Sebelum menulis tentang definisi doodle saya akan mengungkapkan pengalaman menggambar. Kebetulan bahwa saya adalah guru yang mengampu pelajaran seni budaya khususnya seni rupa. Kalau sedang mood saya dengan spontan menggunakan peralatan saya drawing pen ukuran 0.1, langsung menggores spontan tanpa pensil, tanpa takut salah gores. Semua ide mengalir, sesuai dengan rasa dan imajinasi yang berjalan spontan.
Dalam ekspresi seni butuh spontanitas dan imajinasi mengalir yang akhirnya menjadi karya seni di sebidang kertas. Dari kertas putih itu muncul goresan- goresan. Awalnya saya hanya berimajinasi membuat satu dua garis entah, lengkung, lurus. Aliran garis itu dibiarkan mengalir dengan konsep dalam pikiran dan rasa.
Tentu saja untuk sampai pada spontanitas membuat garis perlu jam terbang, perlu rutin menggambar sama halnya para penulis yang harus terus menulis, membaca dan dan berlatih. Tanpa itu gambar tampak kaku dan cenderung kurang artistik.Â
Sudut pandang artistik tiap orang berbeda. Jadi hasil karya apapun yang datang dari tiap orang akan berbeda, karena unik. Jadi apapun hasil karyanya setiap karya akan menemukan penggemarnya tersendiri. Sama seperti ketika misalnya saya mengikuti pameran seni lukis. Saya melukis dan spontanitas dan tidak berusaha meniru persis lukisan orang melainkan muncul dari spontanitas rasa, meskipun tetap saja terbantu dengan referensi gambar yang pernah kita lihat sebelumnya.
Kembali tentang doodle apa sih definisi doodle menurut mbah google: atau corat-coret adalah gambar yang dibuat saat seseorang kehilangan perhatiannya. Doodle adalah gambar sederhana yang dapat memiliki makna representasi konkret atau hanya terdiri dari garis acak dan abstrak, umumnya tanpa pernah mengangkat perangkat gambar dari kertas, dalam hal ini biasanya disebut "coretan".
Nah, menggambar doodle adalah spontanitas, bisa berbentuk abstrak bisa juga terkonsep seperti halnya gambar vignette atau ragam hias. Hal- hal yang bersifat spontanitas itu tidak ada teorinya. Kuncinya adalah mengungkapkan dengan jujur dan meyakini bahwa apapun yang digambar kalau selesai adalah sebuah karya seni.
Saya seringkali menggambar tanpa konsep. Hanya menyediakan kertas dan drawing pen. Setelah sekali menggores langsung mengalir saja tanpa peduli hasil akhirnya seperti apa? Itu adalah murni ekspresi, terkadang karena saya sering memberikan penjelasan pada para siswa ada terselip unsur-unsur akademisnya juga. Terpola karena bagaimanapun saya pernah kuliah di jurusan seni rupa, meskipun waktu itu saya tidak seserius teman-teman dalam menekuni dunia gambar. Malah dulu saya asyik dengan kegiatan teater dan ikut kegiatan pencak silat. Tapi membuat garis spontanitas semacam vignette sudah saya lakukan sejak SMP.Â
Gambar doodle sangat beragam dengan berbagai macam karakter. Penggambarannya menurut kekayaan visual senimannya atau penggambarnya. Tidak banyak teori teori bisa menerangkan tentang bagaimana doodle yang baik. Semakin beda dan semakin brilian ide doodlenya pasti akan semakin bagus penilaiannya.
Yang saya lihat pertama saat menilai hasil gambar anak sebetulnya adalah spontanitas garis. Bagi yang jarang menggambar dan jaring berlatih biasanya aliran ide serta goresannya kelihatan. Bisa dilihat dari ketegasan menarik garis. Bila jam terbang tinggi seorang penggambar tidak ragu membuat lingkaran dengan satu tarikan garis cepat, alasannya karena spontanitas menggambarnya bukan lagi tentang teknis tetapi sudah otomatis ide pikiran, keterampilan tangan dan imajinasi. Khayalannya itu satu kesatuan.
Bagi yang baru berlatih pasti ada kekagokan mengeksekusi garis sehingga banyak hapusan, banyak garis patah-patah. Kalau saya sebagai guru seni rupa ditanya sudahkah gambar saya termasuk maestro, atau sebuah tolok ukur guru gambar. Saya akan menjawab, sampai sekarang masih belajar menemukan teknik tepat menggambar. Masih banyak kelemahan yang sampai saat membuat saya masih harus belajar, latihan dan terus latihan. Karena saya anggap saya masih belum apa-apa sehingga tetap belum apa-apa meskipun orang menganggap goresan saya bagus.
Seorang guru gambar, guru seni tetap harus memotivasi anak berkarya dan tidak cepat puas hanya karena pujian bagus. Bisa saja bagusnya itu hanya untuk memotivasi supaya terus menjadi lebih baik. Sebab jika sudah puas dan merasa klimak maka tidak akan pernah menjadi lebih baik.
Di atas langit masih ada langit. Di antara yang bagus masih banyak yang lebih bagus dan itulah gunanya belajar dan mengasah ketrampilan, selalu ada pencarian-pencarian untuk mendapatkan hasil terbaik. Ngomong-ngomong proses pencarian saya jadi teringat ketika membaca buku Maman Noor yang pernah menuliskannya tentang skema Proses Kreasi di bukunya Wacana Kritik Senir Rupa di Indonesia, sebuah Telaah Kritik Jurnalistik dan Pendekatan Kosmologis. Maman Noor menulis tentang teori Achmad Sadali yang meletakkan unsur seniman, Proses Kreasi, dalam karya berada dalam satu garis lurus. Unsur-unsur lainnya hanya dianggap sebagai faktor pendukung:
Selanjutnya Achmad Sadali menempatkan skill, sarana, Â orisinalitas, identitas, lingkungan dan apresiasinya berada di sekeliling unsur Seniman, Proses kreasi, dan karya.
Unsur SKILL menurut Sadali berhubungan dengan kecakapan entah intuisi, kecerdasan visual dari hasil kemampuan daya pikir dan kreasi dan ditunjang oleh practical dengan kemampuan seniman untuk selalu berlatih, belajar mengasah kecakapan teknisnya.
Yang tak kalah pentingnya adalah SARANA, tanpa ada sarana bagaimana seniman, penggambar bisa kreatif berkarya.Sarana berhubungan dengan pembentukan media seni yang diolah.
Unsur lainnya adalah ORIGINALITAS. Karya seniman. Penggambar akan lebih dihargai kalau idenya murni muncul dari seniman atau penggambar itu sendiri tidak menjiplak atau mengekor karya orang lain. Semakin asli gagasan dan karya akan menambah value atau nilai. Ia bisa dijadikan panutan dalam hal originalitas ide atau gagasan.
Karya yang baik pasti memiliki IDENTITAS jelas, dari karya itu sudah menggambarkan tentang siapa perupanya. Sebab ciri khas itu seperti melekat dalam diri pembuatnya.
Unsur lainnya yang tidak kalah gacor adalah LINGKUNGAN. Sebab jika seorang penggambar atau seniman hidup dilingkungan yang salah akan mempengaruhi juga hasil karyanya. Maka lingkungan menjadi unsur yang tidak boleh disepelekan. Ada lingkungan dalam diri seniman itu sendiri maupun lingkungan luar yang mempengaruhi proses kerja sang penggambar atau perupa.
Selanjutnya jika semua unsur sudah disebut jika tidak diAPRESIASI ya percuma. Apresiasi membuat perupa bersemangat, merasa dihargai, merasa diperhatikan. Ada penghargaan yang membuat sang kreator merasa semangat untuk terus berkarya. Apresiasi itu bisa muncul dari sang kreator atau perupa sendiri yang sangat menghargai karyanya, kemudian otomatis perpengaruh pada orang lain, publik yang mengapresiasi karya.
 Ada kutipan di buku Mamannoor yang sengaja saya copy mentah mentah dari hasil pemikiran Achmad Sadali
"Penghargaan seniman terhadap karya-karya yang dihasilkan harus mendahului sebelum karya-karya itu'meminta" penghargaan dari pihak lain yang menanggapi karya."
Antara satu unsur dengan yang lainnya itu saling terkait jadi jika ingin menjadi perupa alangkah bagus jika berusaha memahami apa yang disampaikan seniman Perupa Achmad Sadali, seniman abstrak Indonesia yang sudah sangat paham tentang ruang lingkup seniman.
Bagi awam mungkin saja doodle belum masuk kategori karya seni tingkat tinggi, tetapi bagi seniman apapun karya yang dihasilkan dari proses hasil kreasi yang melibatkan imajinasi atau daya cipta, kontemplasi, proses kreatif, melalui latihan terus menerus adalah sebuah karya rupa.
Apapun seni visual yang mampu memberikan kekayaan imajinasi manusia akan selalu mendapatkan tempat di relung hati penggemarnya. Jadi anda yang sedang mencoba menjadi perupa tidak usah mati gaya jika hanya karya dikatakan jelek. Terus berlatih maksimal supaya suatu saat bisa membuktikan bahwa berlatih tanpa lelah akan membuat terbuka jalan untuk sukses meraih impian. Itu sebetulnya motivasi buat diri saya, sebab sampai saat ini saya masih terus belajar, meskipun rambut mulai meninggalkan masa kegelapan, berganti dengan warna lebih suci (putih) hahaha... Menulis dan merupa jalan terus.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI