyarakat

 Apa sih sebenarnya oposisi; Menurut KBBI oposisi adalah partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa.

Oposisi sering memanfaatkan kata-kata rakyat untuk menegasikan bahwa merekalah pembela rakyat yang menyuarakan ketidakadilan, suara-suara mereka yang merasa negara tidak hadir dan juga ketidakpedulian pemimpin negara dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Sementara negara dalam hal ini merasa sudah bekerja keras memperjuangkan kepentingan masyarakat, dengan program andalan, jaringan sosial, bantuan sosial subsidi pendidikan subsidi kesehatan dan berbagai bantuan lain.

Sementara di media sosial muncul wacana bahwa negara terlalu banyak hutang, banyak janji pemerintah / penguasa yang tidak ditepati. Ada yang berpikir pemerintah gagal mengawal Indonesia menjadi negara yang adil dengan bantuan merata pada seluruh masyarakat yang membutuhkan.

Padahal dalam negara ada sistem yang seharusnya berjalan. Pemerintah pusat atau eksekutif bekerja sama dengan DPR merumuskan anggaran pembelanjaan negara, pemerintah mengeksekusi kebijakan dan mendistribusikan anggaran ke daerah. Daerah diberi otonomi untuk memanfaatkan anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah. Ternyata tidak sepenuhnya pemerintah daerah melaksanakan instruksi dari pusat. Banyak yang memanfaatkan jabatan dengan memotong bantuan keuangan dari pusat untuk kepentingan pribadi dan kepentingan partai. Muncullah pejabat yang korup yang tertangkap tangan menggelapkan uang untuk memperkaya diri dan kroni serta partai politik tempat bernaungnya.

Para pejabatnya cenderung mempunyai mindset aji mumpung tentu lebih girang menganggap jabatan adalah kesempatan memperkaya diri. Banyak mahasiswa yang dulu sering menggebu-gebu melakukan orasi politik di parlemen jalanan ketika masuk ke pemerintahan, menjadi wakil rakyat ternyata tergoda untuk melakukan KKN. Mereka lupa pada luapan emosi saat menggebu turun ke jalan melakukan demonstrasi.

Sudut pandang oposisi dalam mengartikan demokrasi berbeda dengan penguasa. Oposisi mengatakan rezim represif, padahal secara tidak sadar mereka diberi diberi keleluasaan melakukan demonstrasi, bebas menyindir dan nyinyir berdasarkan asumsi mereka masih bisa bebas bicara di forum-forum debat.

Partai Politik dan Pembelajaran Demokrasi 

Partai politikpun banyak mengajarkan hal yang cukup buruk untuk masyarakat dengan politik balas dendam, politik sakit hati, politik berkilah dan politik tidak mau mengakui kekalahan dan kemenangan. Yang kalah merasa selalu dicurangi, yang menang kadang merasa bahwa apa yang dicapainya karena dukungan rakyat. Saling klaim pemilik suara rakyat mengajarkan bahwa partai politik Indonesia ternyata belum dewasa dalam berdemokrasi. Menyerang ketika kalah, jumawa ketika menang. Dan masyarakatnyapun belum siap menyambut demokrasi dengan segala intrik-intrik politik di dalamnya.

Namun di kegaduhan medsos dengan segala buncahan emosi, maki-makian dan perang kata-kata antar netizen dan konten kreator sebenarnya di lingkungan masyarakat sendiri kedewasaan sudah muncul. Mereka menerima kekalahan dan kemenangan dengan legowo, jauh dari para petinggi parpol yang tampak emosional menempatkan diri sebagai pihak teraniaya yang merasa sama senasib sepenanggungan denga "rakyat jelata"

Yang terpikirkan oposisi belum tentu kenyataan di dalam masyarakat sendiri. Dalam perkembangan ekonomi, dunia yang penuh persaingan masyarakat perlu belajar bertahan, bertarung, bersaing untuk menjadi terbaik. Ada yang melesat ke atas ada yang berguguran di perjalanan. Bila mereka mempunyai mental kuat akan bangkit lagi dengan inovasi baru, usaha baru dan juga gagasan baru. Tumbang dan gagal adalah sebuah proses. Hanya saja pendidikan di Indonesia jarang yang mengajarkan bagaimana tetap survive menghadapi kegagalan, yang diajarkan adalah bagaimana sukses mengejar nilai untuk bisa naik kelas dan lulus, tanpa mengerti proses dan bagaimana memahami ilmu pengetahuan dengan berbagai eksperimen dan riset mendalam.

Yang Visioner dan Para Penentangnya 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun