Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PKS Gencar Menolak IKN, Oposisi Bingung Membedakan Kritik dan Menghina

24 Januari 2022   18:02 Diperbarui: 24 Januari 2022   18:26 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polah politikus itulah yang membuat masyarakat bingung mana yang bisa dipercaya. Sebab banyak media saat ini yang cenderung partisan, memihak dan kadang lebih sering membuat masalah menjadi lebih runyam. Banyak media malah berusaha membenturkan antar kelompok untuk saling serang komentar di media. 

Banyak sekali buzzer mendengung dan ditampung di media hingga menjadi viral. Komentar pedas, tidak beradab seperti sengaja tidak disensor. Semuanya dengan gamblang diperlihatkan sehingga menampak wajah bar-bar masyarakat lewat cerminan media sosial.

Politik seakan carut marut, tidak mematok etika yang jelas dan cenderung mengaminkan bahasa kekerasan. Oposisipun lebih sering asal beda daripada mengkritik disertai upaya konstruktif untuk meluruskan yang salah. Yang penting beda, termasuk tidak sadar menghina dan main fisik.

Pembelahan yang ada di masyarakat ini menjadikan Indonesia memang negara demokrasi terbesar tapi pertanyaannya sudahkah mereka dewasa dalam berpolitik. Bahkan saat ini para oposan terlihat lebih banyak menyerang dengan bahasa kasar, tidak disertai solusi, malah dengan bahasa satir terus mengungkap dan menunjukkan betapa bobroknya pemerintahan saat ini.

Dalam politik sah-sah saja beda sudut pandang, beda pendapat, tetapi yang terlihat di masyarakat terutama di media sosial adalah kata-kata bar-bar,  lebih condong ke penghinaan. 

Politik dilakukan dengan cara  brutal,  sengaja memuncullkan isu-isu sara, hoaks munculnya PKI, dan salah kaprahnya pemuka agama yang lebih cenderung aktif menjadi politikus daripada membuat nyaman dan damai jamaahnya.

PKS  saat ini satu-satunya partai oposisi (Kalau demokrat bingung apakah oposan atau partai "tergantung"), mereka konsisten beda, banyak yang tidak suka dan bosan dengan intrik-intrik pada politisinya. 

Ayolah elegan sebagai oposisi, bangun dan tampakkan bahwa meskipun oposisi tapi mampu memberi kritik konstruktif, kritik yang bisa diterima logika. Pemuka agama seharusnya menjauhkan diri dengan politik karena jika pemuka agama sudah terkontaminasi politik maka khotbahnya cenderung provokatif dan tidak lagi obyektif.

Pemuka agama yang terjun ke politik lebih banyak pesanannya daripada esensi utama pengkhotbah yang menyejukkan dan mampu memberi kedamaian dan kerukunan antar umat. Keadilan itu bukan seperti prinsip PKI sama rasa, sama rata. Keadilan itu adalah tentang hak, tentang bagaimana mendudukkan hak pada tempat yang benar. Yang bekerja keras berhak mendapat lebih daripada yang malas dan tidak mau berusaha keras.

Politik itu bukan sekedar memaksa ideologi luar masuk dan kemudian menyamakan semua. Keadilan itu tentang menerima keberagaman dan perbedaan. So, alangkah indah jika kritikan yang terlontar bukan sekedar ingin beda tetapi bagaimana memberi keseimbangan sebab  kadang pemerintah di satu sisi lemah dan oposan memberi kritikan dan mengingatkan agar kembali ke jalur yang benar. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun