Herman benar-benar berang, marah dan kecewa. Ia tidak bisa mengendalikan diri dan memukul pintu di depannya. Berteriak keras sangat kesal karena setiap mendengar suara Sinta rekan kerjanya di zoom, Istri Herman selalu menyinggung tentang potensi perselingkuhan dirinya dan Sinta.
Istri tahu Sinta orangnya luwes, tahu apa yang dimaui Herman, dan menurut informasi Herman sering bekerja sama dan pergi keluar untuk urusan kerja. Istri Herman  orang yang mempunyai gensi tinggi, ia gengsi menegur Herman, ia gengsi menunjukkan bahwa ia cemburu, sangat cemburu pada Sinta.
Herman sendiri merasa ia biasa saja, hubungannya dengan Sinta adalah hubungan profesional. Karena tuntutan pekerjaan maka ia harus selalu bertemu Sinta. Istri Herman termasuk orang yang keras kepala, suka ngomel, suka menyindir-nyindir tentang masalah selingkuh. Herman sendiri bingung setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya selalu dikaitkan dengan potensi perselingkuhan antara dirinya dan dan Sinta. Ia merasa lurus-lurus saja karena Herman berjanji bahwa setelah diikat pernikahan ia berjanji akan setia pada pasangannya.
Dalam perjalanan pernikahan, kerikil, onak duri komunikasi ia dan istrinya menjadi bumbu yang mengharuskan ia sabar-sabar dan tidak meladeni dengan emosi. Ia berusaha mengendalikan diri meskipun sebagai manusia ada batas-batas kesabaran yang susah ditahan, terkadang meledak, Â ia perlu melampiaskan dengan memukul benda-benda sekitar seperti membanting pintu, memukul tembok dan meremas bantal.
Saat emosi Istri Herman benar-benar susah dikendalikan, bahkan pernah mencoba bunuh diri dengan membenturkan kepalanya ke tembok, pernah juga mencoba minum obat-obatan sebanyak-banyaknya. Sungguh ia khawatir, pada satu titik Herman kadang frustasi bagaimana menghadapi istrinya yang mempunyai emosi yang susah dikendalikan. Pada saat kalut ia hanya bisa memasrahkan diri dengan keajaiban doa. Dalam bathinnya ia berdoa mohon petunjuk agar ia tidak membalas dengan kekerasan, meskipun ia harus menerima, tamparan, gigitan, hingga bengkak mukanya oleh lemparan benda-benda saat istrinya sedang dalam puncak emosi.
Herman sendiri termasuk orang yang sabar, namun  seringkali ia tidak bisa mengendalikan emosi setiap kali ia selalu diarahkan dengan sindiran kata-kata dari istrinya yang punya imajinasi sendiri ketika ia menggambarkan Herman sedang berselingkuh dan mencoba membangun opini bahwa Herman benar-benar selingkuh.Herman keukeuh bahwa ia hanya berteman, hanya rekan kerja tidak lebih. Tapi istrinya sering gelap mata dan kata-katanya bisa menjebol tembok kesabarannya yang ia bangun.
Ledakan emosi itu seperti bom. Frustasi bagaimana bisa menghadapi istrinya yang keras kepala dan dalam puncak emosi selalu bilang minta cerai. Untungnya selama bertahun-tahun saat emosi istrinya mulai reda ia bisa meluluhkan hati istrinya dan membuat relasi kehidupan suami istrinya kembali normal.Â
Berkali-kali Herman bisa meyakinkan istrinya dan melewati masa sulit hubungan komunikasi dengan kesabaran yang ditunjukkan meskipun dalam konflik rumah tangga itu ia sering menjadi korban mendapat tamparan, pukulan, gigitan, dan lemparan benda yang membuat pelipis berdarah, bengkak,dan kadang ada luka cakaran yang sengaja ia samarkan bila ditanya mengapa tanganmu, mengapa mukamu bonyok?
Relasi hubungan istri memang tidak selalu mulus, ada saja masalah yang berujung pada pertengkaran. Dari konflik itu kadang tidak selamanya suami istri bertahan. Ketika setiap pasangan mempunyai ego yang tinggi banyak alasan perceraian yang akhirnya harus diketok palu.Â
Ada gengsi yang membuat mereka rasanya tidak bisa kembali menyatukan hati, mending mengikuti kata hatinya dan menuruti ego yang ada dalam diri pasangan suami istri. Yang menjadi korban adalah anak-anak mereka.Â
Hidup dalam keluarga broken home mempengaruhi psikologi mereka. Terbelah dalam dunia yang sama-sama keras dan saling menyalahkan. Anak-anak bingung melihat pertengkaran demi pertengkaran hingga akhirnya orang tuanya memutuskan berpisah.
Sabar dan MengalahÂ
Langgengnya relasi suami istrinya salah satunya adalah membangun komunikasi yang baik, saling mengalah, tidak membenturkan emosi dengan emosi, Â Mencoba membangun chemistry dan tentunya tidak menunjukkan kecemburuan membabi buta. Jika salah satu pasangan impulsif, terlalu protektif, pencemburu dan seringkali mempunyai imajinasi lebih membayangkan pasangannya sedang berselingkuh, pasangan lainnya mengalah, lebih bersabar dan siap menerima sansak kemarahan dengan pikiran dan hati yang dingin. Bila kedua-duanya mendidih, tidak akan ketemu titik temunya.
Ibarat api dilawan api pasti akan membakar dan merembet dan menjadi bencana. Api harus dilawan air, hingga padam emosinya dan kembali bisa berpikir jernih. Orang yang sedang emosi seberapapun cerdasnya akan membuat keputusan yang cenderung egois, tidak memikirkan orang lain lebih mendengarkan pikiran-pikiran pendeknya.
Herman mencoba berkonsultasi dan seorang temannya yang kebetulan psikolog memberi solusi untuk bisa mengelola emosi. Herman tahu, akan selalu ada konflik apalagi ketika ada masalah yang mengusik ketenangan kehidupan berkeluarga.Â
Masalah keuangan bisa menjadi pemantik pertengkaran, dan kadangkala hal-hal sepele masalah suami lebih asyik main HP daripada mendengarkan curhatan istrinya pun sering menjadi pemantik api pertengkaran. Perempuan biasanya lebih sensitif, bisa dikatakan emosi perempuan sering tidak stabil apalagi saat menstruasi. Pasangan laki-lakinya harus sabar menghadapi fluktuasi emosi yang bisa berakhir dengan pertengkaran hebat.
Sebagai orang yang bisa mengelola emosi lebih baik, siapapun pasangannya harus mengalah. Kalau yang satu sedang sensitif, sebaiknya jangan dipancing dengan hal-hal yang membangkitkan emosi. Saya melihat bahwa kasus perceraian yang biasa terjadi karena laki-laki perempuan yang disatukan dalam pernikahan tidak berusaha memperhatikan pernik-pernikahan kecil pernikahan yang sebetulnya berguna mengurangi resiko perceraian.Â
Salah satunya memaklumi kekurangan pasangan, malah banyak yang memanfaatkan kelemahan dan kekurangan pasangan untuk membangkitkan pertengkaran, yang terbaik harusnya menyadari kekurangan pasangan dengan mencoba mengingatkan, menutupi kekurangan pasangan dengan kelebihan yang ada dalam dirinya.
Bila pasangan emosi dan sering meledak-ledak emosinya sebaiknya jangan dipancing dengan masalah-masalah yang bisa membangkitkan emosinya, Menghadapi pasangan dengan emosi tinggi hanya satu kuncinya yaitu sabar, tidak ikut larut dalam emosi, diam dan mencoba mendengarkan apapun omelannya meskipun kadang dari kata-kata pasangannya seringkali amat menyakitkan.Â
Ada kalanya ketika emosi pikiran-pikiran buruk tiba-tiba muncul, frustasi, depresi menjadi hadiah utama hingga menyebabkan ia bisa memukul dirinya, sendiri, membentur-benturkan kepalanya ke tembok, hingga tiba-tiba lemas, pingsan dan berujung dengan menangis semalaman.
Marah Akan Membesar jika Dilawan dengan Marah
Saya jadi ingat buku yang koleksi saya judulnya Si Cacing dan kotoran kesayangannya, dengan judul pemangsa amarah. Dalam cerita Ajahn Bram pemangsa marah akan semakin besar bila dilawan dengan marah dan kesal, namun jika amarah dilawan dengan kelembutan dan sikap bijaksana, kemarahan akan semakin mengecil.Â
Ajahn memberi ilustrasi tentang kanker, jika manusia menyingkapi dengan marah dan emosi maka kankerpun akan semakin menjalar. "Hei, sakit enyahlah dari sini, Kau tak diizinkan." Kemarahan bukan solusi untuk sembuh. Malah ada baiknya dengan lembut manusia bisa bilang."kanker pintu hatiku terbuka untukmu apapun yang kamu lakukan, masuklah."Ilustrasi Ajahn membuat hati yang keras menjadi luluh, tidak ada gunanya melawan kesakitan dengan marah. Sakit hati misalnya dilawan dengan ketulusan dan kepasrahan.
Jika pasangan bijaksana, mereka akan menunggu sampai emosi istrinya atau suaminya mereda, setelah itu baru bicara dari hati- ke hati dengan sentuhan lembut.
Menghadapi Misterinya Pemicu Kemarahan
Pernikahan menurut saya sejatinya adalah perjalanan tersulit,penuh misteri dan penuh tantangan. Egoisme saat bujangan jelas bukanlah jawaban ideal mengarungi mahligai pernikahan. Yang muncul adalah kompromi demi kompromi. Pada awal pernikahan, ketika banyak perbedaan memberikan dampak bagi psikologis pasangan suami istri, percekcokan tidak terhindarkan, Banyak hal yang harus dipermaklumkan agar relasi suami istri bisa damai menjalaninya, jika masih membawa ego masing-masing dipastikan akan selalu bertengkar tanpa titik temu.
Yang dilakukan oleh pasangan muda dalam hal perkawinan adalah mengolah emosi, meredam kemarahan, memaklumi kelemahan pasangan dan berusaha tidak terseret dalam pertengkaran yang saling menyakiti baik jiwa maupun raga.
Kalau berpikir perbedaan akan banyak sekali muncul hal- hal tidak mengenakkan, dari kebiasaan di lingkungan masing-masing, pola asuh keluarga sebelumnya, dan juga baru sadar bahwa dibalik cinta yang menggebu waktu pacaran, mereka tidak menyadari bahwa dengan saling menutup kekurangan malah menjadi bom waktu ketika mengarungi pernikahan.
Jika bisa melewati, 5 sampai 10 tahun pernikahan, pertengkaran mulai mereda dan akhirnya egoisme mulai berkurang dan pertengkaran bisa diselesaikan dengan tanpa banyak keributan. Tekanan emosi oleh hal-hal yang dipicu oleh isu perselingkuhan, rasa cemburu menjadi ujian bagi pasangan bila bisa mengatasi persoalan, hidup menjadi lebih ringan, namun masalah selalu ada karena kehidupan itu sendiri masih penuh misteri, lebih misteri lagi menebak kemarahan perempuan.Â
Sebab kadang hal-hal yang amat sepele bisa memicu kemarahan dan pertengkaran. Jadi kaum laki-laki, jaga lidah, jaga kelakuan, jaga mata dan jaga gesture tubuh, apalagi jika menyangkut masalah gawai dan keasyikannya yang kadang membuat ada hati yang membara, jika saat memegang HP senyum-senyum sendiri. Awas ada piring terbang. Hahahha...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H