Â
Gedung Arsip Nasional Sekarang ANRI:Arsip Nasional Republik Indonesia) berada di kawasan Jakarta Barat khususnya di Jalan Gajah Mada no 111, dari arah Harmoni terletak di sebelah kanan dekat sekolah SMAN 2 (Smandu). Area parkir cukup luas, dengan taman teduh di depan gedung. baru baru ini Tim Gedung Arsip Nasional berkunjung ke SMPK 2 Penabur.  Berkunjung ke sekolah adalah upaya Tim arsip untuk membuka informasi tentang  fungsi gedung arsip dan hubungannya dengan akurasi data dan upaya menangkal Hoaks terutama saat berbicara atau membahas tentang sejarah tokoh bangsa.Â
Mereka membagikan informasi tentang arsip, terutama data-data sejarah tentang presiden pertama RI Insinyur Soekarno. Gedung Arsip itu kalau deskripsikan seperti bangunan tinggalan zaman Belanda, dengan arsitektur gaya tropis dan sedikit nuansa China dengan pintu-pintu besar.Gedung bekas  gubernur Jenderal Reyner de Klerk dibangun di abad  ke- 18.  Di dalam gedung itu tersimpan arsip-arsip jejak sejarah kepempinan Presiden Sukarno. Juga arsip adalah dokumen otentik yang bisa dipertanggungjawabkan bukan katanya, bukan kabar burung.
Arsip Mengantisipasi Berita Hoaks
Di era sekarang ini data, riset, investigasi, observasi menjadi kata asing untuk menyandingkannya dengan kualitas berita di media sosial terutama di era digital. Perlu cek dan ricek untuk membaca berita apakah benar isi beritanya apakah hanya click bait, judulnya saja yang heboh sedangkan isi artikelnya tidak menggambarkan apa yang terpampang di judul.
Pendokumentasian atau pengarsipan butuh ketelitian, kecermatan. Mereka yang bekerja di bagian pengarsipan harus siap untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya bukan dari sumber anonim, tetapi sumber pertama yang bisa dipercaya akurasi datanya. Sebab sekarang ini banyak berita yang berdasarkan hanya dari sumber opini, katanya, dugaan, dari You Tube yang sekedar mengejar viral dan banyaknya viewer.
Arsip diperlukan untuk menangkal hoaks, berita bohong yang kemudian dipercaya sebagai sebuah berita yang dianggap benar dan valid. Â Untuk bisa memahami sejarah harus mau membaca, menelusur dari lembaga terpercaya yang menyimpan banyak dokumen sejarah dari masa ke masa.
Gedung arsip kini terbuka untuk pelajar, siapa saja yang ingin mengetahui sejarah terutama arsip tentang presiden pertama sampai ke tujuh sekarang ini. Tetapi sampai saat ini dokumen paling lengkap adalah dokumen tentang Soekarno. Untuk bisa mendokumentasikan tentang era kepempinan presiden Indonesia perlu penambahan gedung arsip yang mungkin bisa dibangun di IKN sebagai ibu kota negara baru. IKN terletak di Paser Utara masih wilayah Kalimantan Timur.
Di Arsip Nasional pengunjung akan dapat mengakses sejarah lahirnya tokoh Soekarno sejak kecil, juga dokumentasi foto dan tulisan tentang kisah Sukarno yang pernah di buang ke Bengkulu yang terletak di pulau Sumatra. Sukarno dibuang oleh pemerintah Hindia Belanda. Di masa kemerdekaanpun Sukarno pernah diasingkan di Ende Flores.
Sukarno kecil adalah Sukarno yang fisiknya lemah, maka menurut kepercayaan jika anak kecil sering sakit-sakitan maka mungkin keberatan nama maka perlu diubah namanya biar anak bisa sehat kembali. Nama lahir Sukarno adalah Kusno. Sukarno  lahir di Paneleh Surabaya 6 Juni 1905. Lahir dari ibu berdarah Bali dan ayah Jawa. Ketika kost di masa pendidikan Sukarno kebetulan bisa tinggal dengan seorang tokoh pergerakan waktu itu yaitu HOS Cokroaminoto.
Pengenalan Sejarah dan Tokoh Pemimpin Bangsa
Berbagai sepak terjang terdokumentasikan rapi di gedung arsip tersebut. Kebetulan penulis pernah diminta membantu pendokumentasian anak  SMP yang ditugaskan untuk menari. Gedung Arsip yang berarsitektur Belanda dan ada lapangan luas di tengah-tengah gedung serta banyaknya pohon di pinggir lapangan membuat suasana gedung itu semakin teduh dan sejuk. di sini
 Kembali membahas tentang arsip untuk mengantisipasi hoaks. Di era sekarang munculnya banyak media online membuat pemberitaan begitu beragam. Media online terpercaya bisa dihitung dengan jari namun media yang sekedar media, lebih sering menjadi corong partai politik atau orang berduit yang berafiliasi pada partai tertentu hingga berpotensi media partisan.
Resiko membuat berita hoaks besar karena informasi akan condong menguntungkan partai yang memberinya modal besar. Bukan menganut paham jurnalistik independent yang obyektif berimbang memberitakan tentang tokoh ada kebijakan pemerintah. Media oposan akan cenderung mencari nara sumber yang berseberangan dengan pemangku kebijakan. Jarang memuji atau obyektif memberi kritik dan masukan yang membangun.
Ketika masih banyak media mainstream, kode etik jurnalistik, berita yang lolos harus melalui editorial yang ketat, harus mencari informasi dengan investigasi berbasis data kuat. Saat ini jika membaca di media online dan mengikuti video-video yang beredar di YouTube sungguh sangat memprihatinkan. Ditambah banyak netizen dan komentator yang kesadaran literasi masih rendah. Jarang membaca dan hanya suka membaca judul yang sensasional lantas percaya begitu saja tanpa mengkomparasi dengan berita lain supaya bisa mencerna setiap berita dengan obyektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H