Bicara tentang K-Reward, aku sudah lupa, kapan terakhir mendapatkannya, seingatku terakhir menerima bulan Mei tahun ini dan setelah itu ya sudah sampai bulan Desember tidak pernah mendapatkannya. Banyak teman-teman Kompasianer yang mengeluh karena K-Reward tidak lagi tebal, hanya setipis kartu ATM kata Pak Tjiptadinata Effendi.
Permasalahan platform blog Kompasiana apakah semakin rumit? Apa mungkin ada hubungannya dengan ceruk Kompas Gramedia Group yang saat ini tentu tidak bisa lagi mengandalkan bisnis medianya. Dulu Kompas sangat berjaya karena korannya termasuk oplahnya terbesar di Indonesia, belum lagi pemasukan iklan yang luar biasa sehingga perekonomian Kompas amat mapan.
Orang membayangkan kerja di perusahaan media seperti kompas itu sungguh sejahtera. Seiring dengan perkembangan jaman ketika era digital dominan dan koran kertas mulai masuk senjakala, pasti ada dampak signifikan terhadap ceruk iklan dan pendapatan dari koran. Dunia mulai berpaling pada dunia digital, iklanpun berpindah tidak lagi gencar memasang di koran. Bahkan mungkin fokus Gramedia Group pasti melebar bukan hanya pada bisnis media saja, tapi pengembangan perusahaan berbasis digital, perhotelan, investasi hotel, saham-saham bahkan mungkin mulai merambah bisnis  properti serta televisi.
Kompasiana dulu juga masih punya banyak cara untuk mencari sponsor dan tidak masalah dalam hal keuangan. Sekarang semua keuangan sepertinya dikendalikan pada perusahaan induk sehingga Kompasiana yang merupakan bagian dari media kompas.com, harus berbagi dengan departemen lain yang seatap dengan gramedia grup. Maaf, itu dugaan saya semoga salah.
Semakin hari persaingan dalam media digital semakin berat, dan kompasiana sebagai media jurnalisme warga, harus jatuh bangun untuk membranding dirinya dan menaikkan kembali ratingnya yang saat ini menurut penuturan Mbak Dewi Puspa sudah terlempar dari 50 besar. Ada apa dengan kompasiana? Ini yang menjadi pertanyaan banyak teman- teman kompasianer. Selama ini rasanya baik- baik saja, namun rasanya ada yang beda sih menurut saya. Fokus Kompasiana saat ini lebih pada artikel- artikel yang menyasar milenial, Headline politik hampir jarang muncul lagi. Dan barisan penulis politik yang jago menulis dan membuat analisa tajam, banyak menghilang, mereka untuk sementara lenyap dari peredaran Kompasiana, mencoba peruntungan dengan membuat platform sendiri, dan mencari sponsor sendiri untuk menghidupkan medianya.
Kalau saya, tetap konsisten menulis apa yang saya bisa saja. Masih cukup setia menulis di Kompasiana meskipun tanpa embel- embel dapat reward. Saya menyadari susah mendapatkan reward kalau tulisan- tulisan saya hanya berkisar 50 sampai 100 viewer. Itu yang tertera dalam clickbait, entah aslinya menurut analisa dari dari analis media.
Rasanya saya tidak cukup cerdas mencari data- data dari internet tentang nasib tulisan saya. Saya masih cukup bersyukur karena meskipun jarang melakukan blogwalking, masih saja ada kompasianer yang menghargai artikel saya dengan vote dan komentar. Masih banyak yang memberi apresiasi dengan memberi sumbangan inspiratif, bermanfaat, menarik. Kalau mengharap mendapat reward bisa menangis Bombay karena rasanya seperti menunggu godod, menunggu harap- harap cemas, dan makan hati karena akhirnya hanyalah menunggu hal-hal yang tidak mungkin dijangkau.
Daripada mengharap yang susah diharapkan ya menulis saja, kalau mendapat view lebih dari 100 ya bersyukur, kalau mendapat hadiah Headline, terimakasih. Yang penting tetap menulis dan mencoba menulis yang bisa mengedukasi dan memberikan informasi tanpa menebarkan hoaks, serta tidak membuat bising dan berisik karena tulisan-tulisan cenderung ecek- ecek. Kalau akhirnya tulisan diambil oleh media bernama burung atau seperti komando tentara yang harus siaga dan ya jika diberi tugas, yang anggaplah tulisan para kompasianer memang luar biasa, didonasikan untuk menaikkan rating platform blog lain.
Oke, tujuan menulis itu adalah untuk menyalurkan hobi sekaligus belajar untuk bisa menyusun ide, pemikiran dalam bentuk tulisan. Semakin banyak tulisan dan dipublikasikan maka akan semakin menambah perbendaraharaan artikel yang bisa menjadi portofolio luar biasa bagi penulis. Kalau tulisan bagus dan sering menjadi referensi bukankah kita sudah menyumbang ilmu ke masyarakat lewat tulisan kita yang dipublikasikan di kompasiana. Lepas tidak mendapat apresiasi, atau tidak mendapat bayaran itu sudah komitmen dari awal di media seperti kompasiana, yang penulisnya adalah penulis murah hati yang berani menderita dan tidak dibayar untuk memberi kekayaan literasi.
Kalau dihitung berapa banyak modal untuk menulis, tentu hanya akan menimbulkan rasa sakit hati, tapi kalau dihitung berapa banyak orang yang tercerahkan gara-gara tulisan kita nah itu menjadi nilai plus. Sungguh luar biasa ternyata banyak kompasianer yang sudah menyumbang begitu banyak pemikiran, sumbangan kritik bahkan ide agar banyak orang tidak lagi sedih, termotivasi untuk berusaha dan bangkit dari kegagalan.
Oke tidak mendapat K-reward tapi kita mendapat nama,mendapat kemudahan  dengan menjadi pembicara, mendapat kemudahan dalam menyusun buku karena sudah menabung begitu banyak artikel.
Kalau masalah kritis pada admin, bukan berarti kompasianer membenci pengelola, tetapi wujud kepedulian dan cinta. Kalau tidak cinta mana sudi menulis lagi di Kompasiana. Jika sampai saat ini masih menulis meskipun tidak mendapat reward berarti kompasianer itu masih cinta dan sayang. Saya sudah sekian lama gabung, pasang surut kompasiana paling tahu dan masih setia menulis. Itu adalah salah satu kepedulian. Kalau sekarang Kompasiana sedang mengalami masalah, kita berdoa agar badai cepat berlalu dan senyum di tahun baru segera mengembang karena muncul solusi dari kesulitan itu.