Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menyusur Jakarta Pagi-Pagi

20 Maret 2024   14:28 Diperbarui: 20 Maret 2024   14:40 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bundaran Thamrin Jakarta Pusat (foto Oleh Joko Dwiatmoko)

Ketika Adzan subuh berkumandang, diriku sudah siap untuk berangkat menuju tempat pekerjaan di bilangan Jakarta Pusat. Kebetulan harinya bertepatan dengan hari pengumuman pemilu 2024. Dengan berdebar-debar berharap bahwa Jakarta tidak rusuh karena pergolakan Pemilu yang di media sosial berita simpang siur beredar. Dalam bathin berdoa semoga Jakarta baik-baik saja. 

Hari masih gelap ketika keluar dari rumah di daerah Pedongkelan Jakarta Barat. Dengan diantar istri sampai pinggir jalan Daan Mogot dekat jembatan gantung, saya nikmati udara pagi yang cukup segar. Kegiatan rutin ini berlangsung dari Senin sampai Jumat. Sedangkan Jumat malam saya sudah berada jauh dari Jakarta di Jonggol Jawa Barat. 

Jakarta Pagi Hari Sebuah Catatan

Jakarta pagi masih mempesona dengan sunrise dan warna-warna orange, dari sudut Timur. Di Selatan Jakarta tampak siluet gedung-gedung tinggi dengan latar belakang gunung Salak. Rona warna memukau dari penduduk yang belum sepenuhnya bangun dan beranjak dari tempat tidurnya. Jakarta sebagai metropolitan tampak selalu menyala. Lampu terang terpancar dari gedung-gedung menjulang. Di sisi lain lampu kerlip berderet tidak beraturan menampakkan kontras antara gedung mewah dan perkampungan penduduk Jakarta yang berhimpitan tidak beraturan. Tetapi dilihat dari mata fotografer tetap saja unik dan menarik.

Bundaran Thamrin Jakarta Pusat (foto Oleh Joko Dwiatmoko)
Bundaran Thamrin Jakarta Pusat (foto Oleh Joko Dwiatmoko)

Jakarta malam penuh kerlip lampu, Jakarta pagi tampak sunyi lengang, namun ketika matahari beranjak meninggi akan segera terlihat deretan kendaraan bermotor memadati jalanan dengan keterburuan. Terkadang muncul insiden kecelakaan karena kecerobohan pengendara yang main zigzag di tengah kendaraan merayap. Suasana itu bisa dilihat dari jalan akses luar kota menuju Jakarta. Daan Mogot, Jalan Raya Bekasi, Jalan Panjang, Pondok Indah, Ciledug Raya dan Jalan Yos Sudarso. 

Karakter Pengendara Jakarta

Motor-motor dipacu maksimal agar bisa cepat sampai tujuan di lokasi kerjanya yang tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Utara. Pusat perkantoran seperti di Thamrin,  Sudirman SCBD, Kelapa Gading menjadi tujuan para pekerja. Ada yang mengendarai mobil, motor juga transportasi umum seperti MRT, LRT, Commuter Line (KRL). Semua bergegas. Dinamika Jakarta tampak dari cara berkendara orang-orangnya yang seperti dikejar waktu. 

Aku menceritakan suasana pagi di hari Rabu, 20 Maret 2024. Tidak tampak tanda-tanda pergerakan demo. Mungkin mereka yang melakukan demo masih tidur pulas. Atau entah mereka sedang siap-siap berangkat dengan sejumlah agenda dan harapan mendapat sarapan gratis di tempat berlangsungnya ajang unjuk demonstrasi di depan KPU, Patung kuda di bilangan bundaran Thamrin, atau ruas Antara Semanggi dan Slipi di depan gedung Wakil Rakyat. Saya sendiri tidak sempat melongok demonstrasi karena waktu sudah penuh dengan aneka pekerjaan.

Suasana Jembatan JPO Senen (Foto Joko Dwiatmoko)
Suasana Jembatan JPO Senen (Foto Joko Dwiatmoko)

Sebagai pekerja (guru ) sekolah Swasta di dua tempat yang berada di ring 1 dan 2 (Gajah Mada dan Gunung Sahari) demonstrasi dan Monas itu sering membawa konsekwensi terjebak macet parah. Yang sering ditutup jalannya adalah Jalan Medan Merdeka Selatan, Medan Merdeka Utara, Medan Merdeka Barat. Pengguna tije (transjakarta) selalu mengubdate informasi dari internet tentang pengalihan rute. Ini mengantisipasi munculnya kemacetan akibat salah memilih rute. Ketika beberapa ruas jalan ditutup penumpang transportasi umum mesti cerdas memilih rute, kalau tidak akan terjebak dalam kemacetan parah akibat demo.

Sudut Lain Sentral Senen Jakarta Pusat (foto Joko Dwiatmoko)
Sudut Lain Sentral Senen Jakarta Pusat (foto Joko Dwiatmoko)

Berharap Jakarta Selalu Tenang tanpa Demo

Jakarta pagi hari masih menyiratkan kedamaian. Ketika suasana lengang dan kendaraan belum banyak berseliweran hati dan jiwa masih merasa tenang. Banyak harapan dari ketenangan Jakarta. Bisa mengais rejeki tanpa direcoki insiden jalan macet, bisa pulang dan pergi tanpa banyak hambatan. Sampai di rumah belum terlalu kucel, masih bisa bercanda ria dengan keluarga.

Kalau macet, kesal, capai, mengisi emosi manusia megapolitan. Seperti ada luka jiwa yang tergores pelan-pelan. kalau tidak tahan bisa mengganggu kesehatan jiwa. Sampai kapankah akan berakhir suasana kesuh melihat pergolakan yang tidak kunjung selesai. Begitu kira-kira kata jiwa-jiwa manusia kota yang resah. Jakarta tempat berputarnya cuan dalam jumlah yang luar biasa. Dari transportasi, pusat kulakan, pusat pendidikan, pemerintahan, pusat pengendalian perusahaan-perusahaan besar dengan gedung gedung menaranya yang menjualan seperti mau merobek angkasa.

Pagi ini warna biru cerah tanpa awal terlihat. Sinar matahari memantulkan warna keemasan dari jembatan penyeberangan, Baru beberapa moda transportasi umum yang menghias jalanan. Apalagi tampak di Jakarta sedikit anak-anak yang memadati transjakarta karena sebagian belajar di rumah (darurat informasi demi antisipasi centangperenang demo di pusat kota khususnya yang dekat dengan KPU).

Suasana Pagi Depan Istana Merdeka (Foto Joko Dwiatmoko)
Suasana Pagi Depan Istana Merdeka (Foto Joko Dwiatmoko)

Catatan pagi ini , Jakarta begitu tenang seperti tidak ada tanda-tanda munculnya keramaian yang tidak diharapkan. Sebagai warga kota yang lama bermigrasi dari daerah ke perkotaan, tujuan utama adalah mencari uang untuk kesejahteraan dan masa depan keluarga. 

Mungkin tahun ini adalah tahun terakhir merasakan euforia sebagai ibu kota negara. Tahun lalu ibu kota negara jika benar sesuai rencana sudah berpindah ke Sepaku Kalimantan Timur . Tempat bernama IKN (Ibu Kota Negara ) bernama Nusantara. Tapi Jakarta mungkin tidak berubah tetap menjadi pusat bisnis, dan pusat pergerakan ekonomi negara. 

Di dinginnya AC transjakarta melongok di jalanan yang lengang Jakarta itu begitu menyihir, dengan warna eksotisnya di pagi hari, sebuah kemewahan jika dijepret dari kamera ponsel. Sesekali tidak perlu mengeluh, tetapi menikmati. Tidak perlu nyinyir tetapi membantu memotivasi diri agar Indonesia jauh lebih baik ke depannya. Tidak perlu seperti pengamat, politisi yang merasa ada aroma ketidakadilan dan kecurangan. Pikiran masyarakat kecil seperti saya cuma satu. negara aman dan damai, bisa bekerja dengan tenang tanpa direcoki intrik-intrik yang menakutkan.

(JPO Sentral Senen (Foto Joko Dwiatmoko)
(JPO Sentral Senen (Foto Joko Dwiatmoko)

Dalam bathin berharap sudahlah ketika pengumuman sudah diketok para elite politik menyudahi wacana, argumentasi yang menggiring opini masyarakat bahwa negara tengah sedang tidak baik-baik saja. Masyarakat butuh kepastian, butuh ruang luas untuk berkreasi. Ketika harga-harga melambung sejauh masih dijangkau dengan cara menghemat pengeluaran itu sebuah kemewahan. 

Harga sebuah kemakmuran memang mahal, perlu kekompakan untuk mengatasi krisis. perlu gotong royong untuk bisa menutup kekurangan diri. Kalau mengikuti perasaan semua orang akan mempunyai pikiran yang tidak pernah sama antara satu dengan yang lainnya. Dari jutaan jiwa masyarakat selalu ada perbedaan pandangan. Tetapi sejauh ini dari perbedaan bahasa, perbedaan suku, budaya dan ideologi negara kepulauan Indonesia masih satu bahasa persatuan, satu bangsa. jangan diprovokasi dengan pemimpin Demagog yang seakan-akan menginspirasi tetapi ternyata menyimpan energi negatif untuk mengacak-acak persatuan dan kesatuan.

Jakarta terlalu indah untuk diacak-acak.  Jakarta butuh ketenangan. Salam Damai Selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun