Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perjuangan Puan Maharani di Tengah Rendahnya Elektabilitas

25 Februari 2022   17:19 Diperbarui: 1 Maret 2022   08:05 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puan Maharani sedang berusaha menaikkan elektabilitasnya (Sumber: Humas DPR via kompas.com)

Bagi kader PDIP loyalitas pada pimpinan itu utama, dan Megawati sampai saat ini adalah pimpinan yang masih didengar dan dihormati. Bagaimana dengan Puan Maharani? Beliau baik, selain anak idiologis dan juga anak biologis Soekarno dari Megawati Soekarno Putri. Rasanya masyarakat kurang adil, Puan yang setia, kader karier, loyalis partai, pernah menjadi menteri dan sekarang pucuk pimpinan DPR. Apa yang kurang coba?

Yang kurang pada sosok Puan adalah selera masyarakat. Sebagus apapun rekam jejak sebagai kader partai, calon pemimpin itu bukan hanya didasarkan pada prestasi di partai, bisa duduk di pucuk pimpinan. 

Bagi kader PDIP Puan cukup ideal untuk menjadi next presiden, tidak usah bicara gender, tidak menyangsikan kontribusi sebagai seorang perempuan, ibu rumah tangga dan calon penerus tahta pemimpin tertinggi berlambang banteng moncong putih.

Puan tidak salah, hanya situasinya yang salah. Melihat kematangan politiknya apa yang disangsikan, katakanlah Puan itu matang di politik, mempunyai akar kuat, mempunyai kuda-kuda yang cukup kuat menopang segala harapannya sebagai pemimpin tertinggi masyarakat ini. Tetapi ketika melongok survei, oh, rasanya Puan harus berkeliling Indonesia, menyenggol masyarakat dengan tulus, memperhatikan segala keluh-kesahnya, berempati pada apapun penderitaan masyarakat.

Tetapi apakah dua tahun cukup untuk menaikkan elektabilitasnya yang masih satu koma, bahkan saya melihat elektabilitasnya sedikit di bawah Giring eks"Niji". Padahal spanduknya ada di mana-mana hampir selalu ada di tiap sudut kota, kenapa suara Puan masih senyap? Tidak suara Puan sudah naik signifikan, terbukti sudah ada pendukung Puan Lho. Oh, ya di mana? Yang di beritalah...

Kalau saya menilai Puan memang konsisten, ia tokoh yang dibesarkan partai dan ia hebat bisa berproses sebagai seorang politisi, lepas bahwa ia anak pemimpin partai. 

Masyarakatlah yang seharusnya dibuka matanya untuk bisa menghargai secara obyektif pada mereka yang merintis karier secara konsisten. Puan itu simbol kesetiaan, banyak diam meskipun sesekali berbicara kepada publik, meskipun menurut saya gayanya masih datar tidak seekspresif Soekarno kakeknya, Belum terlihat setegas ibunya.

Tetapi sebagai pucuk pimpinan partai politik ia sudah sangat layak. Tetapi masyarakat pemilih saat ini unik, yang berkualitas saja bisa terlempar, lebih memilih yang kontroversial, dan sensasional. 

Lihat saja banyak wakil rakyat yang terpilih bukan karena ia memang cocok dan pas sebagai wakil rakyat, tetapi karena sebetulnya masyarakat bingung, tidak ada yang dipilih maka banyak yang bisa diibaratkan tebak-tebak buah manggis, hasilnya masa bodoh, toh, wakil rakyat hanya bersemangat ketika sedang mencari cara untuk menaikkan elektabilitasnya, kalau sudah terpilih ya banyak yang dem-dem bae, toh sudah nyaman di kursi wakil rakyat.

Puan sudah merintis di dunia politik cukup lama, ia sudah kenyang dengan intrik, dengan sensasi serta manuver-manuver politik dan politisi. Mungkin kader setia paham dan memandang layak bahwa Puan memang sudah saatnya dinaikkan levelnya, diberi jalan untuk kursi RI. Tetapi melihat elektabilitasnya yang masih rata-rata bawah. 

Sekali lagi ia orang baik, tetapi kenapa banyak netizen masih sangsi, masih kurang percaya bahwa Puan bisa menjadi orang besar, bisa diberi sandaran harapan untuk meneruskan cita-cita masyarakat lepas dari kesulitan. 

Puan bagi kader-kader partai yang selalu kalah ketika zaman orde baru adalah harapan, representasi dari Megawati. Namun realita masyarakat lain, segegas dan sesemangat apapun memasang baliho dan spanduk, bukan itu yang dimau masyarakat. Mereka mencari yang bisa mendengar mereka sangat dekat, yang tidak sekadar berbicara namun bekerja, tidak hanya karena kebetulan keturunan dari orang besar.

Realitasnya tukang kayu saja bisa menjadi presiden, mungkin lebih nyaman melihat pemimpin seperti seorang pemimpin yang pernah merasakan kebanjiran, pernah hidup di gang sempit, pernah merasakan lapar. Di sisi lain masih banyak masyarakat yang rindu lelaki macho, gagah, dan tegas seperti halnya mereka yang berasal dari tentara.

Di saat mereka masyarakat bosan dengan citra orang gagah namun penuh pencitraan masyarakat tiba-tiba terpukau oleh wajah sederhana sebagai representasi dari masyarakat kebanyakan, bukan pada segelintir elit yang seringkali hanya polesan, glowing namun tidak punya isi. 

Saat ini terlepas dari banyak kekurangan masyarakat masih rindu pimpinan yang jujur, yang mau mendengar dan tidak berjarak, yang selalu ada ketika mereka membutuhkan.

Pada saatnya mungkin Puan mampu, tetapi masyarakat sudah memilih, mereka sudah mempunyai kriteria tersendiri dan Puan harus bekerja keras untuk bisa merebut simpati masyarakat. 

Dan secara kebetulan ada kader yang jauh lebih populer dan dekat dengan masyarakat, kebetulan itu seperti impian masyarakat yang masih menginginkan sosok seperti pucuk pimpinan saat ini. Kalaupun akhirnya masyarakat berpaling, ternyata meskipun dulu penuh intrik sosok gagah, mantan militer masih menjadi lumbung suara juga.

Politik memang mudah melupakan rekam jejak intrik dan hal-hal kontroversial, bahkan mereka yang pernah masuk bui dalam perkara korupsi masih masuk dalam daftar orang-orang yang elektabilitasnya tinggi. 

Jadi kadang bingung dengan selera masyarakat termasuk saya sendiri, Indonesia memang unik, sudah pernah sengsara dan pernah dikecewakan tetapi ada saja yang masih memilihnya. Ya namanya jutaan pemilih, selalu saja ada hukum probabilitas.

Saat ini Puan harus bisa menyisihkan Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Tri Rismaharani, Erick Thohir. Para kadernya masih percaya bahwa popularitas dan elektabilitas Puan masih bisa digenjot, hanya jika melihat realitas, kalau Puan tidak segera melakukan manuver yang bisa mengubah persepsi masyarakat tentang dirinya yang masih dalam bayang-bayang kebesaran Megawati ya mending Puan legowo, dan PDIP juga realistis untuk mempersilakan kader lain berjuang merebut simpati rakyat.

Untuk Mbak Puan, semangat ya... pasti ada kader dan masyarakat yang mendukungmu, namun untuk sukses duduk sebagai kepala negara rasanya perlu banyak turun ke masyarakat, berbincang dan merasakan apa yang masyarakat rasakan hari-hari ini. 

Banyakin ladang kedele, buang dan hukum berat para penimbun dan spekulan, pastikan minyak goreng tetap ada di gerai mini market dan pasar tradisional. Jangan simpan digudang kaum tajir melintir yang lebih memilih menyembunyikan stok minyak gorengnya daripada rugi bandar menyenangkan masyarakat konsumennya.

Kalau Mbak Puan bisa menjamin itu semua, yakin masyarakat akan jatuh simpati. Semoga keberuntungan menaungi Mbak Puan Maharani. Merdeka!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun