Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Ibarat Layangan Putus Aku Ingin Berhenti Menulis

9 Januari 2022   11:06 Diperbarui: 9 Januari 2022   11:06 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup rasanya seperti layangan putus, apalagi ketika apa yang selama ini ditekuni belumlah memberikan kebahagiaan sejati. Kadang yang bertanya apa gunanya menulis jika tidak menghasilkan apa-apa selain sikap-sikap autis, egoisme dan introvert yang muncul, terlalu asyik menulis kadang menjauhkan dengan pergaulan antar sesama. Benarkah menulis memang tidak ada gunanya(kata itu muncul dari orang yang tidak suka dengan kegiatan menulis yang menurutnya adalah pekerjaan orang-orang autis)

Lalu dalam permenungan ada semacam pernyataan menohok, Jika saya ditanya bisakah menghentikan hobi menulis saat ini juga?!Tentu spontan langsung saya jawab, tidak bisa. Jika mau menghentikan kesenangan menulis yang sudah menjadi hobi mungkin hanya ketika nyawa sudah tidak ada di raga. Wow rasanya berlebihan banget(Sebenarnya tidak bagi penulis) Sebab apapun yang terjadi menulis sudah menjadi kebutuhan dasar selain makan dan minum. Ya ibaratnya sudah candu bagaimana menghentikan kebiasaan yang sudah lama dilakukan.

Bisa saja langsung berhenti menulis, namun di hari berikutnya pasti ada hal yang hampa, semacam ada yang hilang dari sebagian hidup penulis. Menulis itu sudah menjadi panggiilan jiwa, juga seperti kebiasaan makan minum, sehari saja tidak menulis serasa ada yang kurang dalam hidup ini. Sebenarnya apa sih yang menyebabkan banyak orang yang hobi menulis, sangat susah meninggalkan hobi yang satu ini.

Menulis itu semacam pengungkapan rasa, membuat hati jauh lebih berbahagia, membuat hidup lebih hidup. Setiap selesai menulis muncul semacam kepuasan yang susah terkatakan. Ada kelegaan luar biasa bisa menyelesaikan tulisan.

Kebiasaan menulis memberikan spirit untuk berbagi pengetahuan. Merangsang otak untuk selalu mengingat hal-hal kecil, membuat manusia tidak lagi mudah pikun. Dengan menulis seseorang mampu menambah daya ingat, memberikan semangat untuk selalu belajar dan mencari hal-hal baru terkait dengan materi tulisannya.

Ketika setiap hari ada semangat menulis, seorang penulis butuh pengetahuan, butuh referensi, butuh perbendaharaan bahasa dan ide- ide kreatif agar tulisannya lebih berkualitas. Otomatis karena keingintahuan seorang penulis tinggi maka wajar mereka mendalami yang namanya merdeka belajar dan sangat mendalami istilah pendidikan seumur hidup.

Menulis yang baik pasti bukan sekedar curhat. Di dalamnya muncul kata-kata motivasi, muncul istilah baru, filosofi baru dan tuntunan baru. Salah satu cuplikan tulisannya bisa menjadi quote, dan jika quote itu amat berarti bagi pembaca seperti halnya sebagian tulisan pengarang penulis, Pramoedya Ananta Toer maka sampai kapanpun tulisan itu dicari. Quote akan abadi meskipun pencetus dan penulisnya sendiri sudah meninggal.

Jadi hati-hati menyarankan berhenti menulis pada para penulis yang sepanjang hidupnya sudah terbiasa menulis. Bisa-bisa akan membuat penulis itu stres berat, uring-uringan dan merasa hidupnya tidak berguna. Bagi mereka menulis itu adalah sahabat sejatinya, bagian dari cinta. Jika kebiasaan menulis tiba- tiba dihentikan maka semacam ada kekosongan jiwa yang membuat mereka tidak bergairah lagi dalam hidup.

Menulis sudah menjadi kebiasaan yang menyenangkan. Apalagi ada beberapa penulis yang tidak terbiasa mengungkapkan perasaan lewat bahasa lisan, mereka lebih nyaman menampung keluhan, kesedihan, kegalauan dan kecemasan dengan menulis. Dengan menulis kegelisahan berkurang. Dengan menulis mereka bisa mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini dipendam. Kebiasaan melepaskan emosi dengan menulis membuat banyak sisi positif yang bisa dipetik hikmahnya. Penulis menjadi lebih sabar, tidak reaksioner, berpikir panjang dan mampu mengelola emosi menjadi lebih stabil.

Seorang penulis mampu menemukan kata-kata inspiratif, terutama mereka para penulis yang sering sekali melakukan kontemplasi, meditasi dan kebiasaan membaca buku-buku filsafat dan humaniora. Jika anda hobi menulis maka anda akan menemukan banyak kata-kata yang mampu memberikan titik terang dalam memecahkan persoalan.

Menulis adalah sebuah ritual yang memberikan kebahagiaan, menantang diri untuk menghasilkan tulisan-tulisan hasil dari pengendapan pengetahuan, kontemplasi masalah pelik kehidupan, menuliskan khayalan- khayalan, memberikan ruang kesabaran mencari inspirasi-inspirasi yang berserak.

Gagasan sekecil apapun mampu membuat tulisan inspirasi bagi pembaca. Inilah tahapan serius saya pada anda pembaca, rasanya sesekali tidak ingin serius, cukup menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam pergaulan sehari- hari. Seperti bicara pada sahabat, seperti berbicara dengan teman. Terkadang kutu bangsat dikeluarkan, kadang muncul diancuk yang bagi sebagian orang yang belum mengerti terasa kasar, tetapi tidak pada mereka yang sudah tidak berjarak, makian apapun dilahap perkataan apapun akan dilahap, tidak peduli masa bodoh yang penting pertemanan tetap berjalan.

Tetapi mana mungkin saya menggunakan kata-kata yang sok akrab untuk menyapa sidang pembaca, bisa dijewer admin, bisa disentil senior, bisa diguyur oleh pasangan. Jadi jika tengah terinspirasi menulis, mencoba tetap waspada pada siapa tulisan ini dituju.

Yang jelas ketika muncul ada keinginan untuk berhenti karena ada ganjalan berat yang membuat menulis tidak lagi menggairahkan, secepatnya niat itu menghilang bila muncul kenangan-kenangan betapa menulis itu membuat jiwa lebih merdeka, melepaskan beban yang selama ini memenuhi otak.

Ada kalanya manusia frustasi oleh persoalan hidup, oleh ketidakmampuan manusia menyempurnakan diri, dari masalah itu kadang muncul gesekan, seperti mengingat kembali luka- luka jiwa yang tersisa di sudut memori, ingatan itu menari lagi dan membuat rasa tertekan menjadi- jadi. Oh inikah rasanya sebagai manusia tidak sempurna. Harus selalu bertengkar dimulai hal- hal sepele dan kecil, namun lama- lama kok membesar dan menjadi bom waktu yang siap meledak.

Baiklah ketika ada masalah aku jadi kangen menulis, sebab dengan menulis aku seperti masuk dalam tahap terapi diri. Satu persatu kubuka lembar kelemahan, mencoba menatanya dan membuangnya ke tong sampah hal- hal yang membuat pemicu dari pertengkaran. Selalu mencoba tersenyum atas segala berondongan sumpah serapah, mencoba menyadari mungkin semua berondongan sumpah serapah itu hasil akumulasi dari kekesalan yang tersimpan.

Maafkan karena aku tidak terbiasa curhat lewat kata-kata yang terlontar di mulut, aku terbiasa mengungkapkan kekalutan dan membuangnya dengan menulis. Tulisan inipun hadir dalam beberapa tahap bukan ditulis sekali jadi. Saat beberapa paragraf saya tinggal, saya simpan terus tambah lagi ketika ide tiba-tiba datang berseliweran, kutinggalkan ketika ada pekerjaan rumah mendesak yang perlu aku selesaikan. Terus mencoba melihat waktu kosong di mana saya bisa kembali merangkai kata menjadi tulisan.

Ada niat untuk berhenti menulis, namun niat itu selalu kandas, sebab selalu ada perasaan rindu untuk menulis, menulis dan menulis. Baiklah ini tulisan ini mungkin menjadi semacam pembuka, akan ada lagi tulisan dari saya untuk nekat mengakhiri petualangan di dunia menulis, meskipun kenyataannya selalu gagal dan gagal. Ternyata menulis sudah menjadi sebuah panggilan jiwa, Jika lama tidak menulis badan terasa pegal, pegal dan khayalan malah liar menjelajah rasa, daripada banyak korban dan segala fantasi saya ini mending saya tulis. Semoga berguna bagi yang ingin mencari kekayaan sudut pandang.

 Sebab setiap manusia selalu punya keunikan yang tidak dimiliki manusia lain, sama seperti penulis, meskipun tema dan dan judul sama, selalu akan berbeda karena pengalaman adalah sudut personal yang tidak dimiliki manusia lain. Tidak mungkin ada kesedihan yang kembar, tidak mungkin ada kebahagiaan yang identik, pasti selalu beda antara satu manusia dengan manusia lainnya. Masalah kekayaanpun tiap orang akan berbeda cara menyikapinya, ada yang kaget lantas mabuk dan kembali terjerembab, ada yang biasa saja dan tetap hidup sederhana meskipun kekayaan mampu membuat ia mengubah apapun.

Adakah niat untuk berhenti menulis. Ada tapi entah, baru kupikirkan. Dan saat ini terus terang bagiku tidak mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun