Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Katolik, Netralitas Agama dan "Fitnah" Media Pemburu Viral

25 Oktober 2022   11:42 Diperbarui: 25 Oktober 2022   11:45 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Buzzer Kejang-kejang Uskup Se Jabodetabek Deklarasi Anies Hari Ini"

Dalam Tumbnail di Youtube gambar sudah diedit. Spanduk di belakang adalah spanduk saat peresmian gereja katolik Damai Kristus di Kampung Duri, sedangkan tokoh-tokoh yang di depan berjubah diambil dari penahbisan pendeta ev. Sekieli Daeli oleh Bp Sinode GKT pada 23 Juli 2021. Editan foto itu menjadi andalan para pendukung calon presiden untuk melakukan perang politik di media sosial. Hal itu malah membuat pengaruh negatif bagi calon presiden yang diusungnya.

Katolik, Struktur Organisasi dan Hierarkinya

Banyak yang tidak tahu mengenai hierarki Katolik, organisasi dan struktur organisasinya. Sebagai penganut agama Katolik, kadang merasa gemas juga dengan para netizen, atau Youtuber yang membuat konten ngawur tentang pemberitaan tentang agama Katolik secara serampangan, tidak belajar, tidak berusaha mengetahui yang benar namun hanya sekedar sensasi hingga melahirkan berita bohong.

Saya bukan aktivis, atau pernah belajar di Seminari, namun cukup mengetahui Katolik karena lingkungan, pernah aktif, pernah menjadi penulis berita di Paroki. Otomatis saya belajar tentang struktur organisasi Katolik Dari Paus,Keuskupan di tiap-tiap negara, Paroki, stasi, lingkungan.

Keuskupan itu tidak mengacu pada provinsi atau Kabupaten. Di DKI Jakarta hanya ada satu Uskup yang memimpin Keuskupan Agung Jakarta. Uskup yang sekaligus Kardinal di Jakarta adalah  Kardinal Mgr. Ignasius Suharyo. Pr. Keuskupan Agung Jakarta membawahi Paroki-paroki di seputar Jakarta, Tangerang, Bekasi. Di daerah Banten tidak semua paroki berada di bawah keuskupan Agung Jakarta, ada yang masuk Keuskupan Bogor.

  Mgr Kardinal Ignasius Suharyo Pr Uskup Agung Jakarta: sumber internasional.kompas.com
  Mgr Kardinal Ignasius Suharyo Pr Uskup Agung Jakarta: sumber internasional.kompas.com

Di Jawa Barat sendiri ada dua keuskupan yaitu Keuskupan Bogor dan Keuskupan Bandung. Di Jawa Tengah dan provinsi DIY keuskupannya adalah Keuskupan Agung Semarang.

Ketika membaca berita politik akhir-akhir ini kadang ingin tertawa, tetapi di sisi lain merasa prihatin dengan berita-berita yang dibuat oleh orang yang sekedar meramaikan berita. Ada gambar foto dengan banyak tokoh agama berjubah hitam menyatakan bahwa mereka semua mendukung Anies Baswedan mendukung pencapresannya.

"Yang lucu narasinya Uskup-Uskup se DKI Jakarta mendukung Pencapresan Anies Baswedan". Diluruskan lagi bahwa Uskup Di DKI itu hanya satu. Kebetulan beliau juga mendapat mandat dari Paus di Vatikan sebagai Kardinal. Kardinal bisa diangkat sebagai Paus dan berhak memilih Paus dalam sebuah sidang bernama Konklaf. Ia juga diberi jabatan untuk menjadi kepala Paroki Vatikan.

Jadi Youtuber, penulis berita, penulis blog harus benar-benar mau membaca dan belajar tentang organisasi, struktur tiap-tiap agama sehingga tulisannya tidak jatuh hanya sebagai sebuah berita hoaks yang ditulis tanpa melakukan cek dan ricek.

Partai Katolik Di Era Soekarno

Katolik tidak pernah mendukung secara langsung tentang sosok yang berkiprah dalam politik. Dahulu di zaman orde lama memang pernah terbentuk Partai Katolik dengan tokoh terkenalnya adalah I.J Kasimo.  Berangkat dari semangat Salus Populi Supremalex, kesejahteraan Rakyat adalah hukum yang tertinggi." Katolik membentuk partai Katolik di era pemerintahan Soekarno. Landasan perjuangan politik zaman itu adalah membela yang tertindas dan terjajah. I. J Kasimo adalah murid dari Fransiscus van Lith. Van Lith adalah misionaris Belanda, yang mendirikan Kweekschool Xaverius di Muntilan. Van Lith dikenal sebagai orang Belanda berhati jawa. Vanlith bisa melebur dan memahami budaya Jawa sangat dekat bahkan sebagai orang Belanda ia lebih menguasai bahasa Jawa daripada orang Jawa sendiri. Kepada murid-muridnya van Lith berpesan agar mereka bisa menjadi agen  perubahan sosial.

Dari Van Lith itu I J Kasimo tergerak untuk membaktikan diri kepada negara dengan mendirikan Partai Katolik. Waktu itu meskipun jumlah orang katolik kecil namun pengaruhnya cukup kuat dalam mewarnai gelanggang politik tanah air.

Paus Paulus Yohanes II pernah mengatakan bahwa menjadi politisi adalah panggilan  untuk melayani sesama. Dari pernyataan Paus sebelum Paus Benedictus diharapkan politisi-politisi memiliki komitmen, integritas, kompetensi,  dan moralitas  yang tinggi dalam semangat pelayanan.

Setelah Orde Baru Katolik menempatkan diri netral, tidak ikut terlibat dalam politik praktis, tidak ikut dalam dukung mendukung partai. Kalau ada orang-orang katolik masuk dalam partai politik, itu adalah wujud demokrasi sebagai bagian dari masyarakat yang berhak beraktifitas dalam politik. Gereja dalam posisi netral, selalu terbuka siapapun yang datang silaturahmi ke Uskup baik orang politik maupun masyarakat dilayani.

Bentuk dukungan moralnya adalah berharap bahwa siapapun yang aktif dalam dunia politik harus selalu ingat integritas untuk selalu membela masyarakat, menjadi pelayan yang mau mendengar dan merangkul masyarakat kurang mampu.

Bagaimana dengan pemimpin daerah, atau mentri beragama Katolik yang terlibat dalam korupsi? Pada intinya semua agama itu tidak menganjurkan melakukan kecurangan atau penyelewengan dalam jabatannya. Mereka yang korupsi itu bukan karena agamanya namun karena sebagai manusia ia tidak bisa menolak atau menghindar dari perilaku koruptif.

Mereka yang terlibat dalam korupsi, penyogokan, penyuapan itu lupa bahwa dalam ajaran agama selalu ditekankan untuk berlaku jujur, tidak berbohong, tidak melakukan pekerjaan yang merugikan banyak orang. Namun karena nafsu manusiawinya maka meskipun mereka taat dalam menjalankan ibadah, ternyata godaan duniawi jauh lebih kuat daripada saat ia mendengar khotbah tentang kebaikan, kejujuran dan integritas awal untuk menjadi pelayan masyarakat.

Wajah Politik yang Cenderung dikonotasikan Kotor

Kini orang memandang bahwa wajah politik itu kotor, penuh intrik, penuh kamuflase. Bahkan kadang agama ikut terseret dalam dukung-mendukung partai sehinggu muncul perkara ambigu yang membelah kepercayaan masyarakat. Jika agama terlibat dalam praktik politik praktis maka ada yang hilang dari ajaran agama yang sesungguhnya.

Menurut penulis agama itu harus netral, ia akan menjadi rem atau pengendali dari nafsu-nafsu duniawi manusia yang terseret mengambil yang bukan haknya, berbohong untuk sebuah tujuan kekuasaan, menjadi pribadi rakus karena ikut arus perilaku politisi yang menghalalkan segala cara demi kekuasaan.

Saat ini jegal-menjegal terus muncul, caranya dengan menebarkan berita yang dikategorikan berita bohong (hoaks), tidak peduli pada siapapun meskipun ia selalu menunjukkan sebagai wajah yang religius dan berbakti pada agama sedang perilakunya sesat seperti iblis.

Sampai saat ini Katolik tetap dalam posisi netral, siapapun calon presiden, politisi lintas partai, pejabat melakukan kunjungan akan diterima dengan baik, namun jangan ditafsirkan sebagai sebuah dukungan.

sumber referensi: Katolik dan Politik: T Krispurwana Cahyadi, SJ. dan dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun