Tetapi mana mungkin saya menggunakan kata-kata yang sok akrab untuk menyapa sidang pembaca, bisa dijewer admin, bisa disentil senior, bisa diguyur oleh pasangan. Jadi jika tengah terinspirasi menulis, mencoba tetap waspada pada siapa tulisan ini dituju.
Yang jelas ketika muncul ada keinginan untuk berhenti karena ada ganjalan berat yang membuat menulis tidak lagi menggairahkan, secepatnya niat itu menghilang bila muncul kenangan-kenangan betapa menulis itu membuat jiwa lebih merdeka, melepaskan beban yang selama ini memenuhi otak.
Ada kalanya manusia frustasi oleh persoalan hidup, oleh ketidakmampuan manusia menyempurnakan diri, dari masalah itu kadang muncul gesekan, seperti mengingat kembali luka- luka jiwa yang tersisa di sudut memori, ingatan itu menari lagi dan membuat rasa tertekan menjadi- jadi. Oh inikah rasanya sebagai manusia tidak sempurna. Harus selalu bertengkar dimulai hal- hal sepele dan kecil, namun lama- lama kok membesar dan menjadi bom waktu yang siap meledak.
Baiklah ketika ada masalah aku jadi kangen menulis, sebab dengan menulis aku seperti masuk dalam tahap terapi diri. Satu persatu kubuka lembar kelemahan, mencoba menatanya dan membuangnya ke tong sampah hal- hal yang membuat pemicu dari pertengkaran. Selalu mencoba tersenyum atas segala berondongan sumpah serapah, mencoba menyadari mungkin semua berondongan sumpah serapah itu hasil akumulasi dari kekesalan yang tersimpan.
Maafkan karena aku tidak terbiasa curhat lewat kata-kata yang terlontar di mulut, aku terbiasa mengungkapkan kekalutan dan membuangnya dengan menulis. Tulisan inipun hadir dalam beberapa tahap bukan ditulis sekali jadi. Saat beberapa paragraf saya tinggal, saya simpan terus tambah lagi ketika ide tiba-tiba datang berseliweran, kutinggalkan ketika ada pekerjaan rumah mendesak yang perlu aku selesaikan. Terus mencoba melihat waktu kosong di mana saya bisa kembali merangkai kata menjadi tulisan.
Ada niat untuk berhenti menulis, namun niat itu selalu kandas, sebab selalu ada perasaan rindu untuk menulis, menulis dan menulis. Baiklah ini tulisan ini mungkin menjadi semacam pembuka, akan ada lagi tulisan dari saya untuk nekat mengakhiri petualangan di dunia menulis, meskipun kenyataannya selalu gagal dan gagal. Ternyata menulis sudah menjadi sebuah panggilan jiwa, Jika lama tidak menulis badan terasa pegal, pegal dan khayalan malah liar menjelajah rasa, daripada banyak korban dan segala fantasi saya ini mending saya tulis. Semoga berguna bagi yang ingin mencari kekayaan sudut pandang.
 Sebab setiap manusia selalu punya keunikan yang tidak dimiliki manusia lain, sama seperti penulis, meskipun tema dan dan judul sama, selalu akan berbeda karena pengalaman adalah sudut personal yang tidak dimiliki manusia lain. Tidak mungkin ada kesedihan yang kembar, tidak mungkin ada kebahagiaan yang identik, pasti selalu beda antara satu manusia dengan manusia lainnya. Masalah kekayaanpun tiap orang akan berbeda cara menyikapinya, ada yang kaget lantas mabuk dan kembali terjerembab, ada yang biasa saja dan tetap hidup sederhana meskipun kekayaan mampu membuat ia mengubah apapun.
Adakah niat untuk berhenti menulis. Ada tapi entah, baru kupikirkan. Dan saat ini terus terang bagiku tidak mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H