Ada dampak signifikan dari komentar netizen. Jika keluarga artis atau public figure itu tidak kuat mental bisa saja akan mengalami tekanan mental, depresi, bahkan dalam istilah psikologi akan mengalami gangguan mental.
Dalam sebuah publikasi jurnal ilmiah ujaran kebencian bertoak belakang dengan konsep kesantunan berbahasa, sama halnya dengan etika berkomunikasi (ningrum et.al, 2018).Â
Dalam banyak sumber pengetahuan komentar netizen itu bersumber dari berita bohong, sekedar iseng, gabut, Â ingin melontarkan penghinaan pada ras lainnya, kebencian berdasarkan paham agama yang cenderung fanatik, perbedaan pilihan politik, fans sepak bola yang fanatik terhadap negara tertentu, club tertentu, negara tertentu atau atlet tertentu.
Yang bisa dijadikan contoh adalah lontaran hinaan pada sosok seperti Messi dan Cristiano Ronaldo. Fans mereka seperti terbelah dengan melontarkan kata-kata kasar, ujaran kebencian yang dilakukan oleh akun-akun kloningan yang membuat komentar pada sebuah portal berita olah raga jadi ramai oleh komentar bernada saling hujat antar fans.
Bagi pembaca dewasa tidak akan mudah terpengaruh oleh komentar netizen. Tetapi akan berdampak pada mereka  anak-anak remaja. Perilaku, tindak-tanduk, serapan kata-kata kasar di media sosial bisa berdampak buruk pada kesehatan mental anak muda.
Untuk mencegah daya rusak dari komentar di media sosial lembaga pendidikan, orang tua, televisi, media digital harus memberi pendampingan pada generasi muda agar tetap fokus pada tujuan utama yaitu belajar, berproses secara sehat sehingga tidak terpengaruh oleh dampak negatif isu-isu liar, hoaks, ujaran kebencian, upaya memecah belah masyarakat sehingga akhirnya skeptis pada siapapun termasuk teman, pemimpin negara, wakil rakyat bahkan pimpinan spiritual mereka.
Pendidikan Literasi Salah Satu Cara Mencegah Kekasaran di media Sosial
Salah satu upaya mencegah pengaruh buruk adalah dengan pendidikan literasi, pembekalan bagi anak muda untuk tidak mudah memanfaatkan media sosial untuk melakukan pembullian, melakukan lontaran kata-kata penghinaan, memanfaatkan jari tangannya untuk meneror bahkan menjadi hacker yang bisa memberikan dampak buruk relasi sosial kemasyarakatan.
Guru,pemuka agama, pemimpin politik, motivator, publik figur bisa membuat narasi positif entah dengan cara presentasi di podcast, reality show, komedi, Stand Up Commedy, apapun yang bisa memberi dampak positif dan menghilangkan dampak negatif dari ujaran kebencian oleh netizen yang "ndableg".
Memang susah mencegahnya. Tetapi bisa dilakukan dengan introspeksi diri, menstimulasi diri untuk meluruskan pandangan yang sekedar suasana jadi ricuh, memecah belah masyarakat untuk saling bermusuhan.Â
Padahal sesungguhnya lebih indah kalau setiap orang bisa menghargai pendapat masing-masing pribadi karena setiap pribadi mempunyai sudut pandang sendiri dalam memahami hidup dan kehidupan. Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai setiap proses dan mau menerima perbedaan pandangan tanpa perlu bereaksi negatif kemudian melakukan tindakan anarkhis hanya karena beda pendapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H