Penulis kalau terlalu murah hati, seringkali hanya dimanfaatkan untuk menjadi pembicara atau nara sumber gratisan. Padahal kalau penulis adalah sebuah profesi, sharing pengalaman penulis adalah sebuah investasi, selalu berhubungan dengan asap dapur.Â
Kadang kalau ucapan terimakasih hanya berupa barang atau cindera mata maka akan menyulitkan penulis. Sebab mereka butuh biaya untuk transportasi, butuh tambahan finansial untuk kelangsungan hidupnya.
Penulis amatir mungkin tidak butuh uang, karena kebanyakan aktivitas menulisnya hanyalah selingan dari rutinitas sehari-hari yang memusingkan, butuh healing dengan menulis. Kalau imbasnya mendapat honor dan hadiah uang dari lomba-lomba menulis itu sebagai reward atas partisipasinya dan ketekunannya dalam mengikuti berbagai event.
Tega Menentukan Tarif Demi Kelangsungan Hidup Penulis
Penulis profesional bagaimanapun harus tega untuk melakukan perjanjian saat menjadi nara sumber. Setiap job adalah peluang untuk menambah pundi-pundi uang. Itu sebuah keharusan. Kalau penulis total menggantungkan hidup sebagai penulis maka mereka harus memastikan setiap kegiatan, tulisan-tulisan yang dikirimkan ke media bisa memberi sumber pendapatan.Â
Ketika ada komentator atau netizen yang menuduh sombong dan mata duitan sebenarnya mereka hanya tidak tahu bahwa modal penulis adalah pemikiran, riset, mengalami langsung, Mencari informasi  valid agar ia secara profesional bisa menginspirasi pembacanya.
Tulisan dari penulis sudah melalui eksperimen, analisis, riset, kajian pustaka, bahkan seringkali penulis harus survey dan berkunjung ke lokasi, Untuk bisa melakukan eksperimen, kajian pustaka, riset memerlukan uang yang tidak sedikit. Maka perlu ada pemasukan yang stabil agar periuk nasi di rumahnya tetap mengepul.
Tidak perlu baper jika dikatakan sombong, karena penulis profesional harus memastikan keberimbangan finansial yang mendukungnya untuk tetap bisa selalu menghasilkan karya yang berbobot dan bisa dipertanggungjawabkan keakuratannya jika jenis tulisannya faktual, sedangkan kalau menjadi penulis fiksi, riset, pengenalan karakter, survey lokasi dan kedalaman karakter tokohnya adalah reprentasi dari berbagai sifat-sifat manusia yang beragam.
Penulis Lebih Butuh Uang daripada Hadiah Barang
NH Dini, dalam tulisan dari Avizena Zen pernah mendapat rumor tidak enak. Ada orang yang merumorkan NH Dini karena susah diundang. Lebih baik menulis daripada menerima undangan wawancara wartawan. Sebagai Penulis Profesional. Waktu sangat berharga bagi penulis, kadang banyak event ceramah hanya memberikan cindera mata berupa barang.Â
Padahal penulis butuh biaya untuk transportasi, mobilitas perlu modal, bukan ditukar dengan barang tetapi lebih berguna kalau tanda kasih lebih berguna jika berupa uang. Dalam  buku berjudul :"Dari Ngalian ke Sendowo" NH Dini menjelaskan ia meminta bayaran  ketika melakukan ceramah  di depan umum.
Dari situ semoga pengundang, pengguna jasa menulis perlu mengerti bahwa penulis butuh pendapatan pasti dari segala aktivitasnya. Karena itu disebut profesional. Mungkin kadang sesekali mensharingkan tanpa memungut bayaran, tetapi supaya masyarakat tahu, input dari penulis profesional setimpal dengan keahliannya dalam menulis. Seluruh pemasukan dan modal hidup penulis adalah dari menulis dan ceramah atau menjadi nara sumber, jadi ada semacam penghargaan atas kemampuannya menulis.
NH Dini belajar dari pengalaman, ia pernah menerima undangan menjadi pembicara di  berbagai instansi sekolah dan Kampus. Setelah menyampaikan materi NH Dini jarang menerima  bayaran bear, Kadang hanya cukup untuk biaya transportasi. Bahkan kadang sering menerima cindera mata berupa kain batik sebagai kompensasi sebagai pembicara.
NH Dini yang bergantung dari menulis dan ceramah tentu saja butuh pemasukan. Maka bisa dikatakan itu kesombongan penulis. Karena kalau tidak "sombong" maka tidak ada pemasukan untuk biaya hidup sehari-hari.