Marshel juga dinilai kurang punya attitude yang baik dalam hubungannya dengan sesama rekan selebritis, lebih piawai menjadi penjilat dan sering mendekati pengusaha, orang kaya dan penguasa dengan tujuan tertentu. Itu yang penulis kulik dari berbagai informasi di media online, bukan berarti saya setuju dengan pendapat Nikita Mirzani karena saya hanya merangkum pendapat dari berbagai berita yang dicomot dari media selebriti, podcast, facebook atau instagram.
Framing Media dan Kenyataan
Kesan negatif yang disematkan sosok tertentu itu tentu harus ditepis sendiri oleh calon politikus, calon pejabat melalui kinerjanya. Marshel Widianto harus bisa menjawab isu negatif yang menerpa dirinya.
Jika terpilih ia harus membuktikan bahwa apa yang selama ini menjadi bahan gosip dan tuduhan minor itu tidak benar. Demikian juga dengan Gibran, Kaesang yang dianggap karbitan, pansos karena ia 'anak presiden" yang bisa dengan mudah mendulang suara dengan "cawe-cawe presiden".
Penghakiman netizen benar-benar luar biasa. Mereka akan menyerang tokoh yang tidak disukai, Mereka akan mencari berita-berita gosip, hoaks, opini yang dijadikan referensi. Gibran, Kaesang, Marshel sudah masuk dalam rimba "Lingkaran kekuasaan" Banyak musuh yang akan menyerang dengan berbagai cara, dengan penggiringan opini, dengan narasi yang benar-benar halus, menohok dan bisa dikatakan lahir dari sumber terpercaya.
Gibran misalnya meskipun terpilih sebagai wakil presiden, ia tidak luput dari berita minor tentang keterlibatan ordal seperti pamannya yang di MK, bapaknya yang masih berkuasa dan konflik dengan partai yang sebelumnya mengangkatnya sebagai sebuah pengkianat.
Tetapi rupanya berbagai isu dan berita negatif tidak bisa membendungnya untuk mendapatkan suara signifikan di Pemilu 2024. Ia menang dengan perolehan luar biasa mengalahkan kandidat yang dinilai lebih intelek dan populer di mata rakyat.
Rupanya pembelahan itu muncul karena banyaknya aktivitas di media sosial, mereka yang memanfaatkan untuk menjadi konten kreator, membuat jurnalistik independen, jurnalistik dalam tanda kutip"titipan".
Komposisi oposisi, dan protagonis yang hampir seimbang itu menampilkan perbedaan antara pendukung dan penghujat. Media tentu senang dengan aktivitas netizen karena mendatangkan cuan, bertambahnya follower, dan tentu saja adsen yang bisa menambah pundi-punci uang.
Banyak akun-akun "hantu" yang bertebaran. Terus mendengung dan membuat ramai media. Buzer-buzer terus memainkan emosi dan netizen protagonis pun membalas, suasana jadi ramai, penuh drama-penuh polemik. Itu terjadi di dunia maya.
Namun pada kenyataannya di dunia nyata, framing negatif pada seorang tokoh itu kadangkala tidak seutuhnya bisa membunuh karakter sang tokoh yang tersorot.