Seberapa kenal para pembaca dengan sungai yang menjadi rantai kehidupan masyarakat baik di kota maupun di desa.
Kalau pembaca hidup di Jawa, sekitar pegunungan, lembah ngarai yang airnya datang dari gunung biasanya air tidak pernah surut, atau mengering.
Di musim kemarau air jernih dan bening, dan di musim hujan air berlebih sehingga sering menimbulkan banjir di alur sungainya.
Terus terang desa saya berada di lembah antara gunung Merapi dan Merbabu tepatnya di Krogowanan, Sawangan Magelang Jawa Tengah. Air mengalir dari beberapa sungai seperti sungai Apu, Sungai tringsing lalu menyatu menjadi sungai Pabelan yang mengalir sampai ketemu sungai yang lebih besar yaitu sungai Progo di dekat Borobudur.
Saat banjir bandang, irigasi dimatikan untuk mencegah banjir masuk ke desa, di buka lagi saat airnya sudah surut, dari irigasi disalurkan lagi ke kalen, yang kalau di kota di sebut parit. Dari parit itu kemudian dipecah lagi untuk dibagi rata ke sawah-sawah petani.
Rumah masa kecil saya berada tepat di pinggir irigasi, dan di sebelah Timur rumah dilewati air dari cabang irigasi.
Di tempat kami, sungai kecil dinamakan kalen, yang lebih besar sedikit disebut rigasi atau irigasi.
Sedangkan sungai Pabelan atau mbelan di sebut kali belan. Di sekitar 35 tahun lalu ( ternyata sudah tua ya ) saya sering berenang di sungai Pabelan.
Di sepanjang tepian sawah, sawah hijau tercetak, dan di tepi sungai para petani banyak menanam sayuran jembak ( slada air ). Padi padi yang tumbuh sekitar lembah sungai Pabelan sangat enak rasa nasinya.