Ketika artikel opini saya diterima di Bernas saya juga menggunakan mesin ketik. Mengetik dengan mesin ketik manual itu sering membuat kangen. Saya malah kagumd sekaligus heran dengan  penulis, sastrawan besar seperti Remy Silado menulis banyak novel dengan mesin ketik padahal zamannya sudah dimudahkan dengan perangkat komputer.
Nostalgia Menulis Sebelum Era Komputer booming
Tahun 1990 sampai 2000 - an tercatat masa aktif saya menulis di media. Waktu itu bukan koran tapi lebih ke majalah rohani katolik yaitu Praba. Â Saya menulis beberapa liputan. Baik liputan warta paroki maupun sosok muda yang berprestasi, juga menulis tentang sosok aktifis, atau tokoh -- tokoh yang aktif di organisasi maupun di masyarakat. Modal saya berupa blocknote, tipe kecil perekam percakapan dan kamera semi otomatis, yang masih masih menggunakan klise.
Di pos pengamatan Babadan itu penjagaan pengawal presiden ( waktu itu masih wakil presiden ). Saya yang sebetulnya masih "pengangguran" naik kendaraan motor bebek menuju ke Babadan. Di sepanjang perjalanan sebetulnya penjagaan amat ketat mungkin hanya wartawan dan petugas saja yang bisa mendekat ke RI 2.
Saya yang tidak punya kartu pers nekat masuk berkerumun bersama wartawan foto Kompas, Bernas, KR dan beberapa media lain termasuk TVRI dan wartawan media lain. Saya kagum dengan kamera mereka yang canggih dengan lensa zoom dan tele yang wow sedangkan saya hanya menggunakan kamera canon FN 10 yang saya beli second dari teman yang kuliahnya di Fisikom Atmajaya.
Untungnya saya tidak sempat ditanya kartu pers, kalau ditanya saya pasti sudah digiring keluar area pos pengamatan. Saya hanya berodal rompi dan juga berlagak mewawancarai pilot helikopter, Â saya bisa melihat dari dekat Megawati, dan membuat foto - foto dengan angle sangat dekat. Boleh dikatakan kalau sekarang ditanyakan saya mungkin bisa dikatakan wartawan tanpa media, tidak punya kartu pers, lebih sebagai kontributor saja atau freelance.Tapi pengalaman itu menarik dan saya sempat penuh minat untuk menggeluti dunia tulis menulis meskipun modalnya masih menggunakan mesin ketik.
Suka Duka Menulis Menggunakan Mesin Ketik
Nyatanya dengan mesin ketik itu saya sudah mengirimkan banyak tulisan dan dipublikasikan di media. Bayarannya sih tidak seberapa tapi kepuasannya itu yang membuat saya pengin menekuni dunia tulis menulis.Â
Itu terjadi sebelum tahun 2001 di saat saya masih "menganggur" ketika pendapatan hanya dari honor menulis di majalah yang terbitnya 2 minggu sekali. Saya lebih senang mengirimkan tulisan langsung ke kantornya di Yogyakarta waktu itu kantornya masih di Bintaran Kidul.  Ketikan saya setor beserta fotonya. Yang membanggakan ketika  saya menyetor  reportase artikel dan foto menjadi artikel utama dan foto saya dimuat sebagai cover majalah. Bangganya luar biasa.
Di samping menulis reportase saya juga sering, atau beberapa kali menulis sosok. Sosok itu saya tulis dengan gaya feature. Disamping mengetahui kegiatan juga ditulis, tanggal lahir, kiprahnya juga dengan sentuhan semi cerpen agar tulisan tampak seperti cerita yang menggugah rasa. Semuanya masih menggunakan mesin ketik.Â
Kalau ingat kegiatan menulis saya dulu saya ternyata dulu pernah kepikiran menjadi wartawan. Sebelum akhirnya memilih menjadi guru paling tidak saya pernah mempunyai pengalaman menjadi wartawan meskipun tanpa kartu pers. Hahaha. Bagaimana apakah anda juga punya pengalaman serupa ? Itu nostalgia yang menyenangkan bagi saya.