Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ketika Perumahan Semakin Menggeser Pesawahan

20 Desember 2021   10:38 Diperbarui: 20 Desember 2021   21:47 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sawah di atas gedung (Fimela.com)

Melihat perkembangan pembangunan 30 tahun belakangan ini betapa luar biasanya manusia. Pertumbuhan  di sektor infrastruktur semakin menggurita membuat banyak muncul orang kaya baru. Demikian pesat pembangunan terutama di Jawa hingga membuat lahan pertanian seperti semakin tersudutkan. Sawah-sawah terutama di pinggir jalan utama, semakin jarang terlihat. Yang ada sederet ruko dan munculnya proyek perumahan dalam skala besar.

Kemajuan Teknologi Mempercepat Laju Pembangunan

Penulis teringat ketika tengah berkunjung ke rumah teman di Cileungsi sekitar tahun 2001, belum banyak perumahan yang dibangun. Hanya ada satu dua ruko berdiri bahkan di daerah Cibubur belum ada mal megah yang menandai kemajuan kota. 

Hanya dalam sekejap menurut saya, di atas tahun 2005 sampai sekarang tahun 2021 hampir tidak terlihat tanah kosong di sekitar Transyogi. Padahal dulu ketika melintas, kadang cukup ngeri karena banyak jalanan sepi dan gelap. Masih banyak ladang dan banyak sawah terhampar.

Tahun 2001 saya masih pernah melintasi kebun dan beberapa petani menanam sayuran di sekitar Kelapa Gading Jakarta Utara. Tapi sekarang kalau diperhatikan, masih adakah sepetak sawah tersisa di lahan yang sudah padat perumahan, ruko, mal dan hotel dan apartemen tersebut? Mungkin ada di sekitar depan Sekolah Internasional Penabur, namun, tampaknya sebentar lagi akan tersulap menjadi perumahan.

pesawahan di Jonggol yang masih tersisa | Dokumnetasi Pribadi
pesawahan di Jonggol yang masih tersisa | Dokumnetasi Pribadi

Lalu ke mana sawah-sawah itu akan tetap bertahan? Bolehlah sekarang masih terlihat di sekitar Citra Indah Cileungsi, tapi ya bisa dikatakan itu khan daerah pinggiran bukan yang dekat dengan ibu kota. 

Di seputaran Jakarta yang ditemui hanya gedung, gedung dan gedung. Kalaupun ada lahan hijau atau semacam hutan kecil, tidak sebanding dengan banyaknya perubahan dan gedung pencakar langit.

Okupasi Lahan Pesawahan berganti Perumahan dan Pusat Bisnis

Okupasi manusia pada lahan-lahan pertanian benar-benar luar biasa. Selain dijadikan untuk tempat tinggal, mereka juga berpikir untuk investasi. Membeli rumah dan membeli tanah kosong dijadikan tabungan masa datang. 

Sayangnya banyak rumah-rumah pinggiran yang dijadikan investasi dibiarkan mangkrak. Rumah-rumah dibiarkan termakan hujan, panas, hingga muncul  rumput liar dan tanaman liar terus tumbuh. Bahkan akhirnya rumah yang semula berdiri tegak pelan-pelan runtuh hingga menjadi puing-puing.

Pesawahan semakin sempit, banyak sawah-sawah akhirnya hanya berisi hamparan rumput liar, sebab banyak anak muda yang lama-lama risih jika harus mencangkul dan mengolah sawah, kuno begitu kata mereka (penulis juga termasuk, karena pergi merantau dan sudah lama tidak bergumul untuk mengolah sawah di kampung halaman).

Era Gadget dan Budaya Rebahan

Pertanian seperti pekerjaan yang kurang menarik, apa menariknya jika misalnya panen padi hanya sekitar satu dan dua petak, sebab hasilnya hanya beberapa kilo gram yang untuk makan sehari-hari saja susah. 

Kebutuhan manusia saat ini bertambah, bukan hanya makan minum, tetapi kebutuhan yang berhubungan dengan gaya hidup, membeli alat-alat canggih yang berhubungan dengan komunikasi, menyediakan persediaan uang untuk membeli kuota internet, atau menyetok tabungan untuk pembelanjaan online.

Kecanggihan teknologi rasanya semakin membuat dunia pertanian terpinggirkan. Mana sempat, membakar keringat berpanas- panasan di sawah. Bukannya hanya dengan rebahan manusia bisa menggerakkan roda ekonomi?

Wow bujugbuneng, kata si Mandra, luar biasa anak muda sekarang. Pemikirannya amat cepat dan praktis. Kalaupun merambah dunia pertanian harus bisa membuat kolaborasi pemasaran lewat aplikasi digital.

2021 masih bisa menikmati blusukan di sawah dan kampung | Dokumentasi pribadi
2021 masih bisa menikmati blusukan di sawah dan kampung | Dokumentasi pribadi

Masih beruntung saya melihat hamparan sawah di seputar Cileungsi, namun susah berharap melihat sawah di dekat Blok M atau seputar Tendean. Yang ada hanyalah kampung padat penduduk di sekitar petogogan yang dinamai kampung sawah. 

Benar kawasan itu akan menjadi sawah dengan genangan air luar biasa ketika hujan tiba. Banjir menjadi langganan dan tak terelaknya.

Mengapa sawah semakin langka di kota-kota besar? Pada tahap makro, tidak terelakkan bahwa tidak mungkin terbangun sawah, karena perputaran ekonomi kota besar lebih diprioritaskan pada sektor perdagangan bukan produksi sumber daya alam. 

Kota besar lebih tepat sebagai pusat industri dan perdagangan, sedangkan jika masih ada sawah maka akan banyak mafia tanah yang akan merayu sawah-sawah tersisa dijadikan apartemen, ruko atau rumah kantor. Dijadikan kawasan elite yang menyediakan fasilitas mewah terkait gaya hidup manusia modern.

Di seputar Cileungsi saja, sudah ada puluhan pengembang mendirikan kawasan rumah dengan mengambil lahan pertanian yang semula subur kemudian dijadikan kawasan rumah yang di sekitarnya malah terkesan kumuh. 

Penataan drainase, penataan kawasan menjadi silangsengkarut. Sementara banyak lahan pertanian produktif dibiarkan menganggur menunggu investor perumahan. 

Para petani pun semakin uzur karena anak muda sudah jarang yang mau bergumul dengan lumpur, lebih senang dan menyukai kegiatan rebahan karena gawai atau HP canggih semakin murah. 

Mereka lebih senang memainkan jemari untuk melihat betapa konyolnya para netizen dan para pegiat media yang galak luar biasa. Gampang beropini, dan banyak yang tergerus arus informasi sesat atau sekedar hoaks.

pesawahan yang siap dikapling untuk perumahan | Dokumentasi pribadi
pesawahan yang siap dikapling untuk perumahan | Dokumentasi pribadi

5 Tahun ke depan atau bahkan  sekitar 2045 bisa jadi sudah susah menemukan pesawahan di Jawa. Yang ada hanyalah bentangan rumah yang berdiri centang perenang dengan aktivitas manusia yang tidak lagi mengenal gotong royong. 

Mereka hanya mengenal komunikasi lewat alat canggih bernama gawai. Atau barangkali bukan gawai lagi, semacam jam tangan atau chip yang bisa dijadikan alat komunikasi. 

Mobil-mobil listrik berseliweran, rumah-rumah di kota semakin mendekati langit, sementara banyak helikopter, pesawat tanpa awak lalu lalang di udara.

Kota semakin panas, dan berisik sementara banyak manusia hanya seperlunya keluar rumah. Mereka sudah mempunyai kawasan pribadi yang nyaman di rumah dengan aneka  peralatan canggih, serba digital yang siap memberikan kesibukan luar biasa pada manusia yang menjadikan rumahnya sebagai kantor, sekaligus pusat aktivitas. 

Sabtu Minggu mereka keluar mencari oksigen yang sudah amat susah ditemui. Barangkali dengan terbang sebentar mereka mencari tempat di luar kota, atau luar pulau yang masih menyediakan lahan hijau untuk sekedar menyesap oksigen yang semakin langka.

Back To Nature Masa Depan

Tetapi ketika logika tentang masa depan bisa saja meleset. Bisa saja saking jenuhnya masyarakat maju hanya melihat petakan rumah dan gedung gedung bertingkat, kesadaran untuk kembali menekuni dunia pertanian malah menggelora. 

Jadilah gedung-gedung di perkotaan dijadikan lahan sawah, dirancang untuk bisa dibuat miniatur pertanian dan menjadikan aktivitas hiburan di tengah kejenuhan suasana yang terlalu suntuk dengan transaksi virtual yang hampir mirip robot.

Seperti gaya pakaian bisa jadi karena rindu pada suasana alami maka banyak orang mulai berkreasi mengembangkan usaha pertanian dengan cara vertikal, menanami setiap jengkal tembok dan atap yang bisa dijadikan lahan cocok tanam entah hidroponik, maupun pertanian modern dengan bantuan teknologi modern.

Pada hakikatnya manusia kadang kangen dengan sejarah masa lalu, yang telah menjadi masa lalu kadang bisa kembali ditekuni dengan catatan, pengelolaan lebih modern disesuaikan dengan perkembangan zaman.

sawah di atas gedung (Fimela.com)
sawah di atas gedung (Fimela.com)

Semoga saja pertanian dan gerakan kembali ke alam menjadi penyadaran manusia di tengah sempitnya lahan dan susahnya menemukan tanah lapang untuk dijadikan pesawahan. 

Melihat tingkat perkembangan teknologi yang begitu cepat apapun mungkin terjadi, tetapi tren, mode, gaya hidup dan berbagai perilaku manusia kadang seperti roda, akan muncul perasaan untuk merasakan gaya hidup masa lalu. 

Semoga bumi pun mengalami recovery.

Salam hangat selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun