Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Tengah Berada di Persimpangan Jalan

1 April 2022   07:22 Diperbarui: 1 April 2022   07:28 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi Jokowi di kala Covid 19 merebak, negara dihantam isu langkanya minyak goreng, dan ambisi orang-orang terdekatnya menggulirkan wacana  3 periode rasanya serba tidak enak. Apapun dari segala sisi akan dihujat. Posisinya dilematis.

Perekonomian yang luluh lantak di hampir semua negara di dunia sebenarnya permakluman bahwa sungguh susah menapaki kekuasaan di tengah hantaman wabah Covid,diam tidak bertindak dianggap lamban, terlalu mengekang rakyatnya untuk tidak keluar rumah dan membatasi ruang gerak untuk mencegah penyebaran covid, dianggap menghambat rakyat untuk mencari rejeki, terkena penyakit dan harus terkapar masyarakat butuh pelayanan cepat dan gratis. Anggaran membengkak untuk membiayai pasien covid dinilai pemerintah tidak serius menangani wabah.

Posisi dilematis Jokowi

Dalam fenomena politik, sebagai presiden ia taat konstitusi dan ketentuan perundang-undangan digiring bahwa Jokowi plin-plan, ambisi pada kekuasaan dan, tidak konsisten. Padahal keinginan tiga periode bukan suara Jokowi, ia hanya ingin memperlihatkan ia ingin taat pada aturan yang berlaku pada undang-undang dasar. Perundangan membuat ketentuan bahwa jabatan hanya dua periode, namun banyak orang menginginkan perpanjangan masa jabatan, politisi bikin manuver yang membuat kheki Jokowi di mata masyarakat.

Kalau ia menanggapi dengan bahasa halus, terkesan kurang tegas segera netizen melontarkan serangan bertubi-tubi seakan akan Jokowi adalah Presiden ambisius yang ingin melanggengkan kekuasaan. Memang berkuasa itu mudah? Memang tidak pernah punya dilema atas kebijakan tidak populis yang hanya mengundang pro dan kontra di masyarakat. Sementara kenyataannya banyak pejabat di bawahnya tetap saja berpesta, mengemplang APBN untuk kepentingan dirinya, terjerat dalam tindak pidana korupsi, memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri, jarang berbaur dengan masyarakat dan masa bodoh terhadap penderitaan masyarakatnya.

Jokowi, terjebak dalam dilema, ia seperti berada di persimpangan. Sementara semakin banyak orang yang kecewa oleh terobosannya dan kebijakan pembangunannya yang cenderung tidak memberi solusi terhadap apa yang terjadi dalam masyarakat. Langkanya minyak misalnya semua dikembalikan ke Jokowi, Mengapa saat CPO berjaya masyarakat sendiri menjerit kekurangan minyak. Saat subsidi minyak diberlakukan malah disembunyikan para spekulan, pedagang besar, dan dikeluarkan sedikit-sedikit demi kepentingan usaha mereka agar tidak bangkrut. Lagi lagi telunjuk ditujukan ke muka Jokowi, bagaimana katanya presiden yang merakyat tetapi membuat masyarakat merana.

Politisi oposan semakin tersenyum akan semakin banyak ruang tembak tertuju pada pemerintah dan Jokowi, Masalah rumit datang silih berganti, Jokowi akan semakin tantrum dan bingung. Nah itu yang ditunggu. Mereka para oposan menawarkan solusi, menggelar pasar murah, menyediakan minyak melimpah, demi mendongkrak nama mereka populis di mata rakyat.

Ah, trik yang akan selalu berulang setiap menjelang pemilu. Pejabat yang berasal dari partai pun tidak mau kalah, tidak peduli apa kata Presiden, tidak peduli apakah ia sebagai pelayan masyarakat mereka hanya berpikir untuk memanfaatkan momentum merebut suara rakyat.Mereka hanya mendengar suara partainya suara ketuanya. Kalau perlu menjilat ludah sendiri. Dari belakang mendorong dan menggelontorkan wacana 3 periode padahal bukan Jokowi yang ambisi, merekalah yang dilingkar kekuasaan yang ingin tetap berkuasa.

Semua Keluhan langsung Ke Presiden

Jokowi pasti tengah galau, ia selalu menjadi sasaran tembak, apapun keluhan selalu ditujukan ke dia, apapun bahkan masalah minyak curah, minyak goreng harus langsung mendapat jawaban dari presiden. Bahkan jalan rusak di desanya yang seharusnya tanggungjawab kepala desa dan bupati dikeluhkan langsung ke presiden.

Kalau anda sebagai presiden republik Indonesia di masa medsos merebak dan mengerikan kata-kata yang terucap dari para komentatornya yang canggih pikirannya dan banyak idenya, tentu tidak mudah. Seperti tengah berdiri di perapian, bara api yang menyala-nyala. Salah langkah akan terbakar salah menentukan kebijakan akan"habis" di mata netizen.

Apapun kata netizen semua harus sempurna, maunya minyak murah, meskipun di mana-mana di belahan dunia manapun minyak goreng sedang mahal. Lalu ada yang menginginkan presiden harus tegas melenyapkan mafia yang membuat langkanya minyak goreng tersebut. Bagaimana bisa mengatasi persoalan tentang mafia ketika hampir semua politisi sebenarnya tengah melakukan permainan catur, mengatur dibalik layar kekacauan-kekacauan negara hingga mereka mendapat simpati dan jalan lempang menuju kekuasaan. Saya yakin para politisi kritis itu akan bungkam jika mereka berada dalam lingkaran kekuasaan.

Bukan ingin membela Jokowi, tetapi berusaha merasakan jika seandainya saya berada dalam posisi Jokowi, Saya bisa merasakan tekanan baik dari lingkar rekan-rekan terdekatnya dan banyaknya pejabat dibawahnya yang tidak lagi konsentrasi penuh mengabdi dan melayani masyarakat. Mereka sedang bersolek, mendandani diri agar terlihat menarik di mata rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun