Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jatuh Bangun Hidup Bersama di Rumah Besar Kompasiana (1)

27 Desember 2021   08:39 Diperbarui: 27 Desember 2021   09:20 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rekam jejak di Kompasiana 2021(dokpri)

Menulis menjadi rutinitas dan meskipun tidak dibayar tapi selalu gagal move on  di Kompasiana. Dari tahun 2010 sampai sekarang menjadi kompasianer itu kehidupan seperti roller coaster. Sempat aktif dari tahun 2010 sampai 2011 lalu pelan-pelan surut, dengan menulis di tempat lain dan menghasilkan ratusan artikel dan beberapa artikel nangkring di koran. Tapi setelah itu kerinduan pada kompasiana begitu menguat dan kembali lagi sekitar 2016 2017, setelah itu rutin menulis hingga menghasilkan karya sekitar 1225 sampai saat aku menulis ini.

Dari beberapa tahun aktif itu boleh dikatakan prestasi sangat biasa. Headline memang bertambah hingga mencapai lebih dari 100 (127) Kalau artikel pilihan sejak bercentang biru selalu masuk ke artikel pilihan. Dan dalam beberapa tahun ini kala disebutkan peringkat selalu berada di deretan 1-100. Tahun 2021 itu peringkatnya 74. Beberapa bulan ini sempat vakum hanya menulis beberapa artikel.

Susah Menaikkan Viewer

Saya merasa bahwa beberapa artikel belakangan betapa susahnya memperoleh view lebih dari 100. Entah karena ketidakaktifan saya di blogwalking dan menyapa kompasianer lain, atau artikel saya memang kurang aktual dan kurang diminati admin dan pembaca. Tetapi saya masih konsisten untuk menulis seputar humaniora karena itulah yang bisa saya tulis.

Saya tidak berani menulis tentang bisnis dan analisis film serta travelling karena keterbatasan gerak di masa pandemi membuat saya jarang masuk blusukan ke tempat wisata. Saya tahu diri dan mencoba menulis berdasarkan pengetahuan saya ketika membaca berita di media online dan sedikit di buku-buku saya yang jarang saya baca lagi. Rasanya buku-buku yang saya koleksi hanya terbungkus di kardus. Sampai saat ini saya masih bingung meletakkan buku saya karena rumah yang baru tidak memungkinkan menampung buku yang banyak.

Dulu rasa haus akan pengetahuan sangat tinggi,sehingga buku begitu penting mendampingi seorang penulis, kini perannya dominan diganti oleh mesin pencari. Kalau mau menanyakan tentang hal aneh dan susah, atau semacam kamus istilah tinggal ngeklik mesin pencari dan ketemulah yang diinginkan. Namun kadang pengetahuan kurang dalam, meskipun ada PDF dan e- book. Sebetulnya kalau mau jujur saya masih mau membaca buku, sayangnya sejak pandemi dan jarang ke toko buku koleksi buku sangat berkurang drastis, bahkan ketika dulu ada kebiasaan membeli koran Sabtu- MInggu sekarang malah berhenti sama sekali.

Lalu apa modal saya menulis? Apakah hanya mengandalkan mesin pencari, padahal seorang penulis butuh pengetahuan, pengalaman, turun ke lapangan hingga kualitas tulisan menjadi jauh lebih berbobot. Ya seharusnya memang begitu. Teman- teman Kompasianer yang tergabung dalam komunitas bergerak dengan aksi nyata, yang traveller, penyuka transportasi seperti KRL( Commuterline) selalu memperbaharui pengetahuan dan pengalaman dengan aksi nyata. Pecinta film berusaha menjalin kerjasama dengan komunitas lain sejenis, atau selalu haus untuk melihat film-film terbaru meskipun harus mengalah berlangganan entah Netflix, We TV, Mola, MNC Media. Dan lain sebagainya. 

Semuanya untuk tetap eksis memberi pengetahuan di platform blog Kompasiana yang semakin meriah dengan iklan tapi semakin berat jika berharap K-Reward. Sudah beberapa bulan sebagai Kompasianer tidak berharap banyak pada reward. Sebab rata-rata jumlah viewer jauh menurun. Entah karena tulisan-tulisan saya yang kurang berkualitas di mata admin maupun pembaca, apakah karena memang beda generasi maka tulisan saya lebih sekedar meramaikan blog yang cukup lama bertahan sebagai salah satu UGC (User Generated Content). Kalau bicara konten dan istilah-istilah IT saya agak grogi sebab saya mesti membuka kamus atau mesin pencari untuk mencari tahu istilah-istilah baru. Saya termasuk generasi gaptek yang berusaha belajar agar tidak ketinggalan mode.

Kompasiana dan Perubahan Orientasi Generasi?

Lalu bagaimana generasi "tuwir."(tua) seperti saya tetap bertahan di tengah gempuran semangat anak muda yang mencoba membuat konten kreatif dengan menyertakan berita- berita terbaru dengan memanfaatkan teknologi digital. Sepertinya masa emas penulis seperti saya memang telah lewat. Sekarang generasi muda sudah mendominasi segala lini, termasuk visi bisnis dan gaya hidup yang susah dipahami oleh generasi tua karena gap dan kecepatan digitalisasi.

Rasanya mau berhenti dan tidak lagi menulis, tetapi kalau tidak menulis sepertinya hidup serasa hambar, Menulis itu sudah menjadi bagian dari rutinitas. Saya tidak ingin kalah hanya masalah perbedaan visi dan gap antar generasi. Mau dibaca sedikit atau tiba- tiba view melonjak rasanya, masa bodo. Kalau mau menulis tetap saja menulis. Sementara teman-teman segenerasi mulai melirik untuk mencoba membuat platform baru, atau membuat kegiatan baru di luar rumah besar Kompasiana.

Sampai saat ini di penghujung 2021 saya masih bertahan, meskipun gejolak rasa rendah diri kadang menjadi bayang-bayang. Kegelisahan, kecemasan akan nasib tulisan yang semakin tidak menentu.

 Semoga kekhawatiran bahwa Kompasiana akan tenggelam tidak pernah terjadi, meskipun katanya anggota Kompasiana naik drastis, nyatanya tahun ini saya masih bertahan di 100 besar penulis yang aktif, masih di kisaran peringkat 74 sama seperti tahun- tahun sebelumnya. Saya konsisten di angka itu tidak naik, tidak turun. Padahal di sekitar Agustus, September, Oktober, November boleh dikatakan saya kurang aktif menulis, tapi terbantu karena dari bulan Januari sampai Mei tercatat sangat aktif.

Semoga saja ada resolusi baru dari saya tentang visi menulis. Ada beberapa draft dari Kompasiana yang sedang saya kumpulkan untuk dijadikan buku. Sudah ada satu buku yang tercetak dari kumpulan tulisan saya selama gabung di Kompasiana. Kalau dikumpulkan sesuai dengan minat saya pada tulisan humaniora sebetulnya pasti akan banyak buku dihasilkan, sayangnya saya sendiri yang kurang gercep untuk mencari penerbit atau membuat keputusan untuk mandiri mengakurasi, mengedit dan mencetak sendiri seperti halnya teman- teman yang membuat buku secara indie.

Semoga saja tahun depan visi menulis saya berkembang, mau bergabung dalam komunitas agar mempunyai teman berdiskusi, teman melakukan kebaikan dan memberi dampak positif bagi generasi muda untuk membuat tidak segan-segan terjun dalam dunia literasi khususnya menulis. Meskipun bukan profesi utama saya masih yakin bahwa menulis itu memberi dorongan kuat untuk selalu belajar dan belajar, mengikuti tren, mengikuti tuntutan zaman.

Saya sempat melirik dan membaca tulisan Mbak Dewi Puspa menyinggung tentang keberadaan Kompasiana apakah baik-baik saja. dari dua tulisan yang saya baca sayapun merasakan bahwa Kompasiana sekarang itu beda dan tidak sedang baik-baik saja. tampilan yang cukup mengganggu (mungkin karena saya tidak langganan Kompasiana premium). Tiba-tiba muncul suara video, tampilan iklan yang sangat mengganggu terutama iklan film yang susah dihilangkan, ketidaknyamanan membaca karena harus membuka berhalaman-halaman untuk menuntaskan membaca. Begitu juga beberapa komunitas yang tergabung dalam kompasiana seperti terabaikan. Dulu saya cukup sering datang ke kantor Kompasiana di Palmerah, ikut diskusi dan mencoba merasakan suasana meriah bersama admin dan pengelolanya. Melihat dan merasakan sensasi masuk gedung Kompas Gramedia yang megah. Melihat sosok wartawan-wartawan yang cakap dan pintar.

Nasib Tulisan Yang Dicomot Platform Blog Lain

Yang saya lihat sekarang berita-berita di media online, rasanya terlalu simpel pragmatis, kurang dikelola dengan baik, banyak salah kata. Yang mengecewakan juga karena ada konten lain yang dengan tanpa dosa mengambil tulisan Kompasiana. Lebih dari 40 artikel saya muncul di konten yang entah milik siapa. Tulisan-tulisan yang saya tampilkan itu sebetulnya punya sejarah sendiri. Dibuat ketika tidak ada lagi pemasukan untuk penulis baik reward maupun bonus lain. Ini adalah murni karena rasa suka dan panggilan menulis. Tiba-tiba saja tulisan nongol dan Kompasiana membiarkan tulisan muncul di konten lain tanpa ada perlindungan hak cipta sama sekali. Kalau mau mengambil apakah sudah ijin ke Kompasiana atau langsung ke penulisnya sendiri, kalau karena tulisan- tulisan kompasianer mereka untung lalu bagaimana nasib penulis aslinya, bangga kecewa atau diuntungkan karena ternyata pengelola konten itu melihat kualitas penulis seperti saya (sombongnya!).

Ah, kadang rasa sakit hati itu akhirnya berakhir menjadi sikap masa bodo yang penting menulis, di Indonesia ini hak cipta terutama menulis masih menjadi barang langka. Belum ada penghargaan terhadap penulis sehingga ketika muncul penjiplakan, pembajakan maka pembiaranlah yang terjadi. Penulis menjadi tidak berdaya dengan kemeriahan munculnya konten yang entah resmi atau hanya sekedar mencuri viewer dari mencomot tulisan-tulisan bloger tanpa harus permisi.

Padahal saat menulis, seorang penulis harus mengorbankan kuota, belajar, bahkan mengeluarkan uang untuk melakukan riset. Mendatangi obyek dan kadang mengeluarkan uang untuk transportasi. Ketika akhirnya tulisan dimuat kemudian dicuri oleh platform lain rasanya sakit sungguh luar biasa. Mereka untung penulisnya buntung. Tulisan pertama saya berhenti di sini semoga pembaca penasaran dengan tulisan saya selanjutnya, kalaupun tidak tertarik untuk membahas artikel selanjutnya saya tetap akan menulis, karena percaya setiap tulisan mempunyai takdirnya sendiri.

Resolusi tahun 2022 saya spoiler untuk pembaca  saya ingin mempunyai buku dan menulis jauh lebih baik dan ikut salah satu komunitas. Hehehe kok bocorannya banyak sih, tidak apa-apa, aku ra popo. Mas Bro...Tunggu artikel kedua saya ya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun