Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akhirnya Isu Demo Anti Jokowi Berakhir "End Game "

25 Juli 2021   11:15 Diperbarui: 25 Juli 2021   11:44 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada isu dilontarkan oleh sekelompok orang kemungkinan non parlemen dan lapisan orang - orang tersakiti dan kecewa pada pemerintah tidak terbukti tergelar. Serangkaian isu ramai sebelum hari H demonstrasi besar- besaran yang menurut sumber akan di mulai dari Glodok menuju Istana negara. Ribuan personel dikerahkan untuk mengantisipasi adanya demo yang katanya bertujuan mendeligitimasi pemerintahan Jokowi, karena gagal mengatasi persebaran covid 19.

Jika demonstrasi besar berlangsung resiko tersebarnya covid 19 pasti akan semakin besar dan upaya bersama dengan memberlakukan PPKM pasti akan sia- sia. Memang memperpanjang PPKM darurat itu berdampak pada situasi ekonomi yang semakin sulit dan masyarakat yang semakin berat menghadapi krisis keuangan dan susahnya mendapatkan pendapatan, namun seharusnya masyarakat meskipun sama- sama menanggung penderitaan akibat pandemi tidak boleh lengah dan tidak boleh terprovokasi oleh hasutan sampah, mengatasnamakan rakyat. Demo itu pasti akan memperburuk situasi dan kondiri negara saat ini.

Mereka yang menyebarkan isu "Jokowi  End Game" Harus dihukum seberat- beratnya karena telah meresahkan masyarakat dan semakin membuat masyarakat dalam situasi ancaman, tidak nyaman. Masyarakat harus pandai menelaan isu hoaks, atau hanya ingin memperkeruh keadaan saja. Kekurangan pemerintah mungkin banyak, tidak ada pemerintah di dunia saat ini yang begitu sempurna mencegah covid tanpa kepatuhan dan masyarakatnya.

Kekompakan dan kedisiplinan yang terjalin antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci terputusnya jaringan sel serta varian baru covid-19. Namun yang terjadi di Indonesia yang mempunyai jutaan penduduk dengan isi kepala yang berbeda, yang mempunyai karakter tidak sama, susah menyeragamkan pola pikir Dalam menghadapi Covid 19. 

Banyak yang masih susah diberi penjelasan, banyak yang belum percaya bahwa covid itu ada, banyak yang melanggar prokes, karena bosan dengan aturan- aturan yang tidak berimbang. Kesadaran akan perlindungan diri, sok merasa kuat dan percaya diri tidak akan tertular menghambat suksesnya negara menanggulangi wabah.

Jaringan masyarakat yang kecewa itu kemudian bergerak di ruang media sosial, menjustifikasi bahwa pemerintah tidak serius, tidak benar- benar membantu mengatasi persebaran wabah yang masih berlangsung sejak awal 2020. Masyarakat kecil itu dengan modal kuota dan jaringan internet terus menyebarkan isu tentang gagalnya pemerintah dan menyerukan untuk mendesak mundur Jokowi.

Situasi yang tidak pas muncul dari elemen masyarakat yang tidak "peka" melihat situasi kondiri global dunia. Harusnya masyarakat meskipun kondisinya memang tidak nyaman dan serba tidak enak, karena banyaknya masyarakat yang terkena imbas atas berlarut- larutnya wabah tetap kompak. 

Tertb mengikuti aturan meskipun di sektor lapangan yang mau tidak mau harus tetap keluar untuk bisa memperpanjang nafas untuk hidup tidak bisa dilarang, pembatasan bisa dilakukan oleh mereka yang bisa bekerja di rumah. 

Mereka harus benar- benar disiplin untuk tidak keluar kalau tidak perlu sehingga muncul kerawanan karena timbulnya kerumunan.

Di Malaysia, Lockdown saja persebaran covid melonjak apalagi seperti Indonesia yang hanya PPKM dan banyak masyarakat yang masih beraktifitas di luar rumah. Sedih, cemas, luka, duka yang melanda masyarakat menjadi permenungan bersama.

Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi tata krama, dan sopan santun ( sejarahnya dahulu ) setiap elemen masyarakat terutama masyakat dengan budaya ketimuran seharusnya menata hati, menata kata untuk tidak melontarkan isu yang membikin gaduh.

Yang sering dilupakan saat ini untuk mengubah perilaku masyarakat media sosial adalah akar budaya bangsa. Apakah budaya bangsa kita itu para pengumpat, yang gemar mencaci maki, bila ada yang melakukan kesalahan. Di media sosial para buzzer, influencer sering perang komentar, dan kata- kata yang muncul jauh dari gambaran bahwa Indonesia dulunya adalah negara yang ramah dan penuh sopan, yang selalu memperlakukan tamu dengan penuh tata krama.

Faktanya sekarang fitnah, berita yang ternyata hanya isu banyak beredar di media sosial. Dan banyak sekali media provokatif yang tidak menentramkan namun malah bikin resah suasana yang sebenarnya masih mencekam.

Maka sebagai pengguna internet dan bagian dari netizen ( pengguna internet ) dengan kesadaran penulis, mencoba selalu mengingatkan untuk menata kata, membahasakan hati dan menanggapi isu yang beredar dengan bijaksana, tidak emosional dan mudah terhasut oleh informasi yang belum tentu benar. Harus selalu melakukan cek dan ricek, menelaah berita itu dari mana.

Dalam masyarakat sendiri banyak grup - grup media sosial yang selalu aktif menyebarkan berita berantai, menyebarkan artikel yang meresahkan yang menimbulkan perdebatan. Kalau semua dipercaya maka otak hanya akan tercuci, untuk selalu mendedahkan kebencian dan selalu diancam ketakutan ketika ada informasi tentang gerakan demo besar- besaran misalnya seperti yang dilakukan orang yang mengatasnamakan ormas, atau elemen masyarakat yang mengajak demo dan makar, menurunkan pemimpin negara di tengah negara yang sedang sibuk mencegah penyebaran covid 19.

Sebagai masyarakat literasi, memberi informasi berimbang itu kewajiban, untuk mengingatkan bahwa setiap informasi harus ditelaan isinya dahulu. Jangan hanya melihat judul lantas langsung komentar. 

Bukan bermaksud membela pemerintah tetapi di saat dunia dilanda wabah yang belum sepenuhnya tuntas, semua orang harus menahan diri, para politisi harus mengedepankan kepentingan negara di atas kepentingan partai maupun golongan. 

Pemuka agama memberi petuah dan kata- kata menyejukkan dan tidak provokatif, sehingga semua elemen bangsa hanya fokus pada satu musuh, yang harus disingkirkan yaitu Covid 19 beserta variannya.

Bila semua kompak pasti badai cepat berlalu. Salam sehat, salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun