Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Sekelumit Cerita tentang Menulis di Penghujung Tahun 2021

24 Desember 2021   07:07 Diperbarui: 24 Desember 2021   07:16 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebiasaan menulis yang menguntungkan (bernas.id)

Sebetulnya sudah terlalu sering orang menulis cerita atau sebuah deskripsi tentang menulis. Tetapi rasanya menulis akan selalu menjadi sebuah tema yang tidak habis-habisnya diangkat menjadi sebuah artikel. Menulis itu bekerja untuk keabadian begitu kata Pramoedya Ananta Toer.

Sekali Menulis dan Dampak "Keabadian tulisan"

Sekali menulis dan kemudian dipublikasikan entah di koran, media berita online, platform blog maka artikelnya akan terus abadi, bisa dicari dan ditelusuri jejaknya. Saya merasakan manfaat menulis. Ketika mengetik dengan kata kunci nama saya maka akan muncul deretan artikel yang pernah saya tulis. Dari jejak digital itu saya dapat memanfaatkan dengan mengumpulkan portofolio dari karya tulis atau artikel yang ada di mesin pencari tersebut.

Okelah pelan-pelan bicara tentang awal mula menyukai dunia menulis. Saya pikir ketika awal menulis, tidak pernah terpikirkan bahwa akan banyak ribuan artikel tercipta. Yang pokok dalam pikiran hanyalah terus menulis, menulis dan menulis. Kalau setiap menulis dihitung, rasanya seperti menyusuri lembah yang tidak tahu ujungnya. Rimba menulis disamping menampilkan sisi misteri, juga banyak tantangan menghadang. Yang utama adalah rasa bosan, berat mempertahankan konsistensi. Apalagi ketika banyak masalah hadir membuat rancangan tulis yang sudah di dalam pikiran ambyar seketika.

Menulis bukan hanya sekedar membuat susunan cerita tanpa ada tema. Menulis itu sebuah kombinasi antara berpikir dan menyusun kata-kata yang mampu dicerna oleh pembacanya dengan cepat. Bukan hanya masalah berapa banyak paragraf dan beberapa alinea yang akhirnya muncul sebuah artikel.

Menulis juga berpikir bagaimana manusia membuat sebuah susunan kata-kata yang mampu memberi motivasi, memberi banyak kreativitas dan menggugah manusia untuk bertindak sesuai dengan tulisan yang tersusun dan akhirnya menjadi sebuah artikel yang mampu mengubah mindset pembaca.

Jika setiap tulisan hanya berisi kata-kata bombastis, sebuah cerita yang kebenarannya diragukan, beritanya tidak akurat karena hanya praduga dan referensinya hanya berupa katanya, katanya dan katanya, maka menurut penulis itulah sifat penulis yang "ora kreatif babar blas" (tidak kreatif sama sekali ). Penulis yang baik adalah mereka yang mampu selalu memperbaiki diri ketika ada kritikan dan masukan.  Menyusun sumbangsaran demi kualitas tulisan hingga membuat tulisan yang dihasilkan bukan sekedar cerita bohong atau sekedar hoaks. Penulis yang baik tidak akan sembarangan menulis tanpa data dan informasi yang valid. Kalaupun pada akhirnya penulis mengutak-atik berita sedikit ada bumbunya itu dimaksudkan supaya pembaca  penasaran dengan gaya bahasa penulis yang menggelitik.

Menulis Itu Butuh Proses

Menulis itu sebuah proses. Penulis profesional adalahmereka yang bergerak untuk menjadi sebuah pekerjaan profesional butuh bekerja keras, baik dengan dengan menyesuaikan diri dengan tuntutan profesi. Penulis profesional pasti akan menghargai setiap waktu, semakin sering menulis maka pendapatan bertambah. Semakin giat menulis bisa dikatakan sebagai penulis produktif. Mood atau tidak mood penulis profesional dituntut untuk terus menulis. Jika penulis profesional menulis hanya berdasarkan mood maka akan banyak kerugian dan  membuat pendapatan berkurang.

Berbeda dengan penulis amatir. Mereka menulis hanya berdasarkan kesukaan atau hobi. Tidak ada target khusus yang membebani karena menulis hanya pekerjaan sampingan. Tetapi jangan remehkan penulis amatir. Sebab penulis amatir bisa lebih bebas menulis tanpa beban.Bahkan  bila beruntung tulisan penulis amatir  menjadi viral dan akhirnya membuat seorang penulis amatir  mampu memperoleh pendapatan yang lebih besar dari pekerjaan utamanya.

Pengalaman Pertama Begitu Menggoda Selanjutnya...

 Saya akan menulis sekelumit cerita berdasarkan pengalaman.  Saya ingat keinginan menulis itu sebetulnya sudah dimulai sejak saya mencoba membuat surat cinta yang ditujukan pada calon kekasih. Waktu itu saya benar-benar bukan orang yang berani blak- blakkan menyatakan cinta. Bahkan perasaan itu lebih banyak terpendam karena rasa malu, dan juga ada perasaan kurang pede untuk menembak cewek. Jadilah hanya menulis berlembar-lembar tulisan  tentang perasaan suka, cinta namun ketika ketemu malah melengos dan grogi luar biasa. Mau ngomong bingung harus bincang tentang apa. Akhirnya segala unek-unek dan perasaan ditumpahkan lewat tulisan. Kebetulan saya memang orangnya tidak pintar ngomong, maka rasa sunyi saya tumpahkan untuk membuat puisi dan coret-coretan di kertas.

Semula tidak terpikir susunan bahasanya, pengetahuan tentang bagaimana membuat artikel, feature ataupun membuat artikel jurnalistik masih minim. Menulis ya menulis saja, apa yang ada diotak itulah yang ditulis. Lama-lama saya saya sadar ternyata setelah saya baca tulisan sendiri ternyata cukup bagus ( menurut penilaian saya sendiri). Kebetulan waktu itu saya memang hobi membaca. Salah satu inspirasi adalah tulisan tajuk rencana Kompas dan opini kompas. Secara tidak langsung saya mengapresiasi tulisan-tulisan berkualitas dari para penulis opini dan juga tulisan dari redaktur Kompas.

Dari hobi membaca,  saya mulai mencoba memberanikan diri untuk menulis berdasarkan pengetahuan dan kesenangan saya membaca koran ( Kompas, Bernas, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka).  Saya pelan-pelan  mengenal tipe-tipe koran, mengenal bahasa-bahasa baku yang biasa diterapkan saat menulis opini. Opini di Kompas  yang paling berat menurut saya, karena harus melalui seleksi ketat. Penulis di kolom opini adalah penulis tangguh yang tidak gampang menyerah oleh satu dua penolakan. Dulu saya mencoba beberapa kali menulis dengan mesin ketik manual, tetapi rupanya saya tidak cukup tangguh berusaha menembus Kompas. Saya menganggap menulis di Kompas itu punya standar khusus yang tidak sembarangan penulis bisa menembusnya. Maka saya mencoba menulis di koran dengan skala regional, semacam Bernas dan Kedaulatan Rakyat.

Tahapan Menulis

Sebelum memberanikan diri menulis opini saya membuat tulisan yang dicoba kirimkan lewat surat pembaca. Kalau sekarang boleh dikatakan itu tulisan yang disebut jurnalisme warga. Saya menulis surat pembaca berdasarkan pandangan mata saya. Misalnya ketika jalan ke arah desa saya rusak, kebetulan jalan yang melewati desa itu adalah jalan provinsi. Antara Magelang dan Boyolali. Sebagai warga saya mencoba membuat tulisan singkat agar tulisan dibaca oleh pejabat terkait. Entah kebetulan atau kemungkinan besar ada yang membaca surat pembaca saya beberapa hari setelah saya menulis surat pembaca jalan yang saya keluhkan itu langsung diperbaiki.

Itu pengalaman berharga saya. Meskipun hanya surat pembaca tetapi karena oplah koran lumayan besar dan dibaca oleh ribuan orang termasuk pejabat terkait maka surat itu mampu menggugah departemen PU untuk memperbaiki jalan. Itu salah satu pengalaman saya menulis. Pengalaman itu memberi jalan bagi saya untuk mencoba menulis opini dan tembus di Bernas. Bahagianya luar biasa ketika bisa tembus menulis opini di koran. Saya berpikir, satu tulisan itu akan dicetak ribuan, paling tidak pembacanya sudah jelas. Bisa masuk ke halaman opini itu adalah sesuatu yang wow banget. Setelah itu saya sempat tertarik menggeluti dunia jurnalistik dengan mengikuti kursus jurnalistik dan fotografi jurnalistik di kampus.

Saya mengenal dunia jurnalistik di pelatihan tersebut. Betapa berat dan susahnya seorang wartawan dikejar target untuk membuat berita dengan target dan deadline. Kecepatan berpikir, pintar membidik berita yang mampu menarik minat pembaca mengikuti alur beritanya. Membuat tulisan singkat padat tapi sudah mengandung unsur 5 W + 1 H.

Itulah yang akhirnya saya katakan menulis itu masalah pengalaman dan juga momentum. Ada sebuah peristiwa di mana setiap penulis ingat pertama kalinya menyukai dunia tulis menulis. Jika sampai sekarang masih menekuni hobi menulis meskipun bukan profesi saya merasa banyak keuntungan yang didapat terutama ketika akhirnya bisa memiliki buku sendiri hasil dari konsistensi menulis.

Ah ini sih bukan sekelumit tapi panjang ceritanya. Sebetulnya masih banyak cerita tentang menulis, semoga saja pembaca terutama kompasianer tidak bosan membaca tulisan saya ini. Setiap penulis, bloger pasti punya kesan tersendiri saat pertama kali menulis. Terutama kesan merangkai kata-kata, menemukan ide menulis dan menjadikannya bukan sekedar tulisan biasa tapi tulisan yang bermanfaat dan bisa menjadi motivasi bagai pembaca.

Konsistensi dan kesabaran dalam Menulis

Berdasarkan pengalaman bagi penulis pemula terutama, jangan pernah menyerah hanya karena kesulitan menembus tempat utama. Konsistensi dan kesabaran menanti hasil adalah cara penulis bertahan lama dalam dunia tulis menulis. Tidak terasa saya sudah menyukai dunia menulis selama hampir 30 tahun. Dan kebetulan konsisten menulis di Kompasiana sejak tahun 2010. Jauh sebelum itu penulis pernah juga menjadi kontributor majalah, terus mengasah kemampuan dengan mencoba mengirimkan beberapa cerpen ke koran dan aktif menulis di blog komunitas sebelum akhirnya ada booming jurnalisme warga di Kompasiana.

Keuntungan yang utama tulisan-tulisan di Kompasiana menjadi referensi banyak pihak, Bila nge klik google dengan kata kunci nama penulis sendiri mudah melacak jejak sejarah penulis. Baik image, berita, maupun hasil tulisan yang bisa langsung dilihat kapan tanggal, bulan dan tahun penulisannya. Negatifnya kadang tulisan-tulisan yang terpublikasikan itu sering digunakan blog lain atau konten lain untuk menaikkan jumlah pembacanya. Sedangkan penulis sendiri tidak mendapat apa-apa selain hanya terpampang tulisannya tanpa bisa menggugat hak cipta penulis.

Semoga ke depannya posisi dan profesi penulis semakin jelas dan mendapat apresiasi tinggi sehingga banyak masyarakat dan generasi muda tertarik menggeluti profesi sebagai penulis. Profesi penulis itu sebetulnya menjanjikan hanya sayangnya masih banyak oknum yang suka menjiplak dan membuat banyak orang merasa profesi menulis itu hanya sebatas pekerjaan sampingan karena secara finansial belum menjanjikan. Ini adalah catatan akhir tahun 2021 saya  tentang menulis. Salam sekelumit yang ternyata panjang juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun