Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Badrun Ternyata Temannya Kadrun

8 Februari 2022   11:54 Diperbarui: 8 Februari 2022   12:23 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarmin senang sekali bisa jalan-jalan di pantai. Sudah terbayang-bayang ia melihat ombak dan hamparan pasir. Sudah terngiang-ngiang suara angin kencang menerpa kupingnya, sudah pengin merasakan lengketnya udara yang membuat lengket badan oleh keringat yang mengandung garam.

Ia ingat dulu ketika bermain-main dengan ombak, berlari ke pinggir ketika ada ombak besar sebesar rumah hendak menerjangnya, tergopoh-gopoh takut tergulung ombak besar. Kalau masalah ombak sebenarnya tidak masalah ia terjang, tapi banyak cerita ngeri mendengung ditelinganya bahwa ombak di sini itu tidak kenal ampun, ketika tergulung dan mereka seperti tersedot oleh pusaran ombak itu. Seperti sedang ditarik ke sebuah dunia dengan dominasi warna hijau dan muncul banyak dayang-dayang cantik dengan kedipan mata genit membuat para pemuda penikmat pantai terbuai oleh senyumannya dan akhirnya tergoda mendekat dan akhirnya lenyap tertelan ombak.

Begitulah hampir setiap minggu selalu ada korban, meskipun pengunjung baik laki-laki dan perempuan tidak pernah bosan bermain ombak. Sarmin, menghela nafas, duduk dan menikmati deburan dari jauh, ia hanya menikmati gulungan rumput tertiup angin sambil melihat sekeliling. Di belakangnya ada gurun pasir, ia mencoba membayangkan apakah sama dengan gurun yang ada di Arab atau gurun yang diceritakan guru agamanya.

Angin telah membentuk gurun pasir itu demikian artistiknya. Ia ingin melihat apakah ada makhluk di situ.

Seperti halimun, muncul halusinasi dari seberang gurun pasir, seorang lelaki dengan celana hitam pendek. Tanpa baju, menampakkan dada bidangnya dan otot otot yang menonjol. Tapi wajahnya masih berkabut, seperti berkaca, silau terkena cahaya dari belakang. Ia mendekat, lalu tertunduk. Duduk ditengah gundukan gurun. Sarmin mengucek- ucek matanya dan mencoba mendekat, siapakah lelaki itu.

Ia melihat lelaki itu duduk dan terus merunduk lama. Ia seperti tengah asyik dengan guratan-guratan pasir yang dilukis angin pantai rupanya.

"Aku seperti melihat satria muncul dari balik gurun, entah itu Wiro Sableng, atau Jaka Sembung. Melihat perawakannya sih ia Jaka Sembung, karena mirip dengan Barry Prima, tetapi kalau diperhatikan wajahnya kok mukanya kocak seperi Ken Ken."

Sarmin ngobrol sendiri, menebak-nebak siapa sebenarnya laki-laki yang ada di puntuk gurun itu. Ketika matahari tidak lagi silau karena beringsut di balik awan, ia bisa memperhatikan dengan seksama wajah laki-laki itu. Tersenyum sendiri tertawa sendiri. Kakinya bergeser, lalu tiba-tiba melompat dan kemudian kembali duduk kemudian berjongkok. Pada adegan berikutnya ia melihat lelaki itu rebahan, lalu menelungkup sambil matanya tetap konsentrasi melihat sesuatu yang bergerak. Tiba tiba saja lelaki itu terbahak-bahak, lalu mulutnya komat-kamit tidak jelas. Sarmin menepok mukanya.

"Ini yang gila aku atau dia ya, aku di sini ngobrol sendiri, dia kok jadi mirip aktor yang sedang melakukan adegan monolog, Aku jadi ingat bertahun-tahun lalu saat latihan teater. Ya tepat di sini. Pelatihku menginstruksikan untuk teriak sekencang-kencangnya sambil memperagakan beberapa adegan saat sedih, senang dan marah. Boleh teriak sekeras-kerasnya namun harus memperhatikan olah nafas yang harus dikuasai aktor teater untuk bisa lantang bersuara dengan suara dada dan suara perut. Latihan diafragma, latihan karakter.

Di samping tepat malam jam 12 harus sudah ada di pinggiran pantai merasakan perubahan suasana dari malam ke pagi. Pemain harus merasakan dengan mata hati, mata jiwa untuk melihat fenomena alam perubahan alam dari malam ke pagi tepat jam 12 malam.

"Saya sendiri masih heran dulu kok mau-maunya diperintah oleh pelatih kentir, merasakan keanehan alam. Orang teater memang ada-ada saja sih."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun