Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Hanafi: Seni Tersipu-sipu di Luar Pagar Kesenian

18 Oktober 2022   10:13 Diperbarui: 25 Oktober 2022   00:50 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk Pameran Endro Rukmono"Kolo Nguntal Bulan(Foto: Joko Dwi)

Hanafi bercelana tanggung warna hitam, duduk di sebuah kursi di tepi sungai yang mengalir deras warna kecoklatan. Ia berpakaian santai, Dari Jalan Maruyung, Depok, masuk sekitar 500 meter. Jalan sempit searah dengan kontur jalan menurun. Setelah melewati jembatan yang tanjakannya ekstrem sampailah di Galeri Hanafi yang berada di sebelah kanan.

Seniman itu terkadang susah ditebak apa maunya. Namun yang sering terlihat dan ditemui seniman lukis butuh tempat nyaman untuk melukis, jauh dari hiruk-pikuk kota, jauh dari gangguan ketika ia harus konsentrasi berkarya.

Hanafi punya sudut pandang sendiri terhadap aktivitas berkeseniannya. Studionya penuh orang-orang yang ingin merasakan bagaimana atmosfer yang terbangun ketika beraktifitas seni di dekat seniman seperti dia.

Hanafi dan Stuionya yang luas(Foto By Joko Dwi)
Hanafi dan Stuionya yang luas(Foto By Joko Dwi)

Ia bukan lulusan perguruan tinggi, pendidikannya hanya sampai kelas 4 SSRI (tidak tamat) yang berganti kemudian menjadi SMSR. Hanafi menyukai SSRI karena suasananya mendukung untuk bergaul dan beradu argumentasi dengan orang-orang yang senasib atau sama antusiasnya untuk berkesenian secara total.

SSRI membentuk mental seniman, namun memang hanafi dan mungkin seniman murni lainnya ide, pemikiran, gagasan dan aktivitas seninya tidak mau dibatasi dengan berbagai tetek bengek teori yang malah menimbulkan antipati atau membuat proses penciptaan karya terhenti hanya karena pasungan teori dan rutinitas sekolah yang tidak memberi kebebasan.

Kelahiran Purworejo, 5 Juli 1960, pernah hidup sebagai seniman lukis jalanan yang mangkal di depan Pasar Baru yang akhirnya membentuknya menjadi seniman tangguh dan peduli pada sesama dengan membuat studio yang menampung residensi atau nyantriknya para calon seniman.

Ilmu pengetahuan tetap penting namun digunakan untuk memperkaya ruang imajinasi, kekayaan ide yang membuat karya lukis bukan sekedar karya lukis, namun yang bisa memberi nilai lebih seperti penyadaran akan lingkungan hidup, kesadaran untuk peduli sesama, membangun semangat toleransi, membangun kepedulian pada sesama lewat karya seni, kritikan konstruktif terhadap jalannya kekuasaan.

Namun bila mengingat dunia seni yang penuh imajinasi dan banyak awam mengatakan liar, sesungguhnya seniman tetaplah manusia biasa yang butuh pengakuan, kawan dan lingkungan yang memberinya tetap berada di tengah-tengah masyarakat.

Dalam narasi yang dibacakan, Hanafi ketika membuka pelatihan lukis guru-guru seni rupa penulis menangkap esensi bahwa kebebasan kreatif sebagai sebuah pertanyaan dan jawaban. Seni meniru pertumbuhan alam, kisah cerita pertarungan burung-burung, pengembaraan dan pencarian penuh suka cita, dan kematian pahlawan.

Kebebasan kreatif adalah kebebasan terbaik. Seni tersipu-sipu di luar pagar kesenian.

Ketika Hanafi bicara tentang teknik menggambar ia memberi umpan dengan kata-kata. "Ada awalan sangat menarik dalam menggambar. Ia alat, ia material, dan ia milik kita sebagai kendaraan menuju tujuan berkesenian," ujarnya.

Di sela-sela pelatihan seni lukis, Hanafi seringkali memancing debat. Bermula ketika ia mencoba memberi pemaparan tentang kesenian berdasarkan pengalamannya selama ini, apalagi di institusi pendidikan yang ia nilai metode pendidikan/kurikulumnya masih buruk dalam hal kesenian.

Seni sebagai sebuah proses

Tidak pernah ada jawaban yang tepat. Persoalan metode pendidikan seni yang buruk. Perbaikan pendidikan orang yang bakat akan tetap berdiri sendiri di luar pagar, ada anak murid mencari dengan caranya sendiri (bakat). Persoalannya yang tidak bakat dan bakat disatukan.

"Mesti saringannya kuat sekali agar menerima yang tidak bakat, karena yang tidak bakat tidak akan jadi apa-apa. Aktivitas hanya sebagai kesenangan. Sebaiknya yang tidak bakat bekerja saja, daripada melacurkan diri di dunia kesenian," katanya.

Kalau mau serius, ada sanggar-sanggar yang menerima mereka yang antusias menggeluti seni. Contohnya studio kertas Hanafi.

Dalam pelatihan yang bertemakan apa itu garis pada sesi kritik karya ia melihat masih saja banyak orang yang melukis tanpa melihatkan emosi dan melakukan observasi mendalam, contohnya saat melukis atau menggambar daun, tanaman harus ada persentuhan dari benda yang hendak digambar sehingga muncul. Harus ada riset untuk mendapatkan gambar sesuai keinginan.

"Garis diperlakukan sebagai alat untuk mengolah. Pola narasi garis harus bisa membantu saya untuk bercerita. Dunia gambar sudah mempunyai koridornya sendiri. Orang yang ada dalam proses menggambar sudah ada dalam kepala," katanya.

"Ada yang terlalu boros dalam memberlakukan garis," imbuhnya.

Dalam garis kita mengenal geometri, perspektif. Kebebasan kreatif harus seru. jangan hanya sebagai peniru tetapi penciptanya, membuat tren aliran baru.

Penulis di Depan Studio Hanafi(doc. Joko Dwia)
Penulis di Depan Studio Hanafi(doc. Joko Dwia)

Proses berkesenian butuh pengalaman merasakan bagaimana kerasnya persaingan, susahnya menemukan jatidiri dan menggeluti kesenian dengan totalitas. Pendidikan hanya persinggahan yang terutama ada tekad, semangat dan pantang menyerah dalam menggeluti sebuah profesi terutama ketika memutuskan menjadi seniman.

Hanafi sudah makan asam garam dalam kesenian, jatuh-bangun sudah dirasakan, kanvas yang basah dan hanyut oleh banjir sudah pernah dirasakan, karya yang hilang dan kemudian dipalsukan sudah menjadi makanan seniman.

Pengalaman menjadi pelukis di pinggir jalan di Jakarta pusat mengajarkan Hanafi untuk peduli, mau berbagi, memberi kesempatan anak muda untuk melakukan residensi, nyantrik istilah jawanya, merasakan bagaimana atmosfer berkesenian yang sesungguhnya dari lingkungan tempat tinggal seniman.

Lukisan Hanafi kebanyakan lukisan "jumbo" jadi pangsa kolektornya adalah mereka yang mau memajang karyanya di tempat yang luas. Lukisan yang dibeli kolektor luar negeri biasanya dikirim dengan menggulung lukisan agar simpel pihak ekspedisi untuk mengirimkannya pada kolektor antar negara-antar benua.

Spanduk Pameran Endro Rukmono
Spanduk Pameran Endro Rukmono"Kolo Nguntal Bulan(Foto: Joko Dwi)

Dalam kesempatan pelatihan di ruang pameran depan sedang berlangsung pameran seni dengan judul Kolo Nguntal Bulan.

Pelukisnya adala Indro Rukmono: Pameran berlangsung dari 07 Oktober sampai 07 November 2022. Tema yang disodorkan di Galeri Hanafi harus dengan media kertas.

Maka Indro Rukmono menggambar dengan berbagai media kertas sebagai sebuah pesan bahwa melukis dengan kertas mengajak anak muda masa kini untuk tetap memanfaatkan kertas sebagai media gambar.

Dari media kertas anak muda bisa merasakan persentuhan dengan kertas, merasakan tekstur, merasakan sensasi berkeseniannya yang berbeda ketika melakukannya dengan media digital.

Alamat Galeri kertas Hanafi : Jl Raya Maruyung Gg. Manggis No 72 Parung Bingung, Depok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun