Hal yang pahit yang terjadi misalnya munculnya bencana meletusnya gunung berapi, disertai cuaca yang buruk, ditambah munculnya angin puting beliung serta masih ditambah dengan siklus seratustahunan penyakit yang membawa korban jutaan nyawa melayang akibat virus baru yang belum diketahui obatnya, cepat persebarannya dan perlu kesigapan pemerintah mengantisipasi kebangkrutan akibat berhentinya roda perekonomian utang serta inflasi yang hadir secara global.
Lebih parah akibat berhentinya roda perekonomian, masyarakat tahunya marah dan menganggap pemerintahan tidak becus menyelamatkan usaha rakyat dan para mahasiswa serta dibantu oposisi sibuk berdemo tanpa memberi solusi bagaimana keluar bersama dari kemelut dan bencana.
Belum lagi masyarakatnya sibuk dengan ancaman radikalisme agama, yang hampir setiap hari di media sosial tiada hari tanpa debat agama. Seperti sudah merasa benar semua, dan semua menganggap yang paling sempurna.
Padahal kadang para pemimpin umat dan agama lupa untuk mengingatkan untuk introspeksi diri, tidak hanya menuding dan menganggap yang lain salah. Manusia yang setiap harinya mengurusi keimanan orang lain tetapi tidak sadar bahwa imannya sendiri masih lemah dan perlu banyak belajar.Â
Hal-hal yang berurusan dengan politik dicampuradukkan dengan keyakinan dan agama, yang seharusnya berpikir maju bagaimana membangun industri roket masih sibuk berdebat tentang keyakinan yang kalau diperdebatkan tidak pernah ketemu.Â
Jika setiap manusia merasa baik dan lebih sempurna maka yang muncul adalah rasa iri dan munculnya kesombongan karena menganggap ia dan kelompok dan keyakinannya yang paling unggul.
Padahal untuk menjadi negara maju manusia harus luas pengetahuannya baik ilmu bumi, sejarah, sosiologi, filsafat, matematika dan ilmu geologi. Bukan harus menguasai hanya harus tanggap terhadap situasi dan kondisi lingkungan.Â
Urusan keimanan urusan pribadi, kalau semua orang sudah saling menghargai, saling hormat dan saling respek artinya pemahaman agama dan keimanan semakin baik, kalau setiap manusia masih sibuk bagaimana membuat teman terpojokkan, bicara bohong demi ketenaran, memutarbalikkan fakta demi popularitas, artinya agama belum dipahami benar.Â
Mengapa siswa harus sekolah, bukan semata-mata pintar dalam pelajaran tetapi lupa akan esensi belajar sebenarnya. Apalagi jika sudah bisa disebut mahasiswa.
Lalu bagaimana mengatasi dan mencegah parahnya korban akibat bencana alam?
Nah inilah diperlukan kecerdasan dari masyarakat, perlu kesigapan mahasiswa untuk bersama memikirkan solusi terbaik agar  bencana, munculnya virus satu abad, berulahnya alam bisa dihadapi dengan bijaksana.