Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Diskusi Aneh Seputar Ijazah Palsu Kalau Tidak Kuat Bisa "Gila"

12 Oktober 2022   15:05 Diperbarui: 12 Oktober 2022   15:29 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengamati dan mengikuti dunia maya apalagi dunia seputar media sosial, kalau tidak kuat bisa-bisa terkena sindrom ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Bayangkan setiap hari muncul komentar aneh-aneh. Komentar itu bisa cerdas, bijaksana, dan tepat sasaran, namun banyak juga akun-akun yang asal njeplak, terutama akun kloningan dan akun yang sengaja menyembunyikan jati dirinya. Yang ramai saat ini adalah tentang isu ijazah palsu yang dimiliki Presiden Jokowi.

Gugatan Bambang Tri Mulyono sudah didaftarkan di Pengadilan Jakarta Pusat.  Materi gugatan mengacu pada dugaan bahwa Presiden Jokowi menggunakan ijazah palsu saat mendaftar sebagai calon presiden. Gugatan itu juga ditujukan pada KPU tergugat( II) , MPR (Tergugat III) dan kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi (Tergugat (IV).

Bambang Tri Mulyono yang menulis Jokowi Under Cover menggugat Presiden RI ke 7 ngotot ingin mempidanakan Jokowi walaupun terasa aneh gugatannya.  Menurut penulis aneh menganggap lembaga seperti KPU tidak kredibel. Kenapa Jokowi lolos verifikasi KPU sehingga bisa menjabat sampai dua periode.Kalau mau menggugat seharusnya ketika Jokowi mendaftar sebagai walikota dulu.

Penggugat menggunakan logika aneh dengan berpikir bisa saja seorang calon presiden di republik Indonesia ini menggunakan ijazah palsu dengan menyogok lembaga negara. Tetapi masyarakat memang berhak untuk melakukan gugatan karena Indonesia adalah negara hukum, negara demokrasi. Negara demokrasi menjamin hak dan kewajiban masyarakatnya untuk bebas berpendapat dan melakukan tuntutan hukum atas dugaan pencemaran nama baik, penistaan, menyelewengan jabatan, pemalsuan identitas.

Siapa sih sebenarnya Bambang Tri Mulyono (BTM) itu. Menurut beberapa referensi yang saya baca pria kelahiran tahun 1971 itu adalah lulusan SMAN 1 Blora. Pernah tercatat sebagai mahasiswa jurusan Peternakan Universitas Diponegoro, Ia keluar setelah bertahan 2 Semester. Selanjutnya ia mengikuti tes Perguruan Tinggi. Diterima di Universitas Jenderal Soedirman jurusan Pertanian. Namun lagi-lagi tidak diselesaikan padahal tinggal skripsi.

Menurut kakaknya yang bernama Endang , BTM termasuk orang yang jarang bergaul, lebih suka di rumah. Pribadinya keras tidak mau menerima masukan dari pihak lain. Pribadi Bambang Tri cenderung tertutup.

Bambang keukeuh memperkarakan Jokowi yang diduga memalsukan ijazah SD, SMP dan SMA saat proses pemilihan Presiden 2019 lalu (Bambang itu salah satu pengagum Prabowo Subianto).

Provokasi, gugatan dan berbagai peristiwa di Indonesia begitu riuh. Politisi, oposisi, memanfaatkan isu-isu yang belum tentu benar, untuk menjatuhkan kredibilitas lawan politik. Dalam lingkup kekuasaan semakin tinggi jabatan maka serangan-demi serangan fitnah, berita hoaks, berita yang membuat masyarakat terbelah dalam kubu-kubuan telah membuat suasana semakin hingar bingar.  Entah mana yang bisa dipercaya, Kadang kasus remeh-temeh berubah menjadi kasus besar karena masyarakat tergiring untuk menanggapi. Hal-hal yang sebelumnya sudah dibahas dan diklarifikasi, bisa saja kembali di bawa ke ranah media sosial sehingga netizen, buzzer, influencer, pengamat, komentator yang seringnya hanya membaca judul yang heboh tetapi tidak membaca secara terinci dan tuntas seperti ikut tersenggol dan ikut berkomentar.

Tumpang tindih opini itu membuat masyarakat bingung bagaimana membedakan berita yang benar dan berita yang sekedar isu dan rumor. Jejalan informasi yang banyak dengan nara sumber berbeda sudut pandang yang berbeda membuat hal yang benar dan valid bisa saja terus digugat karena ada isu yang berkembang yang meragukan kebenaran data tersebut karena telah terkontaminasi :politik.

Beberapa tahun belakangan ini dunia politik begitu ramai oleh berita hoaks yang dianggap benar, itu karena afiliasi politik, politik identitas yang terbentuk dan banyak orang yang terindoktrinasi oleh ajaran-ajaran agama radikal yang mendorong manusia untuk memperuncing perbedaan apalagi menyangkut hal sensitif, terutama kepercayaan atau agama.

Kasus Ijazah palsu, membuat logika terbalik. Yang kebetulan tengah membenci semua keputusan pemerintah saat ini tentu saja percaya dan mendorong untuk menindaklanjuti proses hukum, sedangkan yang bosan, capek mendengar rumor, akhirnya harus mengatakan masa bodo, mau ngomong 100 kali ya percuma wong ora waras kok ditanggapi (menyuplik apa yang dikatakan Gibran Rakabuming Raka di media)

Petitum, gugatan Bambang Tri itu makanan empuk bagi oposisi, pasti oposisi akan memanfaatkan isu yang bergulir liar di masyarakat untuk kalau bisa mencari cara mengimpeachman Presiden jika nantinya pengadilan memenangkan gugatan Bambang Tri Mulyono.

Apakah benar Ijazah Jokowi Palsu (SD, SMP,SMA bahkan ijazah dari UGM pun dipertanyakan, padahal bisa ditelusuri kebenarannya, karena Universitas sebesar Universitas Gajah Mada pasti punya data akurat mengenai alumninya.

Bagi orang yang berpikir jernih, gugatan Bambang Tri terasa aneh, bukankan segala informasi tentang asal mula ijazah itu bisa ditelusuri di lembaga terkait, Ini imajinasi Bambang, kenekatannya atau memang benar bahwa Ijazah Jokowi itu palsu. Bambang sangat yakin bahkan ia berani bersumpah dihadapan pemuka agama (Sugik Nur), dan bersumpah atas nama Al Quran. Benar-benar luar biasa Bambang Tri.

Sekarang dikembalikan pada masyarakat lebih percaya mana Jokowi atau Bambang Tri Mulyono pria asal Blora yang sudah hobi menulis sejak kecil. Ia pernah menjadi wartawan namun keluar karena ia tidak suka tulisannya di edit.

Kadang penulis sampai bingung di Indonesia ini perkara remah-remah, atau sebut peristiwa kecil bisa didorong menjadi skala nasional dengan cara memviralkan omongan orang yang belum tentu terbukti kebenarannya.

Politik, agama, kekuasaan telah membuat banyak orang mabuk, banyak orang yang tidak kuat mentalnya menjadi gila. Bisa jadi kalau menanggapi serius  isu-isu di media masa orang gila akan semakin banyak muncul akibat tumpang-tindihnya pemberitaan.  Di timpali lagi seorang lulusan kedokteran dan mengaku lulusan S3 filsafat Driyarkara bernama dr. Tiffauzia Tyassuma. Memang dr. Tifa pernah bergabung di program  Matrikulasi namun tidak selesai. Ia tidak menyelesaikan beberapa tugas sebagai syarat lulus program tersebut.

Serangan terhadap pimpinan republik ini sepertinya menjadi pekerjaan kontraproduktif. Negara-negara maju sedang berpikir bagaimana mengembangkan teknologi, dan tengah sibuk dengan berbagai masalah yang terjadi di dunia terutama resesi dunia yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2023. Di Indonesia netizen, pembaca medsos sibuk berdiskusi yang menguras emosi dan remah-remah yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Herannya memang netizen senang berdebat, sehingga apapun keterangannya, sudah melalui hak jawab benar tetap dikatakan salah dengan menebak-nebak masalah lain.

"Buktinya mana kamu lulus SD. Lur?"

"memang aku perlu bawa ijazah dan ditunjukkan ke mukamu agar percaya."

"Iya, iyalah, siapa tahu ijazahmu palsu. Kamu gak pernah sekolah tapi ngaku-ngaku sekolah."

"Mana yang lebih bagus ijazah palsu tapi bisa sukses hidupnya dengan kerja keras, atau punya ijazah asli tapi plonga-plongo pengangguran, kalau dinasihati ngeyel."

"Ya ijazah asli lah, yang penting khan tidak bohong."

"kalau plonga-plongo itu lebih percaya berita palsu daripada logika dan akal sehat."

"Siapa tahu, sukses hidupnya karena modal nyogok sana-sini. Orang kaya khan bisa memanipulasi apa saja."

"Sudah Bro, diskusi kita tidak usah diteruskan, tidak akan nyambung. Kalau merasa waras  bahas yang lain saja. Bisa-bisa masuk RSJ karena diskusi yang nggak jelas...dah...kalau mau diskusi, diskusi saja dengan tembok."

"?????"

Ya begitulah, media sosial kadang membuat hidup yang semula mudah dan menjadi riweh, yang semula ringan malah menjadi berat. Yang semula lurus malah bengkok-bengkok. Menanggapi netizen dengan ilmu ngeyelnya tidak akan selesai. Malah bikin mulas perut, dan pusing kepala, lebih baik santai saja daripada benar-benar gila. Baca buku, baca novel, baca cerita-cerita ringan atau dengan melihat talkshow  seperti lapor pak yang mengundang tawa dan melupakan kekesalan saat membaca komentar di media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun