Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Demo Mahasiswa Sekarang Apakah Sejalan dengan Semangat Sumpah Pemuda?

26 Oktober 2022   19:15 Diperbarui: 28 Oktober 2022   14:31 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa menyampaikan orasi di Depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).(KOMPAS.com/M ZAENUDDIN)

Apakah ada manfaatnya mahasiswa saat ini melakukan demo, entah tentang kenaikan BBM, Kritik terhadap lemahnya hukum, Keterlambatan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan? Apalagi hampir rutin menuntut pemerintah menunda pembangunan ibu kota baru.

Apapun menjadi obyek demo. Apakah murni gerakan mahasiswa sadar politik, atau adakah ditunggangi kepentingan tertentu? 

Di media masa, media sosial berkembang kecurigaan bahwa di balik demo mahasiswa, ada banyak kepentingan dari para bohir, para konglomerat hitam, serta para mantan pejabat yang merasa kecewa dengan pemerintahan saat ini. Kekecewaan mereka bisa berasal karena pernah sakit hati, dipecat, diberhentikan, disingkirkan dari lingkaran kekuasaan.

Padahal mereka merasa berjasa, merasa pernah ikut berjasa menaikkan popularitas pemimpin yang sedang berkuasa saat ini. Kecenderungan barisan sakit hati itu  menggaungkan antitesa, memprotes apapun kebijakan yang dikeluarkan rezim yang sedang berkuasa.

Salahkah beda pendapat? Salahkah mempunyai pemikiran kritis terhadap kebijakan penguasa? Banyak jawabannya tergantung sudut pandang siapa yang ditanya. Kalau masalah beda pendapat itu sudah dijamin undang-undang.

Di negara demokrasi beda pendapat itu wajar, beda sudut pandang biasa, yang salah adalah asal beda, yang penting kalau dia begini maka aku harus begitu. Tugas mahasiswa selain belajar, juga mempersiapkan diri menjadi manusia kreatif, mampu memberi sentuhan segar pada dunia kerja dan yang terpenting menjadi agen perubahan.

Menjadi kritis tidak salah, peka terhadap penderitaan sekitar itu juga sebuah kepedulian sosial, tetapi terlalu idealis dalam memandang setiap rezim penguasa patut didemo itu sebuah pemikiran konyol. 

Mahasiswa perlu kritis  setelah melakukan survey, membaca cermat tentang isu-isu di masyarakat, tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita viral yang belum tentu benar, dan juga perlu melakukan tindakan konstruktif ikut memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Bukan hanya bentangan spanduk, orasi dengan megaphone dan akhirnya terseret dalam tindakan vandalisme, perusakan fasilitas publik dan membuat kemacetan di mana-mana.

Demo  Aspirasi Murni Mahasiswa?

Demo mahasiswa harus beda dengan demo buruh dan demo lainnya yang seringkali digiring karena kepentingan tertentu. 

Kalau mau demo mahasiswa harus murni menyuarakan keprihatinannya lewat berbagai riset, penemuan, dan melihat langsung apa yang sedang diperjuangkan. Jangan hanya dari berita dari media sosial, atau broadcast dari grup WA untuk bergerak melakukan demo.

megapolitan.kompas.com
megapolitan.kompas.com

Apalagi  Badan Eksekutif Mahasiswa ( BEM). Calon pemimpin bangsa, jago dalam organisasi, bukan hanya pintar melontarkan jargon, namun harus kritis, luas literasinya selalu update mengikuti perkembangan nasional maupun internasional.

Daya kritis yang muncul sekali lagi bukan hanya sekedar gagah-gagahan namun benar-benar mewakili aspirasi masyarakat. 

Kalau hidup mahasiswa masih banyak rebahan, lebih sering di rumah, jarang melihat situasi masyarakat sesungguhnya tetapi sangat getol berdemo, berarti demo mahasiswa bisa disebut ambigu.

Situasi di tahun 1998 dengan situasi sekarang jauh berbeda. Masa sekarang-sekarang ini banyak persoalan yang membuat pemerintah belum sempurna membuat masyarakat sejahtera. Covid-19 yang mengguncang dunia. Banyak negara belum bisa pulih perekonomiannya, banyak negara maju mengalami inflasi bahkan ada yang bangkrut.

Dunia yang masih sakit itu tentu membuat pemerintah tidak bisa memberi jaminan kesejahteraan secara maksimal, masih ada celah kekurangan di sana-sini. Tapi apakah selama ini pemerintah tidak pernah berusaha menjaga agar negara tetap stabil dan mampu membayar utang dan terus menggerakkan roda ekonomi? Obyektiflah mahasiswa.

Kalau negara masih aman dan ambang batas inflasi masih terkendali maka perlu ada apresiasi, bukan hanya mengumpat dan mencecar dengan kritik yang cenderung hanya mengusung konsep antitesa.

Sejauh mana mahasiswa mampu melihat kesulitan pemerintah, bukan hanya pandai menilai dan memberi raport merah tanpa melihat secara obyektif. Mulailah berpikir membantu pemerintah atau siapa saja dengan sumbangsih pemikiran, baik dengan artikel, jurnal ilmiah maupun terjun langsung ke masyarakat.

Apalagi mereka yang terpilih menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa, segelintir mahasiswa yang terpilih sebagai pemimpin alangkah eloknya bukan hanya menyisihkan waktunya untuk melakukan demonstrasi, namun bisa membuat kajian teknologi terbarukan, menggerakkan masyarakat civitas akademika untuk berkreasi untuk masa depan Indonesia.

Situasi sekarang, siapapun pemimpinnya akan menghadapi badai kesulitan. Bahkan negara-negara maju pun tengah terguncang dengan inflasi seperti Amerika, United Kingdom, China. Bermula dari Covid-19. Banyak negara belum pulih ekonominya dan malah menghadapi resesi akibat pandemi, perang Ukraina dan Rusia serta sumber daya alam yang semakin menipis. Pemanasan global dan krisis hampir di segala lini.

Mahasiswa perlu menyimpan energi untuk memenuhi pusat-pusat penelitian pengkajian berbasis teknologi ramah lingkungan yang akan membantu masyarakat keluar dari ketergantungan terhadap minyak bumi.

Nyatanya mereka yang aktif melakukan penelitian, aktif mengadakan eksperimen dan riset lebih dewasa dalam menyikapi situasi dunia.

Jadi tangguhkan dulu demo, pikirkan bagaimana Indonesia tumbuh berkembang sebagai negara maju dengan motor rawe-rawe rantas malang-malang puntung, holopis kuntul baris.

Mahasiswa Paham Harmoni Konser Musik dan Filosofi Gamelan

Atau mahasiswa diibaratkan konser musik yang meskipun perangkat dan suaranya berbeda-beda tetapi tetap harmoni saling mengisi. Begitu musik gamelan yang saat ini digandrungi mahasiswa di luar negeri, mending memahami meresapi bunyi gamelan, alunan musik. Dalam perbedaan selalu ada celah untuk saling mengisi, saling melengkapi.

Apa yang masih kurang dilakukan penguasa saat ini, mahasiswa ikut andil untuk membantu menyempurnakan kerja-kerja-kerja. Kalau belum sempat kerja-kerja, ya fokus belajar-belajar dan belajar.

Era saya mahasiswa bisa menjadi pembelajaran jika sewaktu mahasiswa terlalu banyak demo dan melakukan pekerjaan kurang bermanfaat, jadinya bingung harus bekerja apa dan akhirnya hanya berharap bekerja untuk siapa. Semoga semangat sumpah pemuda tanggal 28 Oktober merasuk dalam diri pemuda sekarang. Merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun