Dalam hidup Djoko Pekik separuh kehidupannya adalah penderitaan demi penderitaan, terutama ketika ia menjadi tahanan politik. Ia tidak bebas melakukan yang ia mau bahkan harus menahan diri di masa orde baru karena cap komunis dan tapol yang selalu melekat dalam dirinya dan keluarganya. Setelah bebas iapun masih berjuang untuk bisa menyambung hidup sempat menjadi penjahit dengan cita-cita yang selalu melekat erat yaitu pelukis.
Djoko Pekik pernah aktif di organisasi Lekra yang kebetulan underbow Partai Komunis Indonesia yang berbasis sosialisme.  Di masa orde baru eks tapol benar-benar menderita, mereka tidak diberi akses menikmati haknya sebagai warga negara yang dengan bebas bisa mendaftar menjadi pegawai negeri, bebas  menduduki jabatan publik. Cap hitam komunisme telah menutup masa depan mereka.
Banyak tapol akhirnya mengandalkan bekerja sebagai pekerja swasta atau berusaha sendiri tanpa bantuan pemerintah. Karena pemerintah selalu memantau keluarga tapol maka mereka benar-benar tidak merdeka meskipun Indonesia sudah merdeka sejak 1945.
Djoko Pekik kelahiran Grobogan, 9 Januari 1937. Pelukis yang tergabung dalam kelompok atau Sanggar Bumi Tarung lebih banyak melukiskan tentang potret kemiskinan, suasana kerakyatan yang kental. Lukisan yang membuat Djoko Pekik  melambung adalah lukisan dengan tema celeng. Berburu Celeng. Banyak lukisannya berukuran besar.
Personifikasi dirinya yang  dekat dengan masyarakat, sering membantu para seniman untuk merengkuh cita-citanya adalah seringnya membelikan perangkat kesenian, dan membantu seniman lain yang berjuang agar cita-cita sebagai seniman berhasil.
Djoko Pekik benar-benar meresapi dan pernah mengalami rasanya tersingkir, meringkuk sendirian di penjara, jauh dari keluarga jauh dari kebebasan. Maka gelora lukisannya adalah pantulan solidaritas dan berharap kritikan dalam lukisannya benar-benar menyentuh nurani para pemangku kepentingan dan sebuah potret besar bagaimana masih banyak masyarakat yang harus tetap hidup ditengah caci maki dan himpitan ekonomi. Meskipun secara global banyak pembangunan namun yang tertinggal ada adab manusia yang berubah.
Lukisan Sebagai Penanda Zaman dan Kritik Sosial
Djoko Pekik menggunakan umpatan dan sindiran lewat lukisan. Yang tahu bahasa lukisnya tentu sadar bahwa banyak lukisan  yang mencoba menterjemahkan bahasa kerakyatan. Realisme Ekspresionis. Djoko Pekik sering menjadikan babi /celeng sebagai obyek lukisannya. Mengapa memilih celeng dalam banyak narasi GP Sindhunata (wartawan, pemred majalah Basis, penulis feature Bola dan kisah kehidupan orang-orang pinggiran) celeng digambarkan sebagai sosok makhluk rakus simbol bagi keserakahan sama seperti banyak manusia yang serakah.
Berburu celeng melukiskan bahwa tertangkapnya satu celeng memicu celeng-celeng lain berkeliaran melakukan ontran-ontran. Manusia seperti celeng yang terus menggerogoti kekayaan alam, menilep dan mengkorupsi uang milik negara. Seperti tidak ada kendali untuk mencegah manusia terus menerus secara serakah mencuri uang yang seharusnya membantu masyarakat dari belenggu kemiskinan, pengangguran. Keluar dari ketidakadilan sosial dan menjadikan semua manusia sama di mata hukum bukan diskriminasi yang menonjol dari era ke era terutama setelah era reformasi.
Lukisan Djoko Pekik seperti bisa membaca tanda-tanda zaman. Banyak sekali perilaku politisi, pejabat publik yang terang-terang memanfaatkan posisinya untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Waktu dulu zaman orde baru korupsi seperti tersembunyi namun ada sekarang di era reformasi korupsi, kolusi, dan nepotisme benar-benar tampak nyata. Dalam tulisan Sindhunata ada kata-kata yang sangat fenomenal yaitu lengji lengbeh, celeng siji celeng kabeh. Â Menurut pemahaman Penulis kata-kata ini menggambarkan betapa banyaknya manusia berwatak celeng yang ambisius, serakah. Dalam makna kritik sosial dan kekuasaan tergambarkan bahwa celeng siji sesungguhnya merepresentasikan betapa hampir semua manusia berwatak celeng yaitu gila kekuasaan, gila harta dan rakus. Jadi muncul istilah celeng siji celeng kabeh.
Harga Lukisan Melambung dan booming Lukisan dari Djoko Pekik
Lukisan Djoko Pekik termasuk kategori lukisan mahal. Satu lukisan bisa berharga ratusan juta sampai lebih satu milyar lebih. Maka setelah booming lukisan perekonomian Djoko Pekik merangkak dan ia kaya raya dari hasil lukisannya yang fenomenal.
Sebuah kehilangan besar dari seorang maestro lukisan yang banyak membantu membangkitkan nilai-nilai seni dalam kehidupan. Djoko Pekik amat mendukung bangkitnya kesenian, kebudayaan. Di Sanggarnya di Desa Sembungan ia menyediakan tempat bagi seniman untuk berkarya, berpentas dan melakukan diskusi bertema seni dan kebudayaan. Ia (Djoko Pekik) sadar betul dengan keberuntungan yang ia miliki ia harus bisa berbagi. Banyak seniman yang masih berjuang agar bisa bertahan hidup dan bisa menghidupi seni.
Ia bisa disejajarkan dengan pelukis lain seperti S Sudjojono, Basuki Abdullah, Affandi, Dullah, Widayat, Hendra Gunawan, Nyoman Gunarsa dan masih banyak pelukis lain terkenal yang mengharumkan nama Indonesia.
Djoko Pekik Meninggal di rumah sakit Panti Rapih, Yogyakarta 12 Agustus 2023. In Memoriam semoga damai di Surga. Djoko Pekik dimakamkan di makam seniman dan Budayawan Giri Sapto  yang didirikan Sapto Hudoyo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H