Mereka yang sukses dan kaya seperti mempunyai langit tersendiri yang berbeda dimensi dengan orang-orang gagal yang kebetulan berasal dari kalangan orang-orang miskin.Â
Miskin pun dibedakan antara miskin hati dan miskin yang sebenar-benarnya karena mereka tidak bisa berkembang karena keterbatasan finansial, dan seakan-akan tak mampu mengubah nasib hingga muncul istilah yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya.
Debat kusir tentang intoleransi dan intoleransi pun akan semakin memanas dan sering muncul misalnya pas menjelang perayaan besar agama, untuk saat ini muncul sikap toleransi untuk menghormati orang yang akan menjalankan ibadah puasa.Â
Polemik muncul dari mereka yang menganggap misalnya warung, warung harus ditutup, makan tidak boleh sembarangan ketika puasa tiba, mereka yang makan di luar saat puasa itu adalah orang-orang intoleransi, melanggar hak asasi dan tidak menghormati antar pemeluk agama, sedangkan di sisi lain selalu ada yang mendebat. Biarkan warung tetap terbuka, kalau imanmu kuat tidak akan goyah melihat orang makan di warung atau tempat umum.
Bicara toleransi dan intoleransi rasanya tidak akan pernah habis untuk dibahas. Menurut saya toleransi itu perlu dan menghormati mereka yang beribadah menurut keyakinan masing-masing itu penting. Setiap orang yang bijak akan bisa menempatkan diri di mana ia tinggal, Mayoritas menghormati hak dan kewajiban kaum minoritas, kaum minoritas pun tahu diri di mana ia berpijak. Tidak perlu membangunkan macan tidur, atau tidak perlu berdebat untuk membiarkan mereka yang sedang berpuasa merasa nyaman melakukan dan melaksanakan kewajiban agamanya.
Begitupun juga dengan paham liberal yang menganggap tradisi itu kuno dan ketinggalan zaman. Dan mereka dengan egois menganggap bahwa budaya dan seni tradisi itu menghambat kemajuan. Sejauh bisa dipahami dengan bijaksana toleransi bisa dilakukan tanpa harus menyinggung paham atau pandangan, kepercayaan dan kebiasaan tiap orang.
Jadi benar khan membahas toleransi dan intoleransi itu sungguh seksi, selalu ada yang mengintipnya dan kemudian ikut membedahnya. Salam damai selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H