Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengelola Marah Saat Tertekan

20 Februari 2022   06:21 Diperbarui: 21 Februari 2022   12:55 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ajahn memberi ilustrasi tentang kanker, jika manusia menyingkapi dengan marah dan emosi maka kankerpun akan semakin menjalar. "Hei, sakit enyahlah dari sini, Kau tak diizinkan." Kemarahan bukan solusi untuk sembuh. Malah ada baiknya dengan lembut manusia bisa bilang."kanker pintu hatiku terbuka untukmu apapun yang kamu lakukan, masuklah."Ilustrasi Ajahn membuat hati yang keras menjadi luluh, tidak ada gunanya melawan kesakitan dengan marah. Sakit hati misalnya dilawan dengan ketulusan dan kepasrahan.

Jika pasangan bijaksana, mereka akan menunggu sampai emosi istrinya atau suaminya mereda, setelah itu baru bicara dari hati- ke hati dengan sentuhan lembut.

Menghadapi Misterinya Pemicu Kemarahan

Pernikahan menurut saya sejatinya adalah perjalanan tersulit,penuh misteri dan penuh tantangan. Egoisme saat bujangan jelas bukanlah jawaban ideal mengarungi mahligai pernikahan. Yang muncul adalah kompromi demi kompromi. Pada awal pernikahan, ketika banyak perbedaan memberikan dampak bagi psikologis pasangan suami istri, percekcokan tidak terhindarkan, Banyak hal yang harus dipermaklumkan agar relasi suami istri bisa damai menjalaninya, jika masih membawa ego masing-masing dipastikan akan selalu bertengkar tanpa titik temu.

Yang dilakukan oleh pasangan muda dalam hal perkawinan adalah mengolah emosi, meredam kemarahan, memaklumi kelemahan pasangan dan berusaha tidak terseret dalam pertengkaran yang saling menyakiti baik jiwa maupun raga.

Kalau berpikir perbedaan akan banyak sekali muncul hal- hal tidak mengenakkan, dari kebiasaan di lingkungan masing-masing, pola asuh keluarga sebelumnya, dan juga baru sadar bahwa dibalik cinta yang menggebu waktu pacaran, mereka tidak menyadari bahwa dengan saling menutup kekurangan malah menjadi bom waktu ketika mengarungi pernikahan.

Jika bisa melewati, 5 sampai 10 tahun pernikahan, pertengkaran mulai mereda dan akhirnya egoisme mulai berkurang dan pertengkaran bisa diselesaikan dengan tanpa banyak keributan. Tekanan emosi oleh hal-hal yang dipicu oleh isu perselingkuhan, rasa cemburu menjadi ujian bagi pasangan bila bisa mengatasi persoalan, hidup menjadi lebih ringan, namun masalah selalu ada karena kehidupan itu sendiri masih penuh misteri, lebih misteri lagi menebak kemarahan perempuan. 

Sebab kadang hal-hal yang amat sepele bisa memicu kemarahan dan pertengkaran. Jadi kaum laki-laki, jaga lidah, jaga kelakuan, jaga mata dan jaga gesture tubuh, apalagi jika menyangkut masalah gawai dan keasyikannya yang kadang membuat ada hati yang membara, jika saat memegang HP senyum-senyum sendiri. Awas ada piring terbang. Hahahha...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun