Sekali lagi kalah dan menang itu resiko Pemilu, setelah pemilu siapapun pemenangnya harus diapresiasi, kalau ada kekurangan diberi masukan, kalau ada penyimpangan diperingatkan dan diingatkan. Yang penting ada kejelasan aturan dan hukum. Terkadang manusia emosi ketika ada ketidakwajaran, tetapi ketidakwajaran harus dilihat secara komprehensif, bukan hanya tendensius karena beda pilihan ideologi dan partai politik.
Kegaduhan hanya memunculkan ketidaknyamanan dan akan berpengaruh kehidupan kemasyarakatan. Saat hari tenang masyarakat perlu merenung, meditasi, berserah doa menyerahkan pilihannya sebagai pilihan hati nurani. Kalau ditarik dalam etika dan sopan-santun siapapun politisi tidak akan pernah sempurna.Selalu ada kekurangan yang dimiliki manusia. Begitupun calon pemimpin. Latar belakang kehidupan, jejak prestasi  sebagai pemimpin, kedekatan dengan pemangku kekuasaan, lingkaran pergaulan menjadi faktor penentu kuatnya kepemimpinan.
Yang menjadi PR masyarakat sudahkah masyarakat tinggal landas menjadi masyarakat yang modern dan mengikuti aturan hukum. Singapura misalnya bukan hanya pemerintahannya yang siap melaksanakan aturan disiplin dan sangsinya. Masyarakatnya sendiri sudah dididik untuk tertib dalam segala hal, sehingga pemerintah dan masyarakat bisa bersinergi. Di Indonesia kran demokrasi terbuka lebar, namun hukum lemah, aparat tidak berdaya menertibkan masyarakat yang perilaku, kedisiplinan dan penghargaan pada hukum dan aturan main masih rendah.
Siapapun pemerintah akan susah menertibkan masyarakat yang susah diatur dan mempunyai perilaku yang masih bangga jika melanggar aturan. Semuanya kembali kepada diri sendiri. Sedangkan masyarakat yang maju adalah masyarakat yang mau diatur dan taat hukum. Di sini Indonesia kadang kritikan tajam ke pemerintah tetapi tidak diikuti oleh keinginan kuat untuk introspeksi diri mau mengikuti aturan main yang dilakukan baik pemerintah maupun aturan yang datang dari masyarakat sendiri.
Ada baiknya merenungkan kata kata ini,
"Jika kau tak mampu menerima Kekalahan, maka kau tak mampu merayakan kemenangan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H